Siang itu, Martin sedang mengajak Vano dan Varo berbelanja makanan. Sedangkan Vale, bertugas membantu bundanya di rumah. Usia mereka saat ini baru menginjak 5 tahun. Fase dimana keingintahuan seorang anak sedang memuncak. Begitu juga dengan Vale. Saat tengah sibuk bermain dengan mobil kecilnya, matanya menangkap seorang anak kecil berdiri di halaman rumahnya. Pintu rumah sedang terbuka saat itu, mungkin ayah lupa menutupnya kembali. Namun, anak itu tak berekspresi apapun. Ia hanya diam mematung.
"Hai, kok kamu diem aja? Sini sini" ujar Vale seraya menggerakkan tangannya, mengajak anak itu masuk ke dalam rumahnya. Anak kecil itu tak bergeming, setia dengan diamnya yang sedikit membuat Vale jengah
"Ih ayo masuk ayoo" ujarnya semakin keras hingga sampai di telinga Ratna. Spontan ia langsung membalikkan badan, menghadap anak tengahnya itu
"Kakak, kamu lagi ngobrol sama siapa nak?" ujarnya sedikit berteriak dari pantry. Vale menoleh, kemudian menunjuk ke arah luar
"Ada teman bunda" ujarnya. Ratna yang penasaran, melangkahkan tungkainya menghampiri sang anak. Dengan cepat ia memfokuskan pandangannya, tepat ke arah yang ditunjuk Vale. Detak jantungnya berpacu cepat. Tak ada siapapun disana.
"Kakak, yakin tadi ada temennya kesini? Kayaknya udah pulang ya?"
"Nooo. He's still there. Look at him" Vale tetap pada argumennya. Ratna memastikan penglihatannya sekali lagi. Sama. Tak ada siapapun disana, hanya halaman kosong.
"Sayang.. Sini bunda peluk dulu. Lagi ngantuk ya"
Tanpa basa basi lagi, Ratna merengkuh Vale dengan lembut namun sedikit tergesa. Apa yang anaknya lihat?
.
Malam harinya, Vale jatuh sakit. Suhu tubuhnya mencapai 39°c. Bibirnya sedikit kering, badannya menggigil dan ia terus berucap lirih "Dingin.. Ayah.. Dingin" Martin yang ada di sampingnya langsung menggendong sang anak, memeluknya sayang. Sambil mengelus surai lepek sang anak yang terkena keringat. Kedua saudaranya pun nampak sedih, mereka tau Vale sakit. Mereka juga turut merasakannya.
"Bun, kita bawa ke rumah sakit aja ya? Ini kayaknya suhunya naik lagi"
Tak ada pilihan lain selain mengikuti arahan suaminya. Saat itu juga, ia langsung menelpon Mbak Ani, asisten di rumahnya. Memang, Mbak Ani hanya bekerja dari pagi hingga sore hari. Hanya di situasi tertentu dia harus menginap, seperti sekarang ini
"Ya bu.. Kenapa?" panggilan telpon diangkat
"Mbak tolong menginap di sini, boleh ya mbak? Saya minta tolong . . Vale demam tinggi. Saya sama Mas Martin mau bawa dia ke rumah sakit. Saya titip Varo dan Vano ya mbak."
Setelah mendapat sahutan dari sana, Ratna dengan segera menutup panggilannya. Atensinya kembali teralihkan pada Vale. Wajahnya sudah memucat saat ini
"Kakak, ini bunda sayang. Kakak dengar bunda nak?" ujarnya pada Vale. Namun tak ada jawaban dari Vale. Hanya lenguhan kecil yang keluar dari mulut anak tengahnya itu
"Sayang, hey. Sabar sebentar lagi ya"
Tak lama, terdengar suara ketukan di pintu kamar Vale
"Bu, maaf saya Ani"
Ratna kemudian membuka pintu, tersenyum kecil pada Mbak Ani
"Mbak maaf ya merepotkan begini. Saya nggak tau harus minta bantuan siapa lagi. Vale tiba - tiba demam tinggi" lirihnya
"Nggak apa - apa mbak, saya nggak merasa repot"
Kemudian, Ratna kembali masuk ke dalam kamar Vale, diikuti Mbak Ani di belakangnya
"Ya ampun nak Vale.. Kasihannya.." lirih Mbak Ani kecil
"Mbak saya titip Vano dan Varo ya. Maaf merepotkan malam - malam begini" tambah Martin
"Bapak jangan begitu, ini juga bagian dari tanggung jawab saya. Lebih baik nak Vale segera dibawa ke rumah sakit pak. Kasihan, saya nggak tega.."
Setelahnya, Ratna dan Martin membawa Vale menuju rumah sakit terdekat. Setelah melalui observasi di IGD, akhirnya terpaksa Vale harus dirawat inap. Ia menangis takut, menggeleng ribut ketika seorang dokter cantik berusaha memasangkan infus pada lengan kecilnya
"Dek Vale berani yaa, ini cuma sebentar aja. Nggak sakit, oke?" Vale mengangguk kecil, memejamkan matanya erat. Menyembunyikan wajahnya di perut sang bunda. Ratna mengelus punggungnya kecil, seraya berkata
"Anak bunda emang hebat, sabar ya nak.."
.
"Bun kenapa Vale tiba - tiba demam? Aku sampe kaget ini"
"Bunda juga nggak tau yah. Dia nggak kemana - mana sebelumnya. Lagi banyak main di rumah. Eh tapi.."
"Kenapa?" tanya Martin penasaran
"Tadi siang, bunda sempet denger. Kakak ngobrol sama seseorang, tapi pas bunda cek nggak ada siapa - siapa disana. Tapi Vale ngotot yah, katanya ada teman di luar. Ngeliat ke arah dia. Katanya, Vale coba ajak masuk ke dalem rumah tapi anaknya diem aja. Bunda yakin banget disana nggak ada siapa - siapa. Yang Vale lihat siapa, yah.." ucapan Ratna semakin melirih. Khawatir dengan kejadian yang menimpa salah satu anaknya ini
"Udah. Mungkin ini imajinasi dia aja. Dia juga kayaknya udah mulai nggak enak badan itu, makanya agak ngelantur bicaranya. Kamu yang tenang ya, semuanya aman"
Nyatanya, ucapan Martin tak selaras dengan kenyataan. Di beberapa waktu, Vale berperilaku sama. Melihat sesuatu yang orang tuanya tak bisa lihat. Bahkan, Vano dan Varo pun tak bisa. Pernah suatu hari, Ratna mendengar Vale berucap
"Bukan begitu cara mainnya, ini di pencet dulu tombolnya" kemudian Vale memencet tombol pada mainan itu. Mencontohkan pada 'teman' barunya
"Ih bukan begituu, beginiii" ujarnya sedikit kesal
"Vale sayang, kenapa nak?" Ratna mencoba pura - pura tak tau. Sebenarnya, ia melihat dengan jelas Vale mengobrol seorang diri. Namun, ia ingin melihat bagaimana reaksi Vale atas pertanyaannya
"Nggak bunda hehe" kemudian ia melanjutkan kalimatnya dengan suara yang lebih pelan
"Kamu jangan berisik, nanti bunda denger kita gak bisa main"
Bahkan Vale juga pernah secara terang - terangan berucap
"Ayaaah, awas jangan disitu. Ada orang jahat yang mau pukul ayah" ia memeluk Martin, mendorongnya kecil sehingga Martin sedikit berubah posisi
"Kenapa nak? Ada apa?"
"Ini ada yang mau pukul ayah. Hush.. Hush.."
Vale menepis - nepis sisi kiri Martin. Tentu saja hal ini membuat Martin bingung. Terlalu terkejut sampai tak bisa memproses apa yang sebenarnya terjadi.
.
"Anakmu ini melihat sesuatu, Le" ujar eyang uti. Martin yang kebingungan lantas menelpon ibunya, menanyakan apa yang terjadi pada Vale
"Maksudnya, eyang?" Ratna bertanya ragu, tentu ia juga ingin tau apa yang sebenarnya terjadi pada Vale
"Dia ini sama sepertiku. Ndak apa - apa. Selama tidak mengganggu, ya biarkan saja"
Ucapan eyang uti ini tentu membuat Ratna menelan salivanya susah payah. Jadi? Vale?
KAMU SEDANG MEMBACA
Triple Trouble
FanfictionGimana ya rasanya kalau kita punya kembaran yang beda - beda sifat?