Without You

54.2K 2.5K 94
                                    


Stevie

Aku menghela napas panjang begitu memasuki apartemen. Baru satu langkah, mataku terpaku pada payung pink yang disimpan di foyer.

Payung milik Nina.

Payung yang menandakan Nina pernah hadir dan tinggal di sini. Ini hanya satu dari sekian banyak kenangan yang ditinggalkannya. Ke mana pun aku memandang, selalu ada jejak yang tertinggal di apartemenku.

Majalah Cosmopolitan yang ada di rak buku. Novel favorit Nina yang bergabung dengan buku bacaanku di dalam rak. Camilan dan junk food yang mendominasi isi kulkas. Cokelat kesukaan Nina yang selalu ada di kulkas agar dia enggak bete kalau sedang butuh asupan gula.

Sewaktu mengambil minum, hatiku mencelus saat melihat post it yang ditempelkan Nina di pintu kulkas. Aku mengambil salah satu post it, dengan tulisan Nina yang bulat dan lucu.

Don’t forget to buy me chocolate.”

Aku tersenyum sambil mengusap jejak tulisannya. Aku akan membeli semua cokelat di dunia ini, kalau itu bisa membuat Nina kembali kepadaku.

Jejak Nina semakin terasa saat aku memasuki kamar. Sebelum ada Nina, kamar itu terasa dingin. Tidak pernah ada yang kuajak ke sini sebelumnya. Selalu ada yang pertama dalam segala hal, dan dalam hidupku, Nina memberikan banyak pengalaman pertama untukku.

Hatiku mencelus saat membuka lemari. Tidak ada lagi pakaian monokrom yang selama ini mengisi lemari, karena pakaian warna warni milik Nina membuat pakaianku tergeser. Aku tak peduli. Kalaupun Nina mau mengisi semua lemari dengan pakaiannya, aku akan memberikannya dengan senang hati.

Aku akan memberikan apa pun, selama bisa mengembalikan Nina ke dalam hidupku.

Aku membaringkan tubuh di tempat tidur. Tanganku terulur mengusap bantal yang biasa dipakai Nina. Wangi bunga memenuhi penciumanku. Aroma sampo yang tertinggal di bantal membuatku semakin merindukan Nina. Aku mendekap bantal erat-erat, menghirup sisa aromanya yang tertinggal, sambil berharap Nina mau menerimaku kembali.

Hidupku tidak lagi sama tanpa Nina. Tidak akan pernah sama.

Aku yakin bisa hidup sendiri, seperti yang kujalani sebelum ada Nina. Namun, aku tidak mau menjalani kehidupan yang sepi seperti itu.

Ada banyak hal yang pernah terjadi padaku. Aku pernah terluka sampai menutup hati. Nina memberiku kesempatan untuk melepaskan diri dari jeratan luka masa lalu tersebut. Nina membuatku bangkit dari bayangan kelam yang merantaiku selama ini. Aku pernah bahagia. Nina membuatku tahu rasanya bahagia.

Aku ingin merasakannya lagi. Untuk itu, aku membutuhkan Nina.

Tubuhku terasa berat saat memaksakan diri bangkit berdiri. Malam ini, aku kembali tidur di kamar tamu. Itu caraku untuk mengurangi sakitnya siksaan yang kurasakan saat mengenang keberadaan Nina di kamar.

Aku keluar dari kamar, bersamaan dengan sensor pintu yang berbunyi menandakan ada seseorang yang masuk ke apartemenku. Jantungku berdebar hebat, berharap Nina yang membuka pintu dan…

She’s here.

Aku tercekat saat mendapati Nina berdiri di depan pintu. Napasnya terengah-engah, seperti seseorang yang kehabisan napas setelah lari panjang.

“Nina?”

Pertanyaanku terdengar lantang di apartemen yang mendadak hening.

“Pak…”

Aku sudah membuka mulut untuk bertanya, tapi Nina berlari mendekatiku. Dia melompat ke pelukanku. Selanjutnya, aku merasakan bibirnya membungkamku.

“Kiss me,” pintanya.

Yes, Pak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang