Si pemberani. Julukan itulah yang tersemat pada diri Varo. Seolah kata takut tak pernah ada dalam hidupnya. Memanjat pohon untuk mengambil layangan Vano, menyusuri tepi sungai untuk mencari sandal Vale yang hanyut, hingga menangkap kecoa terbang di kamarnya. Semua ia lakukan tanpa ragu. He can handle everything.
Namun, siang itu Ratna muncul di hadapan Martin yang sedang memeriksa laporan perusahaan dengan raut wajah yang gusar. Matanya pun sudah memerah, siap untuk menangis kapan saja. Tentu, hal itu membuat Martin ikut dilanda panik
"Kenapa bun?"
"Ayah, Varo nggak ada. Pak Rudi telpon, katanya cuma ada Vano dan Vale"
"Sabar dulu ya, bun. Ayah coba telpon lagi Pak Rudi"
Maka dengan segera ia menelpon supir pribadi keluarganya itu. Akhirnya, pada dering kedua Pak Rudi mengangkatnya
"Ya Pak Martin"
"Pak, betul Varo nggak ada di sekolahnya?"
"Betul pak. Saya sudah cari juga di kelas tapi nggak ada. Abang sama kakak juga nggak lihat adek katanya" sahut Pak Rudi
"Ya ampun, dia dimana.. Ya sudah pak, bapak pulang saja kesini. Nanti Varo biar saya sama Ratna yang cari"
Setelah itu, dapat ia lihat Ratna mulai menangis tersedu. Khawatir akan keberadaan putra bungsunya yang entah dimana. Martin memeluk lembut Ratna, berusaha menenangkan istrinya walaupun ia juga tak kalah panik
"Ayo kita cari adek. Bunda yang tenang ya" ia sedikit mengelus lengan atas Ratna, yang hanya dijawab dengan anggukan kecil.
.
Ratna berusaha menghubungi kontak orang tua murid yang lain, berharap agar anaknya berada disana sedang bermain dan tak kurang suatu apapun. Namun, ia tak kunjung mendapatkan hasil. Perasaan putus asa mulai muncul dalam benaknya, disertai pemikiran negatif yang terus berkeliaran di kepalanya. Tak lama, muncul nama seseorang di layar telponnya. Bunda Ciko
"Bunda, lagi dimana?" ujar sang penelpon cepat
"Ini saya lagi cari Varo. Ada main nggak ya sama Ciko?"
"Saya tadi liat Varo" detak jantung Ratna kian cepat. Berharap - harap cemas pada untaian kata yang akan diucapkan lawan bicaranya setelah ini. "Varo tadi ada di rumah Gian, di blok H"
Setelah mengucap terima kasih dengan tergesa, ia segera menutup panggilannya. Menoleh cepat pada Martin, kemudian berujar
"Ayah, ke blok H sekarang. Varo ada disana, di rumah Gian" ujarnya sambil menggoyang - goyangkan lengan Martin dengan kuat
"Oke oke kita kesana"
.
Benar saja, anak bungsunya itu tengah asik bermain bola bersama temannya dengan seragam sekolah yang sudah kotor. Tak peduli raut cemas kedua orang tuanya dan dua saudaranya di rumah yang tentu saja menunggu kepulangannya. Sungguh, Ratna ingin marah rasanya. Emosinya sudah siap meledak ketika tiba - tiba tangannya digenggam erat. Membuat ia menoleh ke arah Martin
"Aku aja yang jemput dia. Kamu tunggu di mobil, oke?" Martin tersenyum, melenggang pergi menuju halaman rumah Gian. Ratna pun hanya menurut, kembali masuk ke dalam mobil dan menyerahkan urusan ini pada suaminya
"Adek" ujar Martin sedikit berteriak, kemudian melambaikan tangan dengan senyum manis di bibirnya
"Ayaaah" anak itu menghampirinya, memeluk kaki jenjang Martin
KAMU SEDANG MEMBACA
Triple Trouble
FanfictionGimana ya rasanya kalau kita punya kembaran yang beda - beda sifat?