"Sis, apa lo gak mau nemuin Shani aja? gue tahu seberapa rindunya lo sama dia, temuin dia kalau itu bisa buat lo ngerasa hidup lagi. Gue muak ngelihat lo yang tiap hari bengong di balkon kayak gini" mendapatkan pernyataan seperti itu membuat gadis manis bergigi gingsul itu tersenyum tipis kemudian mengalihkan pandangannya ke arah sosok yang belum lama ini menjadi tempatnya berkeluh kesah, Anin. Yah gadis Sumatera itu, yang awalnya licik tetapi mulai bersikap baik setelah bertemu dengan Sisca meski tak jarang keduanya beradu argumen untuk memenangkan pendapat masing-masing.
"Gak punya muka gue untuk ada di hadapan dia, kemarin aja gue gak sempet deketin meski mata kami udah berpapasan" ungkap Sisca dengan helaan napas penuh rasa sesal.
"Cemen amat, gitu aja nyerah" Sisca yang mendengar itu pun tak terima, kakinya bergerak mendekati manusia yang berbicara seenak jidat untuk diberi pelajaran. Enak saja mengatakannya cemen, Anin tidak tahu siapa yang ada di samping manusia sempurna itu.
"Lo sekali lagi ngomong gue cemen abis yah lo sama gue, lo gak tahu aja ada Gracia di sana, kalau gue nekat lo gak bakal ngeliat gue hari ini" Anin terkekeh mendengar dumelan itu, pantas saja manusia bermulut sarkas di hadapannya ini tak memiliki keberanian yang telah disusun apabila berpapasan dengan Shani, ternyata ada Gracia.
Melihat Anin yang manggut-manggut menambah kekesaln yang ada dalam hatinya, dirinya yang telah berada di hadapan Anin langsung saja memberikan dekapan sekuat tenaga membuat manusia yang lebih pendek darinya memukuli tubuhnya meminta berhenti. Sisca terkekeh, rasakan!! siapa suruh menjadi manusia menyebalkan saat dirinya sedang bersedih? "Sisca, lo mauhh guehh mampus hah!!" Anin berusaha mendorong tetapi tenaganya tak cukup kuat hingga pada akhirnya Sisca melepaskan pelukannya dan menatap santai Anin yang terbatuk-batuk.
Deru napas Anin bahkan terdengar membuat Sisca menatap bangga korbannya, tak merasa bersalah sedikit pun karena Anin pantas mendapatkan kekesalannya. "Udah?" pertanyaan itu meluncur begitu saja melihat Anin yang mulai tenang, menyilangkan tangannya di dada tak lupa memasang wajah se tengil mungkin membuat Anin menatapnya sebal.
"Gila lo Sis, kalau mau buat gue mati jangan di sini dong. Gak etis banget mati di lantai"
"Jadi mau di mana?"
Anin menampilkan senyum lebarnya dengan alis Dinaik-turunkan membuat Sisca menatapnya penuh tanya. "Di ranjang, lo bebas matiin gue berapa ronde pun, siap ditempur dah gue hahahaha!!"
Tubuh yang lebih kecil itu segera melarikan diri pada saat Sisca bergerak mengejarnya, tawanya benar-benar sangat lepas setelah berhasil menjahili gadis tempramen itu. Apalagi saat melihat Sisca yang merona sebelum mengejarnya membuat perut Anin terasa geli, astaga gadis itu sangat menggemaskan saat kesal.
"Anin, gue basmi yah lo!!"
----
"Gee.." Gracia masih sibuk membuat dunianya sendiri dalam benda pipih itu, sengaja mengabaikan manusia yang sedari tadi menarik kecil ujung bajunya meminta perhatian. Bibirnya yang ranum terus di gigit agar tidak menciptakan senyum yang mengartikan bahwa dirinya sudah tak kesal lagi sama sosok yang ada di sampingnya.
Christy dan Zee telah pergi ke sekolah sedangkan dirinya masih ingin di rumah pun meminta jatah libur satu hari kepada sang sekretaris. Tak tahu dengan Shani, gadis itu tampak tak terusik dengan waktu yang telah menunjukkan pukul setengah satu siang. Hah setengah satu siang?!! berarti kakak tersayangnya ini sudah hampir tiga jam duduk di sampingnya untuk membujuknya yang tengah kesal.
Gracia mematikan ponselnya kemudian menatap Shani yang matanya telah berkaca-kaca dan tak lupa pula bibir yang bergetar menahan tangis sekaligus lelah menghadapi tingkahnya, gadis itu sangat pandai mengobrak-abrik isi hatinya. Yang tadinya kesal berubah menjadi perasaan bersalah, Gracia tahu pasti Shani lapar tetapi berusaha menahan diri agar fokus membuatnya bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersama Selamanya [End]
FanfictionMenceritakan empat bersaudara di mana kakak pertamanya tidak akrab dengan kakak biologis mereka, Shani dan Gracia. Kejadian beberapa tahun yang membuat kedua kakak yang dulunya selalu berdua kini bagaikan air dan minyak yang tak bisa bersatu.