"I have something."
Aku mengeluarkan handphone dari dalam tas. Tanpa suara aku menggulir layar hingga tiba di foto yang kumaksud. Aku mengulurkan handphone ke hadapan Pak Stevie.
"Jadi dibikinin?" Tanyanya. Dia mengambil handphone dari tanganku dan meneliti fotonyang kutunjukkan lekat-lekat.
Aku teringat permintaan Pak Stevie waktu menginap di tempatku. Meski diucapkan dengan sambil lalu, aku memganggapnya serius. Karena aku ingin memberikan sesuatu di hari ulang tahunnya.
Aku membuat gambar digital Pak Stevie. Saat dia tidur, aku diam-diam memotretnya lalu menggambar ulang di tablet. Meski sudah sering melakukannya, kali ini aku sangat berhati-hati karena mau menghadirkan gambar yang mewakili Pak Stevie yang sebenarnya.
"Bagus banget, Na. Kirimin ya." Pak Stevie mengembalikan handphone kepadaku. "Dibayar pakai Michael Kors, nih?"
Aku tergelak. Masih ingat aja dia sama becandaanku.
"Dengan ksmampuanmu ini, kamu bisa sukses. Kamu juga bisa animasi." Pak Stevie meraih tanganku dan menggenggamnya. "Kamu berencana mau jadi apa nantinya?"
Aku refleks mengerang. "Pak, kita di Bali. Itu di sepan pantainya cantik banget lho. Pembahasannya bisa kali disimpan buat one on one di kantor."
Pak Stevie tertawa. "Benar juga."
Aku beringsut mendekatinya, lalu merebahkan kepala di pundaknya. Sementara itu, matahari Bali mulai turun dan meninggalkan langit berwarna oranye. La Brisa sangat ramai sore ini, tapi aku tidak peduli karena yang ada di benakku hanya Pak Stevie.
Pak Stevie merangkulku, membuatku beeingsut kian dekat dan meringkuk di pelukannya. Kehangatan yang memancar dari tubuhnya membangkitkan hasratku.
Aku menumpukan tangan di dadanya. Otot-ototnya berkedut di bawah sentuhanku.
Pembicaraan saat makan siang tadi masih menguasai benakku, tidak peduli sekuat apa pun aku menyingkirkannya.
Aku punya pilihan untuk menyelamatkan hatiku. Menyudahi hubungan ini adalah salah satunya. Aku mungkin akan patah hati, tapi aku bisa mengatasinya. Pilihan itu terasa lebih masuk akal, dan juga baik untuk hatiku.
Namun ada bagian lain di hatiku yang tidak ingin berjauhan dengannya. Sisi hatiku menolak untuk menyudahinya. Aku membutuhkannya. Aku menginginkannya.
Dan bagian ini lebih dominan. Karena saat ini, aku mengesampingkan perasaan cintaku untuk Pak Stevie, dan memilih untuk menyakiti diriku lebih dalan lagi.
Meski yang kudapatkan hanyalah tubuhnya, bukan hatinya, bagiku itu sudah cukup.
Aku mengusap dadanya. Menyentuh kulitnya yang terasa hangat akibat matahari sore. Pak Stevie menggeram pelan, membuatku sontak tertawa.
"Na..." desisnya.
"Ya?" I play innocent.
"Stop touching me."
"Why?" Tanyaku.
Sekali lagi, Pak Stevie menggeram. "I'm hard."
Sebaris semyum mencuri keluar di wajahku. Aku menunduk untuk bersembunyi dari Pak Stevie.
"And I'm wet," balasku, lalu mencium dadanya.
Aku bisa merasakan tubuhnya menegang.
Pak Stevie meraih daguku lalu menarik wajahku hingga berhadapan dengannya. Tangannya berada di bagian belakang kepalaku. Dia mendorong kepalaku hingga bibirku mendarat di atas bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Pak!
ChickLitNina Alexandra Fresh Graduate yang baru mulai menapak karier. Selalu tertarik pada laki-laki yang lebih tua sehingga dijuluki mengalami Daddy's Issue. Diam-diam tertarik pada atasannya, dan menjalani hubungan tanpa masa depan. Stevie Andika Kawilara...