Mark tidak harus di rawat karena tidak ada luka serius setelah melewati berbagai pemerikasaan, kakinya juga hanya sakit sedikit bengkak dan lebam karena tertindih badan motor.
Mark pulang menjelang siang karena harus menunggu hasil pemeriksaan.
Tapi tetap saja Dia pincang dan harus menggunakan tongkat.Ayah meminta Bibi untuk membereskan kamar di lantai bawah supaya Mark tidak harus susah-susah naik tangga untuk ke kamarnya.
"Kurang perhatian apa Ayah sama kamu" ucap Ayah saat Mark sudah membaringkan tubuhnya.
"Ya kan itu emang kewajiban, Mark kan ada karena keinginan Ayah ya Ayah harus ngurusin Mark lah" ucap Mark.
"Capek ngomong sama kamu, Ayah mau ke kantor kamu kalo butuh apa-apa minta ke Bibi dan jangan kemana-mana" ucap Ayah.
"Kalo gitu transfer uang bulanan Mark yang setengah" ucap Mark.
"Uangnya udah buat bayar rumah sakit" ucap Ayah.
"Kalo gitu minta buat benerin motor" ucap Mark.
"Kamu itu yah ada aja" ucap Ayah.
Karena ini sudah siang jadi Jevan dan Jake sudah pulang. Mereka fikir kalo Mark belum pulang.
Namun melihat Bibi yang berjalan menuruni tangga sambil membawa satu keranjang baju membuat Jevan akhirnya bertanya.
"Baju siapa Bi?" Tanya Jevan.
"Punya Tuan Mark" ucap Bibi.
"Mark?" Jevan menaikan satu alisnya mendengar itu.
"Iya, Tuan besar meminta Tuan Mark untuk menempati kamar bawah" Bibi.
Jevan menarik Jake yang sudah akan menaiki tangga untuk mengikuti Bibi ke kamar yang Mark tempati sekarang.
"Heyooo Brother" ucap Jevan melompat ke samping Mark dan hampir saja menyenggol kaki Mark.
"Tai Lo, kena kaki Gua nanti!" Kesal Mark.
"Tuan saya permisi" ucap Bibi setelah menata baju Mark di dalam lemari.
Bibi keluar lalu menutup pintu meninggalkan ke tiga putra dari tuan besarnya dalam satu kamar. Ya semoga saja tidak ada perkelahian.
"Udah balik Lo, kirain di rawat?" Jevan.
"Lo berharap sakit Gua parah?" Mark.
"Iya, minimal di amputasi gitu" ucap Jevan membuat Mark bersiap melayangkan pukulan dan untung saja Jevan lebih dulu menghindar.
Iya menghindar sambil tertawa "kirain mau menuh-menuhin rumah sakit dulu gitu" lanjut Jevan.
"Jake, bantuin Gua ke kamar mandi" ucap Mark ke Jake yang sedari tadi duduk sambil memainkan ponselnya.
"Kenapa harus Gua?" Jake.
"Kan ada Gua" Jevan menatap Mark dengan raut wajah usilnya.
"Rese kalo minta tolong Lo" ucap Mark membuat Jevan terkekeh.
"Gua bantuin elah, kalo perlu Gua mandiin" ucap Jevan berusaha meraih tangan Mark tapi langsung di tepis oleh Mark.
"Gua hajar Lo Jev" Mark.
"Jadi gak nih?" Tanya Jake jengah melihat perkelahian kedua kakaknya. Iya Kakak, persetan apalah itu.
"Jadi, Gua udah pengin mandi" ucap Mark membuat Jake akhirnya membantu Mark berdiri.
"Dan Lo jangan sentuh Gua" peringat Mark ke Jevan yang sudah berniat menyentuhnya tapi Jevan urungkan. Galak banget kakaknya itu kaya anak marmut.
Mark di papah Jake masuk ke dalam kamar mandi.
"Udah, ngapain masih di sini?" Tanya Mark karena Jake masih di dalam kamar mandi.
"Gak mau Gua bantuin?" Jake.
"Ogah, sana keluar"
"Gak usah sok malu, lagian Gua udah pernah liat punya Lo" ceplos Jake membuat Mark benar-benar ingin mengamuk.
Sabar kan lah Mark yang memiliki adek no have akhlak ini.
"Punya adek kaya anjing semua"
Jevan mendengar suara Mark dari kamar mandi setelah itu Ia melihat Jake keluar dari kamar mandi sambil tertawa."Lo apain Mark sampe marah kaya gitu?" Tanya Jevan.
"Gak ada, Lo tungguin tuh Kakak Lo siapa tau butuh bantuan" ucap Jake sebelum berjalan keluar kamar.
"Lah Lo kemana?" Jevan.
"Tidur" ucap Jake membuat Jevan berdecak.
Jake masih menahan tawa setelah memancing amarah sang Kakak tertua. Pantas saja Jevan suka memancing amarah Mark ternyata semenyenangkan itu.
Mark benar-benar harus sabar ya punya dua adek speak dakjal.
"Ngapain Lo!" Ucap Mark masih berdiri di depan pintu kamar mandi dengan berpegangan pada pintu melihat Jevan masih tiduran santai di ranjang. Hanya Jevan.
"Ya Lo liatnya ngapain?"
"Bantuin" ucap Mark.
"Katanya gak mau gua sentuh"
"Cepet Jevan!"
Jevan mendengus sebal dan akhirnya menghampiri sang Kakak yang masih berdiri di depan pintu kamar mandi memakai handuk.
"Pelan" ucap Mark merasakan sakit di kakinya.
"Astaga, ini udah pelan"
"Ambilin Gua baju" perintah Mark yang sudah duduk di pinggir ranjang.
"Bayi banget Lo, minta yang bener" Jevan bersedekap dada.
"Jev!" Mark sudah menatap datar Jevan.
"Ambil sendiri" Jevan yang di tatap seperti itu juga tidak mau kalah.
"Tolong ambilin Gua baju, Jevan" ucap Mark pada akhirnya.
"Kakak" Jevan.
"Hah?" Tanya Mark.
"Ambilin Kakak baju, gitu" ucap Jevan meralat ucapan Mark.
"Fuck you Jev, pergi Lo. Gua bisa mabil sendiri" kesabaran Mark udah sampai ubun-ubun.
"Ya udah" Jevan bersiap pergi.
"Oke, Jevan.. tolong ambilin Kakak baju" ucap Mark pada akhirnya
Jevan berjalan ke arah lemari sambil menahan tawanya takut di amuk Mark.
"Gua pakein sekalian?" Jevan memberikan sepasang baju lengkap pada Mark.
"Keluar deh Lo, kepala Gua pusing ngadepin Lo sama Jake"
"Gak usah galak-galak bos, kalo butuh apa-apa juga manggilnya Gua sama Jake"
"Gak akan" Mark.
"Masaaaaa, yakinnnn gak akan minta bantuan kita?" Sumpah demi apapun Jevan itu sangat menyebalkan di mata Mark sekarang.
"Pergi gak Lo Jev!" Kesal Mark dan akhirnya Jevan pergi meninggalkan Mark juga.
____
Vote juseyo
KAMU SEDANG MEMBACA
✅ He's My Brother
FanfictionHubungan yang sulit untuk Mark Jevan Jake. Mereka 1 ayah tapi beda ibu dan harus tinggal bersama. Cukup memuakan untuk ketiganya karena harus menerima satu sama lain sebagai saudara di usia mereka sekarang. Apakah seiring berjalanya waktu akhirnya m...