Sebuah ruangan bernuansa putih, di sekeliling ruangan terdapat begitu banyak alat dari yang biasa saja sampai yang terlihat mengerikan. Terdapat juga sebuah brankar yang didominasi warna biru, terlihat begitu nyaman untuk di tidurkan tetapi jika melihat sekelilingnya mungkin bagi sebagian orang akan merasa mual.
Terdengar langkah kaki seseorang memasuki ruangan tersebut, berhela napas lalu duduk di samping seseorang yang kini terbaring dengan banyaknya alat menyeramkan di tubuh rampingnya, diambilnya tangan seseorang itu lalu dia letak di pipi yang terlihat menirus. Hatinya teriris melihat sosok yang tak kunjung membuka mata hingga siang hari seperti ini, dia merindukan kehadiran sosok itu.. sejak mereka berada di rumah sakit pagi tadi hingga saat ini netra indah itu belum juga lepas dari sang kelopak mata.
"Kapan kamu sadar, Shan? kumohon cepatlah sadar, kita perlu banyak bicara setelah ini.. tolong bangun Shani. Aku, Zee sama Kitty masih butuh kamu di hidup kami" dikecupnya tangan lentik yang tertusuk jarum suntik itu dengan lembut dan penuh kasih sayang.
Ingatannya kembali saat mereka baru sampai di rumah sakit, Harlan Hospital. Percakapan singkatnya bersama dokter yang menaungi Shani benar-benar hinggap sampai sekarang dalam kepalanya.
Flashback On..
"Sebenarnya apa yang terjadi kepada Shani, dokter Herman?"
Seorang pria berpakaian khas seorang dokter dengan stetoskop yang melingkar di lehernya menghela napas panjang membuat Gracia semakin khawatir.
"Jangan diam doang, jawab pertanyaan saya!!" Gracia tak sadar jika dirinya sudah membuat keributan di koridor rumah sakit, dia hanya ingin tahu bagaimana keadaan Shani tetapi dokter Herman terlihat seperti mengulur waktu membuatnya tidak benar menahan emosi.
"Nona Shani terlalu sering memakai obat penenang yang kadar dosisnya tinggi hingga membuatnya tidak bisa lepas dari obat tersebut. Pada saat pemeriksaan, tekanan darahnya terlalu tinggi hingga jantungnya berpacu tak sesuai normalnya. Usahakan jangan membuatnya terlalu banyak pikiran apalagi sampai membuatnya tertekan, lebih baik melarangnya memakai obat penenang saat sedang gelisah.. bisa berakibat fatal jika nona Shani kembali menggunakan obat itu dalam jangka waktu dekat ini, beliau bisa kehilangan nyawa jika terus-terusan memakai chloral hydrate"
Gracia tercengang, matanya memanas dan berjalannya waktu air mata mulai mengalir membasahi pipinya. Berusaha menutupi tangannya yang gemetar mendengar penjelasan dokter Herman mengenai keadaan Shani, tidak.. takkan pernah dia izinkan Shani meninggalkannya.. Shani harus tetap berada di sampingnya dan hal itu mutlak tak bisa dibantah.
"Apa ada cara untuk membuatnya tidak mengonsumsi obat-obatan itu, dok?" dokter Herman tersenyum tipis, tangannya terangkat lalu menepuk pelan bahu gadis yang tampak resah itu. "Kamu tahu cara yang bisa membuat nona Shani tersenyum, kamu tahu itu.."
Setelah mengatakan itu, dokter Herman melenggang pergi meninggalkan Gracia yang termangu.. bibirnya seakan ditahan untuk berbicara kala lidahnya gatal ingin bergerak untuk mengucap sesuatu.
Flashback Off..
"Kamu udah janji untuk selalu ada di sisi kami, tepati janjimu.. kumohon bangunlah, setidaknya demi Zee dan Kitty" jatuh sudah air mata yang sedari tadi coba untuk ditahan, dia tenggelamkan wajahnya di antara lipatan tangan dan menangis pilu dengan mulut dibekap agar tidak mengeluarkan suara.
Tubuhnya bergetar hebat, sungguh ketakutan mulai hinggap di hatinya sejak pagi tadi. Ketakutan akan ditinggalkan sosok yang selalu sabar dan tenang dalam menghadapi sikapnya yang sudah keterlaluan selama ini, dirinya tak mau kehilangan sosok itu.. tak akan pernah dirinya rela jika Shani kembali dalam pangkuan tuhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersama Selamanya [End]
FanfictionMenceritakan empat bersaudara di mana kakak pertamanya tidak akrab dengan kakak biologis mereka, Shani dan Gracia. Kejadian beberapa tahun yang membuat kedua kakak yang dulunya selalu berdua kini bagaikan air dan minyak yang tak bisa bersatu.