Bunyi ketukan di pintu membuatku menjerit tertahan. Sudah malam, siapa sih yang iseng bertamu malam-malam begini?
Alih-alih bangkit dari tempat tidur, aku malah mengangkat selimut tinggi-tinggi sampai tersembunyi sepenuhnya di balik selimut. Namun ketukan itu enggak berhenti. Sambil bersungut-sungut, aku terpaksa menendang selimut dan menuju pintu, sebelum ketukan itu menimbulkan masalah lebih lanjut dengan tetanggaku yang terganggu.
Aku membuka pintu dengan keras. Aku sudah membuka mulut untuk mengomeli tamu tak diundang itu, tapi sebuah ciuman membungkamku.
Tubuhku terdorong mundur hingga masuk ke dalam kamar oleh kekuatan besar yang sulit ditolak. Bunyi pintu yang menutup tidak membuat ciuman itu terputus.
Aroma parfum Pak Stevie sudah akrab dengan hidungku. Sekarang, aroma parfum itu memenuhi seisi kamar saat dia mendorongku hingga terdesak ke meja kerja. Pak Stevie mengangkat tubuhku dan mendudukkanku di meja, tanpa mengurai ciuman.
Hanya butuh sedetik untuk kaget. Di detik kedua, aku sudah membalas ciumannya.
Sepanjang hari ini, dia enggak ada di kantor. Pak Stevie mengawasi syuting iklan di luar kantor. Dia cuma mengirim pesan singkat yang memintaku untuk kembali bermalam di tempatnya.
Gimana caranya masuk ke apartemen itu karena aku enggak punya akses? Males banget harus nungguin dia di kantor. Sekarang aja sudah lewat pukul sepuluh ketika dia tiba-tiba nongol di kosanku.
"Pak..." desahku saat Pak Stevie akhirnya melepas ciumannya.
Pak Stevie mengambil jarak dariku. Namun, kakiku telanjur lemah dan enggak bisa digerakkan sehingga aku bergeming di atas meja dengan jantung berdebar dan kewanitaanku yang memberontak untuk dipuaskan.
"Kok ke sini, sih, Pak?" Aku memaksakan diri untuk bertanya.
Tidak ada jawaban dari Pak Stevie. Tangannya dengan cekatan membuka jaket, diikuti kemeja yang dipakainya. Kedua pakaian itu berakhir di lantai kamarku. Tatapan Pak Stevie terlihat membara saat membuka celananya.
Aku menelan ludah ketika melihat Pak Stevie dalam balutan boxer. Tentu saja, boxer itu tidak bisa menyembunyikan kejantanannya yang membengkak.
Ini bukan kali pertama, tapi aku masih terkesiap saat Pak Stevie meloloskan boxer itu dari kakinya dan kejantanannya menantang di hadapanku.
Besar dan gagah, siap memporak porandakan kewanitaanku yang lemah.
Pak Stevie kembali memutus jarak denganku. Bibirnya menuju bibirku, tapi aku menghindar.
"Kangen gue, Pak?" ledekku.
Sebuah tawa meluncur dari mulutnya. "Kangen susu lo."
Aku masih ingin meledeknya, tapi remasannya di payudaraku membuatku refleks melenguh. Aku cuma memakai piyama, tanpa bra, karena sudah bersiap untuk tidur. Pak Stevie membuka piyamaku, membuatku bergidik ketika dingin AC menyentuh kulit.
Bibirya melumat payudaraku. Putingku sudah menegang dan keras, seakan sejak tadi menunggu kehadirannya. Aku menggigit bibir meningkahi serangannya di payudaraku. Satu-satunya yang ingin kulakukan saat ini adalah berteriak dan menikmati cumbuannya. Namun aku tidak mau menimbulkan keributan di kosan.
Pak Stevie mengangkat tubuhku, sedikit pun tidak melepaskan cumbuannya di payudaraku, lalu berjalan mundur hingga ke tempat tidurku. Dia mendudukkan tubuhnya di sana, dengan aku berada di pangkuannya.
"Damn, Nina. Susu lo bikin kangen juga."
Aku menenggelamkan wajah di lehernya untuk meredam lenguhan yang siap keluar kapan saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Pak!
ChickLitNina Alexandra Fresh Graduate yang baru mulai menapak karier. Selalu tertarik pada laki-laki yang lebih tua sehingga dijuluki mengalami Daddy's Issue. Diam-diam tertarik pada atasannya, dan menjalani hubungan tanpa masa depan. Stevie Andika Kawilara...