Someone From The Past

53.4K 3.3K 302
                                    

Aku buru-buru beranjak dari pintu kamar dan memastikan pintu itu menutup sepenuhnya ketika melihat Pak Stevie meninggalkan ruang tamu. Aku menyambar buku dari rak dan berpura-pura membacanya agar tidak ketahuan kalau sejak tadi aku menguping pembicaraan Pak Stevie dan ibunya.

Aura dingin begitu terasa di antara percakapan itu. Melihat Pak Stevie dan ibunya tak ubahnya seperti hubunganku dan Mama. Sedikit pun tidak ada kehangatan sebagaimana layaknya ibu dan anak.

Beragam pertanyaan bermain di benakku. Aku mempertanyakan Sandra dan apa yang sebenarnya terjadi di antara dirinya dan Pak Stevie. Aku yakin ada andil ibunya di balik berakhirnya hubungan mereka. Namun aku juga yakin, kebenaran tidak sesederhana itu. Pak Stevie masih tertutup dan Sandra masih menjadi misteri yang membuatku tidak bisa tenang.

Bahkan pelukan Pak Stevie tidak bisa menenangkanku, meskipun dia berusaha meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Ada bagian kecil hatiku yang tidak percaya semua akan baik-baik saja.

Begitu banyak misteri.

"Kenapa, Na?"

Pertanyaan Pak Stevie membuatku tergagap. Dia menatapku lekat-lekat, membuatku yakin dia bisa melihat ke balik pertanyaan yang tersimpan di benakku.

Aku sudah membuka mulut, siap melontarkan pertanyaan yang terkunci di ujung lidah.

"Kamu dengerin obrolanku dan Mama." Pernyataan itu keluar dari mulut Pak Stevie.

Dia menangkup kedua sisi wajahku sehingga aku terpaksa mendongak untuk menatapnya. Percuma saja mengelak, Pak Stevie tahu aku menguping sepanjang obrolan mereka.

"Siapa Stephanie?" Seharusnya aku bertanya soal Sandra, tapi yang keluar dari mulutku adalah nama Stephanie.

Pak Stevie tersenyum tipis. "Adikku. Kenapa?"

Mataku terbelalak saat mendengar jawaban itu. Lalu, aku pun teringat saat dilanda cemburu ketika nama itu selalu muncul di panggilan masuk Pak Stevie. Aku sempat menduga Stephanie sebagai salah satu perempuan yang pernah berhubungan dengannya. Kenapa aku tidak pernah berpikir bahwa Stephanie adalah adiknya?

"Kamu cemburu sama Stephanie?"

Aku mendengkus. Pipiku pasti sudah sangat merah sekarang. Apalagi, Pak Stevie malah tertawa, membuatku semakin ingin menghindar darinya.

"Dia nelepon terus. Makanya aku pikir dia mantan yang enggak terima diputusin. Bisa aja, kan? Track record kamu begitu." Aku bergumam pelan.

Pak Stevie masih saja tertawa ketika dia menarikku ke pelukannya. Tubuhnya bergetar karena tidak bisa mengendalikan tawa. Di pelukannya, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum. Setidaknya, pembahasan tentang Stephanie bisa mengurai suasana kaku yang terbentang saat ini.

Aku menghela napas panjang. "Aku harus gimana? Maksudku, ibumu..." Aku enggak bisa menyelesaikan pertanyaan itu karena kembali dilanda malu.

Aku tidak akan bisa lupa ekspresi ibu Pak Stevie saat menatapku. Ada amarah di sana, juga rasa jijik dan ekspresi merendahkan. Terlepas dari buruknya hubungan Pak Stevie dan ibunya, aku ingin memberikan kesan positif di pertemuan pertama. Semuanya buyar, karena aku baru saja memberikan cap negatif di keningku sendiri.

"Aku enggak pernah main-main denganmu. Apa pun pendapat Mama atau keluargaku, mereka enggak punya hak dalam menentukan hubungan kita. Aku yang memegang kontrol di sini." Pak Stevie melepaskan pelukannya, tapi kedua tangannya masih menangkup kedua sisi wajahku. Aku mendongak dan langsung dihantam oleh tatapannya yang menyala tajam. "Kamu milikku, Nina. Dan aku milikmu. Enggak ada yang bisa mengubah kenyataan itu."

Yes, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang