Gracia terbangun saat sinar mentari terus mengganggu kenyamanan lelapnya, memegang kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing lalu mengedarkan pandangan ke segala arah. "Gue di mana yah?"
Pandangannya menurun saat merasa lilitan sesuatu semakin mengerat di perutnya, Gracia menghela napas lega saat tahu siapa sosok itu. Shani, kakak tersayangnya. Tapi apa yang terjadi? mengapa bajunya berbeda dari yang semalam dia pakai? kenapa juga ada pecahan beling berceceran di lantai? ahh kepalanya terasa pusing memikirkan keanehan-keanehan yang terjadi di ruang kedap suara ini.
Gracia mencoba menurunkan tangan Shani dari perutnya dengan hati-hati, takut mengganggu kenyamanan tidur seseorang yang Gracia perkirakan pasti tak tidur dengan lelap. Senyumnya tersungging saat dirinya seutuhnya telah lepas dari pelukan sang kakak.
Gracia memakai sandal yang ada di lantai, berjalan mendekati sapu yang berada di ujung kamar besar itu dan mulai membersihkan beling-beling yang berada di lantai. Meski kepalanya terasa berputar tetapi tak membuat tekad Gracia untuk membersihkan beling pudar, Gracia yakin semua ini salahnya meski dia tak ingat apa-apa.
"Kamu ngapain, ge?"
"Akhh!!"
Suara yang tiba-tiba terdengar membuat Gracia yang sedang memegang beling pun terkejut dan secara tak sengaja menekan beling itu hingga melukai jemarinya. Wanita cantik itu meringis kesakitan dan hal itu membuat Shani sangat panik. Di dekatinya sang adik lalu memegang salah satu jari Gracia, hatinya sakit melihat darah sang adik mengalir hingga mengenai lantai.
"Kamu ngapain sih megang beling gitu? lihat nih darahnya banyak banget" Shani mengeluarkan omelannya menutupi rasa khawatirnya kepada sang adik.
"Ck, gak usah nyebelin. Aku kena beling juga karena kamu ngagetin" Gracia menepis kasar tangan Shani yang hendak membersihkan darahnya, mengambil kapas dari tangan sang kakak lalu dia usap darah yang mengalir dengan kasar.
Shani gregetan sendiri melihatnya, ingin membantu tetapi aura dingin yang keluar membuatnya tak bisa berbuat banyak karena Shani tak mau adiknya semakin kesal dengannya. Selesai membersihkan luka yang tidak sengaja itu, Gracia kembali melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.
"Udah sini biar aku aja ge, nanti tangan kamu luka lagi" Gracia menggeleng, kembali menepis tangan Shani saat manusia bermata sipit itu hendak mengambil sapu dari tangannya.
"Ini pasti ulah aku, kamu mending mandi sana gak usah ganggu. Toh bentar lagi juga selesai" ucapnya dingin, abai akan tatapan Shani yang terus fokus ke arahnya. Gracia hanya malu, meski tidak dapat mengingat semua momen yang terjadi semalam tetapi Gracia tahu bahwa yang dia lakukan semalam pasti sangat melewati batas.
"Kam-"
"Cici!!" Shani yang hendak membalas ucapan si adik tak jadi karena teriakan yang tiba-tiba menerobos masuk ke dalam kamarnya.
Terlihat Zee dan Christy sudah rapi dengan seragam sekolah mereka, keduanya melebarkan tangan mereka membuat Shani mau pun Gracia sangat panik.
"Berhenti!!" teriak keduanya membuat Zee dan Christy spontan menghentikan langkah mereka yang hampir saja mengenai beling yang sedang dibersihkan Gracia.
"Kenapa, ci?" Shani menunjuk ke arah lantai membuat pandangan keduanya beralih.
Zee bergedik ngeri dan memegang tangan si bungsu untuk ditarik menjauh. "Huh, hampir aja"
Tak hayal dengan Christy yang termangu melihat kakinya yang hampir saja terluka sedangkan Shani tersenyum tipis sembari menggelengkan kepala melihat kedua adiknya tampak ketakutan. "Makanya jangan suka lari-lari, untung aja gak kena. Coba kalau kena, sakit banget loh itu"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersama Selamanya [End]
FanfictionMenceritakan empat bersaudara di mana kakak pertamanya tidak akrab dengan kakak biologis mereka, Shani dan Gracia. Kejadian beberapa tahun yang membuat kedua kakak yang dulunya selalu berdua kini bagaikan air dan minyak yang tak bisa bersatu.