Cerita

1.9K 156 2
                                    

Sudah 20 menit berlalu, namun Vale masih belum juga sadar. Kedua saudaranya pun masih tetap diam, memikirkan apa yang baru saja terjadi pada Vale

"Var, menurut lo Vale liat 'mereka' nggak sih?"

"Kayaknya sih, bang. Tapi kan dia udah lama nggak pernah liat itu lagi. Terakhir tuh pas kapan sih gue lupa? Masih kecil kan kita"

"Iya, udah lama banget. Kasian gue, nggak tega. Masalahnya dia jadi sering drop kalo udah kayak gini"

"Sama, gue juga"

"Yaudah, kita lanjut tidur. Lagian Vale juga kayaknya masih anteng - anteng aja. Besok kita kasih tau ayah sama bunda"

Varo hanya mengangguk. Kemudian kedua adik dan kakak itu bergabung dengan Vale yang mungkin saja sudah lebih dulu ke alam mimpi.

.

Esoknya, Vano yang pertama kali membuka mata. Ia mengerutkan dahi ketika ia bukan berada di kamarnya. Mengingat peristiwa yang sebelumnya terjadi. Ah, ia ingat. Vale. Maka ia menoleh ke arah kanan, Vale masih belum membuka matanya. Ia berinisiatif membangunkan adik pertamanya itu

"Val, bangun Val. Udah pagi" disertai dengan usapan halus pada kepalanya. Kelopak mata Vale sedikit demi sedikit terbuka. Terlihat sekali ia sangat lemas

"Dek, lo nggak apa - apa? Pusing?" tanya Vano beruntun

"Bang.. Gue dimana?" lirih Vale

"Di kamar, semalem lo pingsan. Mau gue ambilin minum?" Vale hanya mengangguk. Pusing di kepalanya belum juga reda

Vano kemudian beranjak, menuju rak kecil di samping nakas. Tempat dimana Vale menyimpan beberapa cemilan dan air mineral

"Sini gue bantu duduk" Vano mengulurkan tangannya, menahan punggung Vale agar adiknya itu dapat duduk dengan mudah

"Makasih abang" ujar Vale. Ia langsung menerima air mineral yang Vano berikan. Meneguknya sedikit demi sedikit. Selesai dengan itu, Vano kembali berucap

"Dek, lo liat apa? Jujur sama gue" Vano bertanya dengan hati - hati. Ia sendiri pun was - was dengan kemungkinan jawaban yang akan dikeluarkan Vale

"Bang, kenapa gue liat 'mereka' lagi? Katanya, gue nggak akan lihat lagi.. Tapi semalem gue liat, jelas banget. Gue nggak sanggup bang"

Dapat Vano lihat keputusasaan di raut wajah Vale. Dahulu ketika mereka kecil, Vale pun sering absen di sekolah karena sakit. Biasanya, jika terlalu banyak berinteraksi dengan 'teman'nya ia akan seperti itu. Pada awalnya Vano tak mengerti ketika bunda mengatakan kakak bisa lihat yang abang nggak bisa. Sempat Vano merasa tidak adil, mengapa adiknya bisa sedangkan ia tidak? Namun setelah mendengar penuturan Ratna tentang hal tersebut lebih banyak, nyalinya menciut. Tidak, ia tidak mau hal itu terjadi padanya. Juga pada Vale. Saat itu, entah apa yang eyang uti lakukan pada Vale. Vano tak bisa mengerti sedikitpun. Ia hanya bersyukur, adiknya tak akan ketakutan lagi.

"Lo tenang ya, nanti gue bilang bunda. Biar minta tolong lagi sama eyang buat sembuhin lo lagi" Vano memeluk adiknya, memberikan sedikit afeksi agar Vale tidak ketakutan

"Abang.. Gue nggak mau lagi, bang"

"Iya nggak.." Vano semakin mengeratkan pelukannya. Menyalurkan rasa aman pada adiknya itu. Tak lama, pintu kamar terbuka. Menampilkan sosok Ratna disana.

"Loh kalian bertiga nginep disini? Pantesan tadi bunda ke kamar adek nggak ada siapa - siapa" Ratna menghampiri Varo yang masih terlelap. Fyi, Varo juga sedikit sulit untuk dibangunkan.

"Adek, bangun nak. Udah pagi ini, ayah udah nunggu di bawah buat sarapan" ujar Ratna sambil menepuk pelan pipi Varo. Butuh beberapa menit sampai akhirnya Varo bangun dari tidurnya. Mengusap matanya pelan, kemudian melirik ke arah kiri. Tepat dimana kedua saudaranya berada.

"Kakak sakit nak?" Ratna berucap setelah melihat Vale dengan wajahnya yang sedikit pucat, pun terlihat tak bertenaga. Ia meraba kening anak tengahnya itu. Suhu tubuhnya sedikit hangat

"Mau bunda buatin bubur aja? Kakak lagi nggak enak badan ya?"

"Iya bunda" Vale tak banyak berucap. Ia hanya menurut pada Ratna

"Yaudah, abang sama adek ke kamar mandi dulu. Abis itu, sarapan duluan sama ayah. Bunda mau bikin bubur dulu"

Ratna beranjak dari duduknya, hanya menyisakan ketiga anak kembar. Varo kemudian berucap

"Val? Lo jangan takut oke? Ada gue sama abang yang bakal temenin lo" ia meraih tangan kakaknya, menggenggamnya lembut. Vale menganggukkan kepalanya kecil sebagai jawaban

"Gue sama Vano ke bawah dulu, nanti kita kesini lagi"

.

Waktu terus berlalu, Vale masih sendirian di kamarnya. Setelah apa yang ia lihat, ia menjadi was - was di beberapa waktu. Bayang - bayang sosok itu masih tergambar dengan jelas dalam benaknya, menakutkan. Ia menggelengkan kepalanya, mengusir rasa takut dalam benaknya yang semakin mencuat ke permukaan. Tak lama, bunda datang dengan semangkuk bubur di tangannya

"Kakak kecapean ya kemarin di sekolah, hm?" tanya Ratna sambil menyuapi Vale

"Nggak bun. Aku gak aneh - aneh kemarin di sekolah.."

"Yaudah, nanti abis ini kakak minum obat terus lanjut tidur ya. Istirahat dulu" yang kemudian dijawab dengan anggukan oleh Vale

.

Sedangkan di bawah, Martin melanjutkan sarapannya hanya bersama kedua anaknya

"Yah, kasian Vale" ujar Varo

"Ih diem duluu" desis Vano sambil menginjak kaki Varo

"Aduh apaan sih nginjek kaki gue, sakit" geram Varo

"Kenapa? Vale emang kenapa dek?" tanya Martin penasaran

"Gue apa elo yang jelasin? Cepet. Kasian Vale" desak Vano pada Varo

"Kalian ini bicara apa sih? Coba jelasin, ayah nggak paham"

"Yah.. Kayaknya Vale liat itu lagi deh" ujar Vano

"Itu? Itu apa nak?"

"Aduh gimana ya jelasinnya" Vano menggaruk tengkuknya, ia kebingungan

"Vale liat mereka yah" tungkas Varo tanpa ragu, membuat Vano menoleh cepat ke arah adiknya. Tak bisa kah ia berbasa - basi?

"Kapan?" tanya Martin cepat. Ia langsung mengerti ketika Varo mengucap kata 'mereka'

"Semalem, itu sekarang dia sakit gara - gara itu"

Sungguh, Vano ingin memukul kepala adiknya dengan keras saat ini. Terlalu to the point.

"Yaudah, kita selesaikan dulu sarapannya. Habis ini kita ke kamar Vale"

.

Kegaduhan kecil terdengar dari arah kamar mandi. Varo lah yang pertama menyadarinya. Ia mempercepat langkahnya menuju kamar mandi itu. Terdengar sayup - sayup suara Ratna dari sana. Varo mendorong pintu yang sedikit tertutup, menampilkan Vale sedang berjongkok di depan kloset. Apakah kakaknya itu muntah?

"Bunda.. Kakak kenapa?"

"Habis muntah, ini udah beberapa kali Vale muntah. Makanannya kebuang semua.." lirih Ratna, sambil terus memijit tengkuk Vale

Setelahnya, Varo menggendong Vale kembali menuju kamarnya. Vano dan Martin yang baru sampai di lantai dua sontak terkejut

"Loh? Kenapa di gendong?"

"Habis muntah - muntah yah" jawab Ratna

Sampai di dalam kamar, Varo membaringkan Vale dengan hati - hati. Menyelimutinya dengan telaten

"Kakak ke dokter mau ya?" ajak Martin

"Nggak mau ayah.. Di rumah aja.."

"Kak, beneran deh kita ke rumah sakit aja. Lo udah lemes gini. Ngeri dehidrasi gue" ujar Varo. Vale hanya menggeleng lemah, menarik lengan sang bunda yang duduk di tepi ranjang

"Cepet sehat lagi ya nak.." ujar Ratna mengelus surai lembut Vale

Ya.. Mereka semua berharap hal yang sama.

Triple TroubleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang