Drunk on You

49.1K 2.9K 75
                                    

Oh crap...

Kali ini, umpatan itu kutujukan untuk perempuan baya yang menyambutku saat aku sampai di apartemen Pak Stevie. Mengapa aku harus bertemu ibunya malam ini?

Hari ini, semua orang benar-benar berkonspirasi untuk menghancurkanku.

Dengan langkah gontai, aku memasuki apartemen. Aku tidak mungkin tiba-tiba memutar arah, karena tindakan itu sama saja dengan membuatku terlihat seperti pengecut. Jadi, dengan dagu diangkat tinggi, aku menghadapi Nyonya Besar Maretha Kawilarang yang menatapku dingin. Kusadari, tidak ada tempat untuk mencari perlindungan.

Sejak berhubungan dengan Pak Stevie, aku mencari tahu lebih jauh tentang ibunya. Perempuan tersebut masih cantik di usia yang menginjak tujuh puluh tahun. Hanya keriput di sudut mata yang memberikan tanda-tanda usia di wajahnya. Dia masih aktif di banyak acara sosial, terutama yang berhubungan dengan lingkungan, juga mengelola yayasan yang bergerak di bidang pendidikan. Di saat seharusnya dia beristirahat dan menikmati masa tua dengan tenang, Maretha Kawilarang masih sibuk dengan semua sosialisasinya.

Aku yakin Mama akan cocok bergaul dengan perempuan seperti beliau. Perempuan yang tidak ragu mengorbankan keluarga demi citra, uang, dan nama baik di mata publik.

"Kamu tinggal di sini?"

Aku sudah membuka mulut untuk melontarkan kebohongan, tapi percuma. Sepintas lihat, siapa pun akan tahu kalau aku tinggal di sini. Sebelum aku berhubungan dengan Pak Stevie, apartemen ini terkesan dingin dan maskulin. Sekarang, ada banyak sentuhan perempuan di setiap sudut apartemen.

"Sudah sejauh mana hubunganmu dan Stevie?" tanyanya lagi. Nada suaranya terdengar dingin dan menusuk. Perempuan baya ini sama sekali tidak menyembunyikan rasa bencinya. Ekspresi wajahnya memperlihatkan penilaiannya terhadapku dengan jelas.

"Baru beberapa bulan," jawabku.
Sebelah alisnya terangkat. Aku tahu, bukan itu jawaban yang ingin didengarnya.

"Berapa umurmu?" tanyanya lagi. Kali ini, dia menatapku penuh penghakiman.

"Dua puluh dua."

Ekspresinya membuat hatiku mencelus. Aku tidak berani membayangkan penghakiman apa saja yang saat ini ada di benaknya.

"Apa yang kamu mau dari Stevie?"

His heart.

Itu jawaban yang sebenarnya, tapi bukan jawaban itu yang ingin didengarnya.

"I love him." Bahkan, setelah semua yang terjadi, aku masih bsia menjawab dengan yakin tentang perasaanku kepada Pak Stevie.

"Dia terlalu tua untukmu," timpalnya.

"Aku tahu. Aku juga menyadarinya."
"Tapi, kamu masi jatuh cinta kepadanya?" tanyanya lagi.

Aku mengangguk. Ada keyakinan di balik anggukan itu.

"Kamu tahu Stevie tidak pernah serius? Kamu berharap dia mau menikahimu?" cecarnya.

Aku tahu hal itu. Aku bahkan melihat dengan mata kepalaku sendiri, betapa mudahnya Pak Stevie berganti dari satu hubungan ke hubungan lainnya. Sejak awal dia sudah menegaskan kepadaku bahwa hubungan ini hanya untuk sementara.

Namun, dalam perjalanan aku jatuh cinta kepadanya. Kalau yang dikatakannya benar, Pak Stevie juga mencintaiku.

Against all odds.

Hubungan ini mungkin tidak akan bisa diterima oleh akal sehat. Namun, bukankah cinta seringkali berada di luar logika?

Meski hubungan ini diawali oleh permainan, jauh di dalam hati, aku tidak bisa menolak kehadiran harapan yang menginginkan hubungan ini untuk selamanya. Sampai sekarang pun, harapan itu masih ada.

Yes, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang