Helaan napas terus menyertai langkah Shani saat menyapa tangga menuju rumah tempatnya bernaung. Sesekali menimbang rasa meski hatinya telah memantapkan diri, bukan ragu tapi rasa takut jika Gracia benar-benar pergi dari hidupnya. Shani takkan bisa hidup dengan tenang kalau saja kejadian itu benar terjadi, dirinya tak akan pernah menyetujui kepergian tiga adiknya karena masalah yang baru saja hinggap dalam keluarga mereka.
Tangannya perlahan terulur hingga berhasil memegang pegangan besi pintu, menghela napas lebih panjang lalu perlahan mendorongnya. Hal pertama yang Shani lihat bukanlah sambutan hangat atau tatapan tajam yang biasanya Gracia berikan padanya, bahkan makhluk mungil itu tidak terlihat oleh indra penglihatannya. Ke mana perginya Shania Gracia?
Shani terus melangkah, kali ini terasa lebih cepat karena takut apa yang Gracia katakan benar-benar terjadi. Jantungnya mulai berdebar aneh, ketakutan perlahan merasuki pikirannya membuat Shani kalap akan kegelapan. Di mana penerangnya? di mana keluarganya? tolong Shani, dia tidak ingin sendirian.
"Ge, kamu di mana Gracia?" Shani mulai memanggil dengan nada menaik, akal sehatnya meminta untuk mencari bi Rita sebagai orang yang selalu ada di rumah ini. Kaki Shani berjalan cepat menuju dapur, dilihatnya bi Rita sedang membersihkan piring mengingat jadwal makan malam telah berakhir beberapa menit yang lalu.
"Bi Rita.." yang dipanggil sontak menoleh, memberikan senyum santunnya kepada sang majikan.
"Eh non Shani udah balik, mau makan non? non Gracia tadi udah makan sama non Zee dan non Christy tapi semua makanan yang ada di piring mereka masih tersisa banyak" secara tidak langsung bi Rita memberikan pernyataan mengenai kejadian selama dirinya tidak di rumah hari ini.
"Kenapa, bi?"
"Semuanya murung non bahkan mata non Gracia sembab banget, non Zee sama non Christy juga gak banyak omong" bi Rita kembali membuka suara mengenai hal yang dia lihat selama acara makan malam berlangsung dan hal itu benar-benar menyakiti hati Shani.
"Shani mau nanya, Gracia sekarang di mana yah bi? Shani cariin gak ketemu dari tadi" bi Rita tampak berpikir membuat Shani menebalkan rasa sabarnya meski hatinya bertolak belakang dengan pikirannya.
"Tadi sih selesai makan non Gracia masih ada di meja makan sedangkan non Zee sama non Christy udah balik ke kamar masing-masing. Menurut bibi, mungkin non Gracia saat ini lagi di taman deh non. Coba aja non lihat di taman belakang"
Ah iya, bagaimana dirinya bisa melupakan tempat yang sering Gracia datangi beberapa hari ini? Shani menepuk dahinya, berterimakasih kepada bi Rita lalu melangkah pergi dari dapur menuju halaman belakang. Kali ini dirinya harus bisa mengutarakan apa pun yang ada dalam hatinya, Shani tak mau menyesal. Gracia sudah terlalu baik menghadapi sikapnya yang Shani akui terkadang menyebalkan.
Satu langkah terakhir berhasil menghentikan gerakan Shani saat melihat punggung seseorang yang sedang menatap langit. Dengan hati-hati dirinya menghela napas karena takut membuyarkan kefokusan gadis yang dicarinya sedari tadi. Kakinya sangat semangat untuk melangkah tetapi tekadnya terlalu mini, ada saja pikiran buruk yang bersemayam tentang sang adik yang masih tenang menatap langit.
"Gak capek diri terus?" Shani terperanjat mendengar pertanyaan itu, tiba-tiba rasa gugup menguasai dirinya. Shani berdeham beberapa kali mencoba menguasai dirinya, tak lama setelah itu melangkah pelan menghampiri Gracia yang masih fokus menatap ke atas.
Kini Shani telah berhasil duduk di kursi yang sama dengan Gracia, menatap perempuan yang dia sayangi dengan tatapan sendu. Dalam hati terus merutuki dirinya, berkali-kali dia meninggalkan Gracia saat mereka tengah berdebat atau hal-hal yang memicu pertengkaran di antara keduanya, dirinya selalu pergi meninggalkan Gracia yang tetap berdiri di tempat yang sama, menunggunya untuk kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersama Selamanya [End]
FanfictionMenceritakan empat bersaudara di mana kakak pertamanya tidak akrab dengan kakak biologis mereka, Shani dan Gracia. Kejadian beberapa tahun yang membuat kedua kakak yang dulunya selalu berdua kini bagaikan air dan minyak yang tak bisa bersatu.