Part 37

2.8K 375 52
                                    

Saat ini Shani tengah berada di gedung Harlan Company, pikirannya bercabang ke mana-mana tetapi satu hal penting yang harus bisa diluruskan olehnya bersama Sisca, di antara keduanya baik-baik saja. Gadis manis itu tak memiliki salah yang terlalu fatal, tak sepatutnya juga Shani membenci Sisca karena kesalahan yang dilakukan papa kandung gadis itu, tindakan seperti itu sangat tak wajar dilakukan.

Untuk kesekian kali dirinya menghela napas, dan perlahan kakinya bergerak memasuki gedung besar yang memiliki patung bertulis Harlan Company. Sesekali senyum tersungging membalas sapaan dari karyawan yang bekerja, itu adalah caranya membalas sapaan yang diterima. Pintu lift terbuka, saat ini dirinya telah berada di lantai tempat kerja Sisca. Degup jantung yang tadinya mulai stabil kembali tak normal, Shani mewajarkan itu.

"Huh, berasa mau ngapain aja sampe deg-degan gini. Ayolah Shani, jangan jadi manusia pecundang" Shani terus bergumam, menyemangati dirinya sendiri.

Kembali langkah itu terayun hingga kini berada tepat di depan pintu ruangan Sisca, wajah yang semula tegang berangsur menghilang terganti raut kerinduan kepada gadis yang sibuk dengan kertas-kertas tebal di meja panjangnya. Wajah serius yang ditampilkan benar-benar menggemaskan apalagi dipadu dengan kacamata minus yang membuat Sisca terlihat amat memukau.

Shani mengetuk pintu kaca transpatan itu membuat fokus gadis yang sedang duduk di kursi putar pun teralih, Shani tersenyum tipis melihat betapa terkejutnya Sisca karena kedatangannya. Tanpa permisi dirinya masuk ke dalam ruangan tersebut, mendudukkan bokongnya di sofa panjang tepat di hadapan meja kerja Sisca.

Atmosfer ruangan tersebut seketika berubah saat Sisca mengalihkan pandangannya ke arah lain, menghindari Shani yang malah semakin lekat menatapnya. "Gak capek menghindar terus?" Shani masih betah menatap gadis yang mulai menengadahkan kepalanya, menatapnya dengan arti yang sulit Shani jabarkan.

"Ngapain kamu di sini?" tanya Sisca ketus, ralat, pura-pura ketus.

Shani mengembangkan senyum manis hingga matanya tampak menghilang. "Bukankah aku sering ke sini? untuk apa bertanya hal aneh itu, Sisca manis?" Sisca kembali mengalihkan pandangannya, tak kuat mendapat serangan mendadak dari seseorang yang telah lama dia rindukan.

"Kedatanganku ke sini untuk ngasih pesan Gracia, dia berpesan untuk mengosongkan jadwalnya seminggu ke depan karena mulai besok kami mau jalan-jalan, Kitty besok ulang tahun" Shani memulai percakapan kembali dengan pesan Gracia, matanya masih lekat menatap Sisca dengan seksama membuat gadis itu mulai tak nyaman.

"Bisakah berhenti menatapku begitu? anda membuat saya tak nyaman, nona Shani" Shani tersenyum tipis, mengangguk menyetujui ucapan Sisca.

"Wah, anda? benar-benar mengejutkan"

"Baiklah, aku minta maaf kalau kamu merasa gak nyaman. Aku hanya merindukan sosok yang sedang aku cari di ruangan ini, kupikir menatapmu dapat mengembalikan sosok itu ternyata gak sama sekali" Shani bangun dari duduknya, perasaan lelah tiba-tiba tersarang dalam benaknya menghadapi sikap Sisca yang begitu acuh seperti itu.

"Aku ke sini untuk pesan Gracia saja, maaf mengganggu anda nona Sisca, saya permisi" Shani melangkah pergi, meninggalkan perasaan sedih yang tak dapat dirinya utarakan.

Saat tangannya telah terulur untuk memegang knop, tiba-tiba saja tubuhnya terdorong oleh sesuatu yang cukup kuat hingga membuat dirinya sedikit maju ke depan. Lambat laun mulai terdengar isakan lirih, cengkraman di sisi kemejanya semakin menguat membuat Shani juga menengadahkan wajahnya, mencoba menahan air mata yang entah mengapa ingin mengalir.

Gadis bermata sipit itu hanya diam, menunggu sosok yang memeluknya untuk berhenti menangis. Pikiran Shani bercabang, dirinya juga mengingat pesan Gracia tadi tapi tak dapat disangkal bahwa rasa rindu kepada Sisca benar-benar besar saat ini. Gracia hanya tak perlu tahu bagaimana dirinya dengan Sisca, cukup mereka berdua saja yang mengetahui hal itu.

Bersama Selamanya [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang