Waktu berjalan dengan cepat. Deadline yang semakin mepet membuat waktu berjalan jauh lebih cepat.
Tidak ada kejadian besar yang membuat waktuku tersita. Hubunganku dan Pak Stevie baik-baik saja. Aku sudah sepenuhnya tinggal di apartemennya. Awalnya butuh penyesuaian, tapi tidak lama. Apartemen itu terasa seperti milik kami berdua. Saat ini, apartemen itu adalah tempat paling nyaman yang kumiliki sebagai tempat pulang.
Seks dengan Pak Stevie juga menyenangkan. Meski ada kalanya kami sama-sama terkapar tanpa ada tenaga tersisa setelah dirundung lembur. Aku melihat hubungan ini berjalan dengan sehat. Aku menikmatinya. Aku yakin Pak Stevie juga menikmatinya.
“Done.”
Regy memutar kursinya sambil tertawa lepas. Di sampingnya, aku menarik napas lega. Setelah berbulan-bulan terlibat proyek besar, akhirnya kami sampai di titik akhir. Begitu Regy mengirim report campaign tersebut, artinya kerja keras selama ini selesai.
“Pak, sent ya.” Regy berseru saat Pak Stevie melintasi ruangan. Dia membalas dengan acungan jempol.
“Dasar bapak-bapak.” Aku terbahak.
“Pacar sendiri dikatain,” timpal Regy.
“Siapa yang ngatain. Dia emang pacar gue, tapi kan udah tua. Udah bapak-bapak.”
“Enak, ya, pacaran sama bapak-bapak?” ledek Regy.
Aku mengulum senyum. “Full service, Gy. Bikin puas pokoknya.”
Regy menampakkan gestur ingin muntah. Dadaku terasa lega saat membalas Regy dengan tawa. Sebuah tawa yang menandakan bahwa tak ada lagi beban yang mengganggu.
Aku menghabiskan sisa hari dengan menyelesaikan pekerjaan. Suasana hatiku yang riang membuat waktu berjalan cepat. Aku tersentak saat Pak Stevie menyentuh pundakku.
“Pulang, yuk. Tapi, aku ke toilet dulu. Ketemu depan lift.” Pak Stevie menepuk pundakk lembut sebelum berlalu.
“Makin go public aja lo,” goda Regy.
Aku membereskan isi tas sambil menanggapi Regy. “Seisi kantor ngomongin gue dan si Bapak, ya sekalian aja gue kasih bahan obrolan. Biar mereka enggak kesulitan nyari topik.”
Regy menganggukkan kepalanya sambil menyengir. “Terus, balik banget, nih?”
Aku menyandang shoulder bag milikku, dan menghadap Regy. “Gy, orang-orang di sini ngomongin seks antara gue dan Pak Stevie. Ya mending kami ngeseks beneran, biar omongan mereka enggak jadi fitnah.”
Regy melemparku dengan gulungan kertas dan aku tidak sempat menghindar sehingga kertas itu mendarat di pundakku. Aku meninggalkan Regy sambil tertawa lepas.
Pak Stevie sudah menunggu di depan lift. Dia langsung tersenyum saat melihatku. Aku berlari kecil dan menyambut uluran tangannya.
“Let’s go home,” bisiknya. Pak Stevie merangkul pundakku dan menarikku mendekatinya.
Aku menengadah dengan cengiran lebar di wajahku. “Yes, Pak!”
***
Aku dan Pak Stevie terkapar dengan napas terengah-engah setelah dia memuntahkan semua spermanya di dalam tubuhku. Setelah napasku mulai terkendali, aku beringsut mendekat ke pelukannya dan menjadikan dadanya sebagai bantal.“Proyek kita sudah kelar.” Aku membuka obrolan.
Setelah tersimpan begitu lama, akhirnya tidak ada lagi alasan untuk menghindar dari satu-satunya masalah yang tersisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Pak!
ChickLitNina Alexandra Fresh Graduate yang baru mulai menapak karier. Selalu tertarik pada laki-laki yang lebih tua sehingga dijuluki mengalami Daddy's Issue. Diam-diam tertarik pada atasannya, dan menjalani hubungan tanpa masa depan. Stevie Andika Kawilara...