Deny It First

88.9K 2.9K 155
                                    

Stevie

Dengan satu tangan menopang kepala, aku tidak bisa melepaskan pandangan dari Nina yang masih tidur. Beberapa helai rambut terjatuh menutupi wajahnya. Nina punya kebiasaan tidur dengan mulut terbuka, dan dia enggak bisa diam. Semenjak ada Nina, aku enggak bisa tidur nyenyak karena sering terbangun oleh tendangannya yang tiba-tiba.

Pagi ini, aku kembali dibangunkan oleh tendangan Nina. Saat melihatnya yang masih nyenyak, kantukku hilang dan aku enggak berniat melanjutkan tidur. Sebagai gantinya, aku malah memandangi wajah Nina.

Percintaan semalam masih berbekas di ingatanku. Pertama kalinya aku merasakan pagutan vagina perempuan tanpa ada kondom yang menghalangi. Permintaan Nina berisiko besar, dan aku seperti manusia bodoh mengiyakan permintaan itu. Sedikit pun enggak ada niat untuk menolak.

Sekarang aku makin terjebak dalam pesona yang dimiliki Nina.

Kehadiran mantannya membangkitkan sisi binatang dalam hatiku. Aku sampai menahan diri untuk tidak menghambur ke arah mereka dan menarik Nina menjauh. Darahku mendidih saat Nina akrab dengannya. Pertahananku runtuh ketika melihat dia memeluk Nina. Aku refleks menghampiri, sekalipun akal sehat menyuruh melakukan hal sebaliknya. Saat tahu dia mantannya Nina, aku menjadi lebih protektif. Rasanya tidak rela melihat Nina pernah berbagi dirinya dengan laki-laki lain.

Aku merasa begitu egois, tidak terima kalau aku bukan yang pertama di hidup Nina. Sementara aku jauh lebih berengsek karena tidak terhitung berapa banyak perempuan yang pernah hadir di hidupku sebelum NIna.

Perasaan ini tidak asing bagiku. Aku pernah merasakannya dulu. Sekarang, perasaan itu tiba-tiba muncul.

Aku tidak ingin terjebak dalam perasaan yang sama untuk kedua kalinya.

Namun, sulit untuk menyangkal kehadiran Nina. Tanpa disadarinya, dia membuatku nyaman dan tidak ingin hubungan ini hanya sebatas bersenang-senang. Persetan dengan perjanjian yang pernah kubuat bersamanya, aku ingin Nina.

Selamanya tidak pernah ada dalam hidupku. Bagiku, hanya ada hubungan sementara. Aku akan melepaskan Nina jika dia menemukan laki-laki yang bisa memberikan seluruh hati dan hidupnya, karena dia berhak untuk itu.

Sebab aku tidak bisa menyerahkan seluruh hatiku untuknya.

Hatiku telah lama mati. Bersama cinta yang dulu kurasakan dan berakhir menyakiti.

Aku menghela napas panjang, sekaligus menegaskan pada diri sendiri bahwa perasaanku kepada Nina tidak sama dengan yang pernah kurasakan dulu. Nina membuaiku, membuatku lupa kalau hubungan ini sebatas fisik. Tidak lebih. Sekarang aku harus berusaha keras mengingatkan diriku agar tidak terlena begitu dalam.

Tidak ada tempat untuk cinta. Aku pernah merasakannya sekali. Ketika cinta itu berakhir, hatiku mati.

Aku beranjak dari tempat tidur dan mengambil pakaian bersih di dalam lemari. Nina masih terlelap dalam tidurnya ketika aku keluar dari kamar. Rutinitas baru bersama Nina membuatku nyaman, dan meskipun kenyamanan ini berbahaya, aku tidak punya nyali untuk mengakhirinya. Aku menginginkan Nina. Aku membutuhkan NIna.

Tubuhku membutuhkan Nina.

Jika biasanya aku yang mengakhiri hubungan setiap kali merasa tercekik, kali ini aku menyerahkannya kepada Nina. Aku tidak ingin menyudahi hubungan ini. Jika NIna menemukan laki-laki yang layak mendapatkannya, aku akan melepaskan Nina.

Aku sedang membuat sarapan ketika menerima telepon dari Oslo.

"Kasih akses. Gue di bawah."

"Fuck off," balasku. Oslo punya kebiasaan untuk datang di saat yang enggak tepat. Ada Nina di kamarku, dia bisa keluar kapan saja dan aku enggak mau Oslo mendapatinya di sini.

Yes, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang