Kini ketiga bersaudara itu tengah berkumpul di kamar Vano. Mereka sedang mengerjakan tugas matematika. Ah, bukan mereka. Hanya Varo dan Vale yang mengerjakan. Vano dipercaya oleh Ratna untuk membimbing kedua adiknya itu.
"Val, lo salah jumlahin. Bukan yang itu, yang ini" jelas Vano sambil menunjuk dimana letak kesalahan yang adiknya lakukan
"Dih? Katanya yang ini? Kok ganti lagi sih bang?" ujar Vale
"Siapa yang bilang?"
"Noh adek lo. Tadi jelasin kayak gitu ke gue"
"Varo.." ujar Vano malas. Adiknya itu hanya tersenyum kikuk. Tertangkap basah membodohi kakaknya sendiri
"Ngajarin itu yang bener. Kasian Vale, dia harus ngitung ulang" Vano menasihati adiknya dengan lembut. Tutur katanya selalu berhasil menjadi air di antara dua bola api yang ada pada kedua adiknya
"Ngeselin lo. Niat ngajarin gue gak sih?!"
"Lah elo gampang dikibulin. Terus, salah gue?"
"Ya kan gue gak tau. Makanya nanya elo bego"
"Elo bego" sinis Varo
"Hush, udah ah. Pada berantem terus. Varo, kerjain tugasnya. Masih banyak itu. Kamu baru ngerjain 2 nomor. Masih ada 13 nomor lagi. Kakaknya jangan digangguin"
"Ya abis dia gemesin bang, mukanya tuh gampang banget kena tipu"
"Sekali lagi lo ngomongin gue, ini buku gue lempar ya anjir"
"Lempar aja kalo berani" Varo berucap dengan nada yang sedikit mengejek
"Ih! Bajingan" desis Vale
"Dek, udah jangan di dengerin. Gak baik juga buku di lempar - lempar"
"Adek lo tuh Van. Ngeselin banget sih"
"Iyaa.. Udah udah Val" lerai Vano
"Ngadu huu.. Gitu aja ngadu, cengeng lo kak"
Tanpa basa basi, buku Vale melayang dengan cukup kencang ke arah Varo. Alhasil beberapa lembarannya menjadi kusut, bahkan sampulnya pun sedikit robek
"Gila ya lo?! Kalo kena muka gue gimana?"
"Ya bagus. Biar lo kena batunya"
"Sialan lo. Sini gak?!" Varo bangkit dari duduknya, mendekat ke arah Vale kemudian menarik kerah baju yang kakaknya itu kenakan
"Apa?! Mau pukul?! Ayo pukul!" ujar Vale. Seolah tak ada rasa takut dalam dirinya
Belum sempat pukulan itu melayang ke arah Vale, Vano muncul secara tiba - tiba. Melepas cengkraman tangan Varo pada baju Vale. Namun sialnya, justru ia yang kena pukulannya.
"Varo stres ya lo?!" Vale menghampiri Vano yang jatuh tersungkur. Abangnya itu hanya menunduk, memegang sudut bibirnya yang terasa sangat sakit. Ah, sudut bibirnya berdarah. Pantas saja. Vale pun terkejut ketika melihat sedikit darah pada jari tengah dan jari manis Vano
"Liat anjing, gara - gara lo! Puas lo nonjok abang lo sendiri, hah?!" Vale emosi. Se marah apapun ia pada saudaranya, tak pernah sedikit pun terfikir untuk melukai saudaranya. Tak akan pernah. Namun, kali ini entah mengapa Varo justru tak bisa menahan emosinya
"B-bang.. G-gue minta ma-af" ujar si bungsu lirih. Tangannya gemetar, yakin sekali ia melakukannya dengan tak sengaja. Mendekat ke arah abangnya itu, berusaha melihat luka yang ia sebabkan. Meringis ketika Vano memejamkan matanya, alisnya bertaut.
"Gue obatin ya.." tawar Varo dengan nada suara yang kecil, Vano hanya mengangguk. Rasa perih juga pusing masih ia rasakan. Ketika ia berusaha berdiri, pijakannya oleng. Tak kuat menopang bobot tubuhnya sendiri
KAMU SEDANG MEMBACA
Triple Trouble
FanfictionGimana ya rasanya kalau kita punya kembaran yang beda - beda sifat?