Dear Pak Stevie

355K 5.3K 142
                                    

"Beda lagi ceweknya."

Aku melirik Titi, teman satu timku, dari balik gelas kopi yang kuteguk. "Siapa?"

Titi menunjuk dengan dagu. Aku berputar dan menoleh ke balik punggung. Saat ini aku berada di gerai kopi yang terletak di lobi gedung kantor. Posisinya sangat strategis untuk melihat semua hal yang terjadi di lobi.

Aku langsung paham siapa yang dimaksud Titi. Di lobi ada Pak Stevie, Art Director, sekaligus atasanku di kantor. Dia enggak sendiri. Di sampingnya, meski terlihat menjaga jarak, ada cewek yang aku yakin jadi pacar Pak Stevie bulan ini.

Pacar sih sudah terdengar lembut. Dia sendiri yang bilang kalau dia enggak mau pacaran.

Kalau menurut bisik-bisik anak kantor, 'peliharaan Pak Stevie'.

"Bulan lalu bukan ini. Gue ingat banget anaknya rambut panjang, badannya semok gitu," lanjut Titi.

"And... getting younger," timpalku. "Didepak kali karena udah ketuaan."

Titi terkikik. "Bisa jadi. Si Bapak maunya sama yang muda-muda."

Aku baru bekerja satu bulan di Qcomm, salah satu advertising agency yang berkantor di area SCBD. Posisiku masih junior designer, dan aku satu dari sedikit fresh graduate yang bisa diterima bekerja di perusahaan sebonafide ini.

Lebih lagi, aku ditempatin di tim Tokyo, yang memegang klien kelas kakap. Ada empat tim di sini-Tokyo, London, Berlin, dan Seoul. Tim Tokyo selalu jadi incaran, selain karena memegang klien penting, juga bisa bekerja di bawah Pak Stevie Andika Kawilarang. Namanya sudah lama malang melintang di dunia periklanan. Dia memulai karier di usia 22 dan langsung menyabet penghargaan Citra Pariwara berkat iklan yang dibuatnya. Sejak saat itu, dia jadi incaran semua perusahaan iklan. Menurut desas desus, Qcomm berani menawarkan gaji tinggi agar dia mau pindah dari Sands & Sands, saingan terbesar Qcomm.

Singkatnya, he's a legend.

Bukan hanya karier, kehidupan personalnya juga jadi sorotan. Dunia periklanan itu kecil, semua saling mengenal. Aku pertama mendengar soal dia waktu magang di Ogilvi dua tahun lalu. Sebelumnya, aku pernah ikut seminar atau workshop dengan dia sebagai pembicara. Selama itu pula, aku menaruh respect terhadap seorang Stevie Andika Kawilarang.

Waktu magang itu aku tahu soal sepak terjang dia di luar pekerjaan. Waktu itu dia sudah menjadi Art Director di Sand & Sands. AD termuda yang pernah dimiliki perusahaan itu. Playboy kelas kakap. Bujangan paling diminati. Dan sederet gelar lain. Di usia hampir kepala empat, dia masih melajang dan sibuk berganti pacar setiap bulan.

Not literally every month. Itu hanya inside jokes di kalangan teman-teman saking seringnya dia berganti pacar.

Bukan pacar. Cuma cewek.

Satu persamaan, ceweknya selalu muda. Thanks to his good look and muscular body, dia enggak kayak bapak-bapak 40an yang sudah makan asam garam kehidupan.

Pak Stevie dan cewek berambut pendek itu beranjak dari lobi, masuk ke Silver Bird yang menunggu di luar.

"Menang banyak tuh cewek. Duit ngalir terus, seks gak usah ditanya."

Aku melirik Titi. "Tahu dari mana lo?"

Titi mendecakkan lidah. "Na, gue bukannya ngeremehin Pak Stevie ya. Kita semua sepakat dia gantengnya enggak sopan. Tapi dari sisi ceweknya, apalagi yang dilihat kalau bukan duit dan kontol?"

Aku tersedak minumanku. Titi memang dikenal enggak punya kontrol kalau ngomong.

"Plus, sepak terjangnya Pak Stevie. Bulan ini aja ceweknya udah dua. Daun muda semua. So, am I right? All he wants is a tight pussy."

Yes, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang