Part 38

2.8K 350 36
                                    

Hari ini keluarga Harlan akan melaksanakan liburan ke negeri sakura untuk merayakan ulang tahun si bungsu yang ke-17 tahun. Saat ini Shani yang lebih dulu selesai bersiap menunggu ketiga adiknya di ruang tamu. Gadis itu tampak melamun, memikirkan percakapannya dengan Sisca tempo hari. Pergerakan tiba-tiba yang dilakukan nyonya besar di keluarga Harlan itu membuat kepalanya pusing, Rathia benar-benar kelewatan saat ini.

Flashback On..

"Cici.." Sisca terus memanggil Shani dengan nada manja membuat gadis yang sibuk dengan laporan perusahaan menoleh lalu memberikan senyum hangatnya dan kembali fokus pada pekerjaan mendadak nya.

Sisca yang mendapat respon seperti itu semakin melebarkan senyumannya, bahkan jika mungkin sudut bibirnya mencapai mata saking lebar senyumnya saat ini. Keadaan hatinya saat ini sangat baik, puing-puing yang berserakan beberapa waktu lalu kini kembali tersusun rapi. Mendengar Shani tak membencinya itu bagai anugerah yang tak akan pernah Sisca lupakan, lebay memang tetapi itu yang saat ini dirinya rasakan.

Terlihat Shani telah menutup laporan tersebut, gadis bermata sipit itu menaikkan pandangan dan menatap Sisca yang kembali salah tingkah hingga tak dapat Shani tahan tawanya melihat tingkah konyol gadis itu. "Kamu kenapa sih? ihh gemesin banget kalau lagi mode manja gini, buat aku mau nyium" ucap Shani yang tangannya bertugas menarik kecil pipi Sisca.

Mendengar hal itu tentu saja Sisca tak ingin melewatkan kesempatan emas, dia dekatkan pipinya hingga berhadapan dengan bibir Shani membuat gadis jangkung itu reflek memajukan wajahnya.

Cup..

"Tuh, udah cici cium hehehe" sang pelaku tertawa geli melihat Sisca menyembunyikan wajahnya yang memerah, Sisca mode manja seperti ini benar-benar tak bagus baik, kesehatan jantung.

Saat sedang imut-imutnya, tiba-tiba terdengar dering ponsel tanda seseorang menelepon. Shani yang kebetulan berada dekat dengan ponsel yang berbunyi segera melihatnya dan terkejut saat tahu siapa yang memanggil Sisca disaat jam kerja seperti ini.

"Anin? kamu ada hubungan apa sama Anin, Sisca?" Shani bertanya dengan suara pelan, tak terdengar sedikit pun nada emosi meski dalam hatinya bertanya-tanya mengapa Anin bisa berhubungan dengan gadis yang berada di sampingnya.

Sisca langsung menarik ponselnya yang berada dalam genggaman Shani, menekan tombol merah sebagai bentuk tolakan kemudian mematikan layar ponselnya. Dalam benaknya tera merutuki kebiasaan buruk Anin yang selalu menghubunginya tanpa peduli keadaan. Tepuk lembut di bahunya menyadarkan Sisca bahwa tak hanya dirinya yang erada di ruangan ini, masih ada Shani yang menunggunya untuk berkata jujur.

"Kamu belum jawab pertanyaan aku, kamu punya hubungan apa sama Anin?" kembali Shani bertanya, kali ini dengan tatapan yang cukup serius membuat Sisca memainkan jemarinya.

"Cici tahu kan kalau papa aku yang bunuh papa mama cici? semua itu bukan kesalahan papa doang, mama bersekutu dengan orang lain" sudah terlalu dalam menyemplung membuat Sisca mau tak mau berkata jujur, dirinya memilih mengatakan fakta daripada mendapat perlakuan seperti kemarin, tak mau ada penyesalan lagi dalam dirinya.

"Siapa dia?" tanya Shani yang berusaha menahan amarah dalam hatinya.

"Rathia Yudono, oma kalian" Sisca memejamkan mata setelah berkata seperti itu, mencoba tegar meski tahu bahwa keadaan sosok di sampingnya kembali hancur secara batin maupun fisik.

Shani menggelengkan kepala, menolak fakta yang lagi dan lagi menghancurkan relung hatinya. Fakta mengenai dirinya bukan anak kandung, Bima mengangkatnya sebagai anak karena kasihan dan orang tua Sisca yang tega menabrak mobil yang dia dan keluarganya tumpangi masih terus berputar dalam kepalanya. Apalagi fakta yang baru dia dengar.

Bersama Selamanya [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang