Me on Top

175K 2.8K 24
                                    

Pak Stevie melepaskan koper berisi pakaianku sebelum mendorongku ke dinding. Bibirnya langsung membungkamku. Tangannya berusaha membuka pakaianku, meski terhalang oleh banyaknya kancing.

"Lo pakai baju apa, sih, Na?" Gerutunya saat kesulitan membuka kancing bajuku.

Nafsu yang menguasainya begitu membara sehingga Pak Stevie menarik paksa bajuku hingga kancingnya terlepas. Aku terpekik, tapi enggak protes. Cuma bajuku yang rusak, harga yang teramat murah untuk dibayar dengan seks menggelora.

Bibirnya beralih ke payudaraku. Lidahnya menjilatiku. Bibirnya mengulum putingku yang sensitif. Bakal janggutnya terasa menggelitik, memberikan sensasi berbeda yang membuatku menggelinjang.

Karena dia aku jadi percaya nipple orgasm beneran ada, enggak sekadar omong kosong film biru. Jika dia terus menyerangku seperti ini, aku bisa orgasme hanya karena dia melumat habis payudaraku.

Not that I'm complaining.

Meskipun malam ini aku merasa begitu lusuh. Setelah bekerja seharian, kena asap barbeku dan kulitku yang berminyak, tapi Pak Stevie tidak peduli. Kilat di matanya menunjukkan dia menginginkanku.

"Pak..." desisku. Hisapannya membuatku kesulitan mengatur napas. Tubuhku menggelinjang seiring permainan lidahnya yang memabukkan. Aku menekankan tangan dan punggung ke dinding agar tidak rubuh.

Aku menjerit ketika dia memberikan gigitan kecil di putingku.

Pak Stevie beralih ke payudara kiriku sementara tangannya berusaha membuka celana jeans yang kupakai. Untung dia enggak merusak celana itu. Menggunakan kaki, aku berusaha melepaskannya hingga aku berdiri di depannya hanya memakai celana dalam.

"Pak..." jeritku ketika jarinya menyibak celana dalamku dan menyentuh kewanitaanku. Gumamannya terdengar tidak jelas karena mulutnya masih menggerayangi payudaraku.

Pak Stevie menyentuh kewanitaanku yang sudah sangat basah. Dia menusukku dengan jarinya, membuatku kembali menjerit.

Aku baru menyadari kalau seks enggak selamanya harus berupa pertemuan penis dan vagina. Dengan mulutnya yang melumat payudaraku, dan jarinya yang mengoyakku, aku bisa merasakan oegasme.

Mataku berkunang-kunang saat gelombang itu menyapa. Aku harus mencengkeram pundaknya erat-erat saat teriakanku memecah keheningan apartemen ini.

Pak Stevie menciumku saat aku masih menenangkan diri. "Pretty Nina."

Aku tersenyum lemah sementara dia menciumi seluruh wajahku. Tindakan yang kembali memancing nafsu.

Pak Stevie membawaku ke kamar mandi. Di bawah pancuran shower, aku kembali menjeput rasa puas.

***

"Bokong lo minta diremas banget, ya." Pak Stevie meremas kedua bongkahan bokongku sementara penisnya mengoyak tubuhku tanpa ampun.

Aku berpegangan ke sandaran sofa. Kakiku mulai terasa lemah. Pak Stevie memegang pinggangku dan menggerakkan tubuhku untuk menyambut hantaman penisnya. Dia berdiri kokoh di belakangku, menggagahiku dengan penisnya yang besar dan memenuhi seluruh tubuhku.

Setiap hentakan yang diberikannya membuatku semakin menginginkan lebih. Tidak peduli bokongku terasa perih saat beradu dengan kulitnya.

I want him to fuck me hard.

"Lo puas sama kontol gue, Na?"

Aku mengangguk. Suaraku tidak bisa keluar, hanya rintihan yang terdengar.

Pak Stevie kembali menghunjamkan penisnya.

"Cuma kontol gue yang bisa bikin lo keenakan begini."

Enggak ada yang salah dengan ucapannya.

Saat sentakan demi sentakan tidak lagi bisa membuat kakiku kuat menampung tubuhku sendiri, dan mulai ada tanda-tanda aku akan dihajar orgasme, Pak Stevie mengangkat tubuhku hingga bersandar di dadanya. Dia mencengkeram rahangku dan menarik wajahku untuk menatapnya.

"Look at me when you come."

Tatapan matanya begitu menggelora, diselimuti nafsu. Dia begitu menghipnotis. Aku tidak bisa mengalihkan wajah darinya. Sampai orgasme menyapa dan aku menjerit puas, Pak Stevie masih memakuku ke dalam tatapan matanya.

***

Aku enggak punya tubuh seksi seperti supermodel. Tinggiku standar dengan berat ideal. Aku tidak suka berlatih di gym sehingga tubuhku tidak seliat Pak Stevie. Meski tidak punya lekuk menggiurkan, aku menyukai tubuhku.

Namun, aku tidak pernah sepercaya diri ini.

Semula aku pikir posisi woman on top hanya untuk perempuan seperti Alessandra Ambrossio. Nyatanya, perempuan sepertiku bisa terlihat seksi saat berada di atas. Apalagi yang berada di bawahku adalah Pak Stevie, yang setiap patah kata yang keluar dari mulutnya membuatku sadar akan sisi liar di dalam diriku.

Pak Stevie memegang pinggangku saat aku membuat gerakan memutar.

"Shit. Do it again." Dia menggeram dan aku melakukan gerakan yang sama berkali-kali. Pak Stevie menengadah, matanya terpejam, napasnya tersengal-sengal.

Melihatnya yang begitu menikmati, aku jadi terpacu.

Aku berjongkok dengan tubuhnya berada di antara kedua kakiku. Penisnya melesak dengan sangat dalam. Aku menarik napas panjang sebelum menaik turunkan tubuhku.

"Fuck, Na. Kontol gue lo apain?"

Aku tersenyum pongah. Melihat Pak Stevie yang tidak berdaya membuat gerakanku kian cepat. Aku meraih tangannya dan menyentuhkannya ke payudaraku. Dia memberikan remasan yang membuatku semakin menggila dalam melahap penisnya.

Satu tangannya beranjak menuju klitorisku. Ibu jarinya mengusap dengan ritme seirama gerakan tubuhku.

"Your pussy is damn good. Ride me hard." Aku mengikuti perintahnya. "Ambil kontol gue, Na. Semuanya."

Gerakanku makin cepat. Meski awalnya karena aku ingin memanjakannya, nyatanya Pak Stevie-lah yang membuatku tak berdaya.

"Pak, aku mau sampai."

"Yes, keluarin semuanya," pintanya.

Saat gerakan tubuhku mulai tak terkendali, Pak Stevie yang mengambil alih. Dia menyentakku dengan dalam.

Pandanganku kembali berkunang-kunang saat gelombang puas menyapa. Perutku berkedut, memberikan sensasi nikmat tak terperi. Tubuhku yang bergetar mendadak rebah ke dadanya. Pak Stevie menyambutku dengan ciumannya.

"Gue juga mau keluar," bisiknya.

Pak Stevie memutar tubuhku hingga aku kini berbaring dan dia tampak begitu menguasai saat berada di atasku. Gerakannya mulai tak terkendali. Racauannya terdengar tidak jelas. Tubuhnya mulai bergetar. Hingga tiba di satu titik, diiringi geraman panjang, Pak Stevie mencabut penisnya dari tubuhku. Dia membuka kondom, melemparnya ke sembarang arah, lalu menumpahkan cairannya ke dada dan perutku. Sekali, cairannya mengenai wajahku dan aku menerimanya dengan senang hati. Pak Stevie mengusapkan kepala penisnya di putingku sampai tak ada cairan yang tersisa.

"Don't. Jangan dibersihin." Aku mencekal lengannya yang hendak beranjak untuk mengambil handuk.

Pak Stevie berbaring di sampingku. Ekspresi damai dan puas di wajahnya membuatku bangga karena akulah yang menghadirkan ekspresi itu.

"Good night, Nina."

Malam itu, aku terbaring di dada Pak Stevie. Meski gerakan napasnya terdengar teratur dan dengkuran ringan menandakan dia sudah tertidur, aku masih terjaga dengan senyum di wajah dan sisa orgasme yang membuatku yakin...

Aku sudah terikat dengan Pak Stevie.

Yes, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang