Part 12

5K 421 62
                                    

Selesai tampil, Zee beserta yang lain turun ke panggung untuk melihat peserta lain menunjukkan bakatnya. Sebelum itu, Zee meminta Shani untuk menemaninya berganti pakaian, Gracia sedikit tidak setuju tetapi anggapannya kalah jika Shani lebih dulu menganggukkan kepala. Dengan langkah yang begitu riang, Zee berjalan dengan Shani yang berada di samping dan sedang memegang tas sandangnya.

Si sulung tersenyum hangat melihat adiknya begitu bahagia saat ini, dalam hati bersyukur karena dirinya tidak terlambat melihat bahkan ikut tampil saat Zee di atas panggung tadi. Semua itu Shani lakukan untuk menebus kesalahannya yang membuat Zee menangis semalaman.

"Cici tunggu di sini dulu yah, Zee mau ganti baju" Shani mengangguk, dia berikan tas sandang yang langsung diterima Zee dengan baik.

Shani masukkan kedua tangannya di saku celana, menyandarkan sepenuhnya tubuh ke dinding sembari melihat sekeliling koridor yang tampak sepi. Perlahan matanya mulai terpejam, rasa kantuk tiba-tiba hadir membuat Shani mati-matian menahannya. Kesadarannya benar-benar kembali saat merasakan tangan seseorang bergerilya di tubuhnya.

Tangannya sontak memegang lengan seseorang itu, perlahan membuka mata dan terkejut saat tahu Gracia lah pelaku yang membuat rasa kantuknya hilang sepenuhnya. Shani menghela napas lega, dilepasnya pegangan itu lalu menegakkan tubuhnya.

"Aku pikir siapa ternyata kamu, ge" Gracia tersenyum tipis, tangannya tiba-tiba memegang bahu Shani dan tanpa aba-aba mendorong hingga tubuh Shani terbentur dinding.

Keduanya saling bertatapan dengan arti yang berbeda, perlahan tangan Gracia menelusup ke sela-sela lengan Shani kemudian mendekap tubuh tegap itu begitu erat seolah tak peduli betapa tegangnya tubuh Shani saat ini. Gracia benar-benar kehilangan akalnya sejak turun dari panggung, kata maaf dari Shani terus memutar di kepalanya hingga berakhir seperti ini.

Gracia gerakkan sedikit kepala untuk mencari tempat aman, pelukannya semakin mengerat saat kedua tangan Shani membalas dekapannya tak kalah erat. Shani tersenyum dalam pelukan mereka, oh tuhan Shani tak bisa mengatakan betapa rindunya dia akan pelukan hangat Gracia yang akhirnya bisa kembali dirasakan.

Diusapnya begitu lembut surai indah itu, menjatuhkan kecupan manis membuat Gracia melebarkan senyumannya. Lama mereka berpelukan hingga suara pintu membuat Gracia sontak menjauh dari Shani. Keduanya salah tingkah sendiri melihat Zee yang baru keluar sembari menata bajunya, tak lagi memakai gaun atau pun seragam Zee malah memakai baju santai membuat dahi Shani berkerut.

"Lah kamu gak ada jadwal belajar lagi emang habis ini?" Zee menggeleng, senyumnya melebar seraya tangannya dibentangkan meminta pelukan dari kedua kakaknya

"Manja banget.." tetapi Gracia tetap melakukan apa yang diinginkan sang adik, keduanya memeluk erat Zee dengan senyum bangga mengingat betapa bagusnya penampilan sang adik tadi. Siswa lain pun banyak yang bagus tetapi keberanian Zee yang terkenal pemalu membuat Shani dan Gracia tersentuh karena sang adik mulai berani melangkah maju.

Shani lebih dulu melepas pelukannya saat dering ponselnya terdengar, sedikit menjaga jarak untuk mengangkat telepon yang ternyata dari sahabatnya, Desy.

"Halo, ci Des.. ada apa ci?"

"Gak gue cuman mau mastiin lo nyampe di sekolah atau malah di kuburan, lagian bukannya chat gue gitu atau apa kek yang bisa buat gue lega"

Shani tertawa, agaknya dia melupakan kehadiran sosok yang membuatnya bisa sampai di sini. "Hehehe maaf ci, lupa tadi"

"Ckk ckk dasar lo, yaudah gue cuman mau tahu kabar lo aja. Yaudah gue matiin, babay"

"Bye, ci.."

Tut..

Shani menggeleng lalu kembali mendekati dua adik yang tengah menatapnya penuh tanya. "Dari ci Desy" lucunya Zee dan Gracia mengangguk spontan, mereka tarik tangan Shani membuat sang korban hanya bisa pasrah diperlakukan seperti kambing.

Bersama Selamanya [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang