StevieAku sudah mencari Sandra ke mana-mana, menghubungi siapa saja yang kurasa bisa mempertemukanku dengan Sandra, tapi hasilnya nihil. Sandra kembali hilang ditelan bumi dan aku tidak tahu lagi ke mana harus mencarinya?
Untuk sesaat, aku lupa akan Sandra ketika Pak Aiman, pengacara Papa, menghubungiku. Setelah selama ini menghindar, akhirnya aku menemui Papa. Sudah lama Papa dirawat di rumah sakit, dan ketika aku menemuinya, Papa dalam keadaan kritis. Aku mendapati Papa terbaring tak berdaya di rumah sakit. Hidupnya harus bergantung pada mesin yang tertancap ke tubuhnya. Tidak ada sisa-sisa masa kejayaannya di sana, yang ada di hadapanku hanyalah pria tua yang tak berdaya. Bahkan untuk sekadar berbicara saja tidak bisa. Dokter sudah meminta seluruh keluarga untuk bersiap-siap melepas kepergian Papa.
Pak Aiman memberi tahu wasiat Papa. Jika kondisinya sudah tidak tertolong lagi, dia ingin Pak Aiman memberitahu soal wasiat tersebut.
Saham Papa jatuh ke tanganku. Papa juga menunjukku sebagai Direktur Utama di Kawilarang Group.Aku tidak menginginkan kedua hal tersebut. Namun Pak Aiman tidak menerima penolakan. Dia hanya mewakili Papa, dan Papa tidak memberiku kesempatan untuk menolak wasiat yang ditinggalkannya.
Hidupku saat ini mungkin tidak bergelimang harta, seperti yang akan kurasakan jika menerima wasiat tersebut. Namun aku menikmati kehidupanku sekarang. Aku menikmati karier yang kubangun dari bawah, dengan keringatku sendiri.
Beberapa waktu belakangan, aku sudah jauh melangkah. Diriku yang sekarang sangat berbeda dengan diriku di tahun lalu. Aku tidak lagi memendam dendam kepada Papa. Aku belajar untuk meninggalkan semua yang terjadi di belakang.
Dan juga, akhirnya aku membuka hati kembali. Dengan mencintai Nina. Aku menikmati curahan cinta Nina yang membuatku semakin yakin atas pilihan yang kuambil.
Namun jalan hidup tidak selamanya berjalan sesuai dengan harapan.
Di saat aku masih disibukkan dengan masalah wasiat Papa, Sandra tiba-tiba menghubungiku. Aku masih ingat dengan jelas ucapannya dua jam yang lalu.“Aku akan balik ke Singapura dan kamu butuh penjelasan. Kita bertemu sekarang?”
Telepon itulah yang membawaku ke Beer Hall, tempat yang dipilih Sandra. Dia sudah menunggu saat aku datang.
“Tell me the truth.” Aku tidak ingin membuang waktu lebih lama lagi. Tidak perlu basa basi. Pertemuan ini hanya untuk membahas apa yang sebenarnya terjadi empat belas tahun lalu?
“Aku pura-pura aborsi, karena dengan begitu aku lepas dari ibumu.”
Pernyataan Sandra membuatku terpaku. Untuk beberapa saat, aku tidak bisa berkata apa-apa.
“Namun, Niki bukan anakmu.”
Aku menggeleng, tidak mengerti dengan penjelasan Sandra. Aku tidak akan lupa saat Sandra memberitahu soal kehamilannya.
Di hadapanku, Sandra menatapku dengan perasaan bersalah.
“Aku minta maaf sudah menyimpan rahasia ini. Sebelum aku hamil, hubungan kita sudah tidak sehat dan aku yakin kamu menyadarinya.”
Aku mengangkat tangan untuk menghentikan ucapan Sandra. Penuturannya membuatku sakit kepala. Hal ini terlalu sulit untuk dicerna. “Jangan berbelit-belit.”
“Aku enggak bermaksud selingkuh. Waktu itu aku…” Sandra menutup wajahnya dengan telapak tangan sementara aku terpaku di tempat. “Aku tidur dengan Matthew.”
Matthew. Sahabat baik Sandra.
“Spare me the detail,” tukasku. Aku merasa menjadi orang paling bodoh saat ini. Selama empat belas tahun aku menyalahkan diri sendiri, menutup hati karena telah menyakiti Sandra, tapi nyatanya malah dia yang mempermainkanku.
“Niki anaknya Matthew.”
“Kenapa kamu bilang itu anakku?”
“Aku panik. Aku mencintaimu Steve, sampai sekarang pun aku masih menyimpan cinta itu untukmu. Aku enggak berpikir panjang waktu itu, dan aku berharap Niki benar anakmu. Aku ingin menyimpan rahasia itu, tapi aku tahu itu enggak adil untukmu. Aku menyesal sudah membohongimu.” Sandra berkata cepat.
“Ketika ibuku menyuruhmu aborsi, kamu mendapat jalan keluar?”
Aku ingin Sandra menggeleng, tapi di hadapanku, dia mengangguk. Aku mengumpat dalam hati, mengutuk kebodohanku karena dipermainkan oleh perempuan yang pernah kucintai.
“Ibumu memberiku dua pilihan, menggugurkan kandunganku dan pergi dari hidupmu atau tetap bertahan denganmu tapi dia akan membuat hidupku dan anakku menderita. Aku tahu ibumu, dia enggak akan asal mengancam,” lanjutnya.
Aku bisa membayangkan Mama mengintimidasi Sandra. Mama memang tidak punya hati, dia akan melakukan apa saja untuk menyingkirkan apa pun yang menghalangi tujuannya.
“Aku enggak bisa menggugurkan Niki. Aku juga enggak mau ibumu membuat hidupnya menderita. Bagaimanapun, anakku bukan bagian dari keluargamu. Hal itu yang membuatku mengambil keputusan ini. Aku juga enggak mungkin menyeretmu ke kebohonganku. Jadi aku pura-pura aborsi, sehingga aku punya alasan untuk meninggalkanmu. I’m sorry, Steve.” Sandra menutup wajahnya, suaranya berubah menjadi isakan.
Pernyataan maaf yang terlambat. Aku tidak tahu apakah aku akan memaafkan Sandra jika kebusukannya terbongkar empat belas tahun lalu, dan aku tidak yakin apakah aku sanggup memaafkannya sekarang.
“Aku menyesal sudah membohongimu. Karena itu, aku menghilang dari hidupmu.”
Sandra tidak tahu bahwa aku seperti orang gila yang mencari-cari keberadaannya, tanpa sadar kalau aku dipermainkan olehnya.
“Selama ini, aku menanggung rasa bersalah. Aku sangat ingin memberitahumu, tapi aku terlalu pengecut.” Ucapan Sandra terdengar samar. Rasanya dia berada begitu jauh, bukan berada di hadapanku.
“Kamu menikah dengan Matthew?”
Sandra menggeleng. “Aku enggak pernah menikah. Matthew tahu soal Niki. Kami membesarkannya bersama. Maaf, aku terpaksa menerima uang yang diberikan ibumu untuk memulai hidup baru di Singapura.”
Aku benar-benar dipermainkan. Selama ini aku merasa telah menyakiti Sandra. Perlakuan keluargaku kepadanya membuat Sandra merasa terpojok. Namun, sedikit pun aku tidak menduga Sandra tega melakukan kebohongan itu.
Selama empat belas tahun aku menghukum diri sendiri atas kesalahan yang tidak pernah kuperbuat. Sandra membuatku percaya bahwa aku tidak layak dicintai, dan aku menjalani hidup dengan mengakui bahwa aku tidak pantas dicintai karena kehadiranku hanya akan menyakiti perempuan yang mencintaiku.
Karena Sandra, aku hampir saja mengabaikan kehadiran Nina. Aku hampir menolak cinta yang ditawarkannya karena menganggap diriku tidak layak untuknya. Aku tidak pantas dicintai oleh Nina.
Nina…
Aku terkesiap saat melihat Nina berada di dekatku. Tatapan matanya begitu menghakimi. Namun, Nina juga tidak menutup-nutupi kekecewaannya.
Aku teringat janjiku kepadanya. Karena panik, aku melupakan janji itu.
“Baru beberapa hari yang lalu kamu memohon agar aku memberimu kesempatan, tapi kamu mengingkarinya dengan mudah. Ini yang kamu maksud dengan mengajakku bertemu Sandra?” Pertanyaannya seperti pisau yang menancap ke jantungku.
Nina tidak memberiku kesempatan untuk menjelaskan. Kekecewaan terlihat jelas di matanya. Aku lagi-lagi terjebak di situasi yang membuatku tanpa sadar menyakiti perempuan yang kucintai.
Aku ingin menyusul Nina, memohon agar dia memberiku kesempatan. Namun takdir lagi-lagi membuatku tidak bisa berkutik.
Telepon dari Pak Aiman memberitahu bahwa Papa mengembuskan napas terakhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Pak!
ChickLitNina Alexandra Fresh Graduate yang baru mulai menapak karier. Selalu tertarik pada laki-laki yang lebih tua sehingga dijuluki mengalami Daddy's Issue. Diam-diam tertarik pada atasannya, dan menjalani hubungan tanpa masa depan. Stevie Andika Kawilara...