Kejutan yang Vano ucapkan benar - benar membuat kedua adiknya terkejut. Terutama Vale. Tak pernah terlintas dalam benaknya kakak yang ia kenal sebagai si pemalu, berani tampil di hadapan orang banyak. Terlebih lagi bernyanyi. Sungguh, selama ini ia merasa seperti dibodohi.
"Kak, lo tau abang bisa nyanyi?" tanya Varo
"Ya kagak. Lo tau?"
"Gak. Itu beneran abang lo bukan sih?"
"Nggak tau dah. Gue ngerasa kita udah dibohongin"
"Omongan lo udah kayak dikhianatin aja kak"
"Si Vano jagoan siah nyanyi nya. Kenapa kalian teh nggak bilang?" ujar Rafli
"Mana kita tau. Ni aja si Vale sampe bengong begini. Itu juga si Raka, bisa banget dia main gitar? Sejak kapan si itu bocah dua bisa collab begitu?" jawab Varo
"Tris, maneh tau ya?" Rafli terus mendesak orang - orang di sekitarnya. Ingin mengetahui asal mula kejadian ini
"Jujur aja, gue sebagai ketua tim juga clueless. Mereka cuma bilang mau perform berdua. Nggak tau latihan dimana, kapan, mau ngapain. Mereka minta gue buat bilang panitia, kalo mereka mau tampil. Gue nggak tau setelahnya gimana. So don't ask me anymore. Gue juga kaget, bro"
.
Setelah turun dari panggung, bukan tepuk tangan dan rangkulan hangat yang mereka berdua terima. Namun, tatapan penuh selidik dari kelima temannya.
"Kenapa sih?"
"Muka lo tuh kenapa" ketus Vale
"Apasih dek? Aneh banget" jawab Vano
"Lo yang aneh bang" timpal Varo
"Ini kalian pada kenapa sih? Gue nih abis main gitar, capek. Bukannya dikasih minum malah diintrogasi begini"
Raka kemudian melengos, diikuti Vano di belakangnya. Mereka duduk di sebuah kursi panjang, sedikit jauh dari panggung tempat puncak acara digelar. Kelima temannya mengelilingi, dengan tatapan penuh selidik yang tak kunjung hilang. Pun tangan mereka menyilang di depan dada
"Guys ini mereka minta penjelasan. Kalian sejak kapan latihan buat perform ini?" ujar Tristan
"Kalian kepo tentang itu? Ngomong kek yang jelas. Biar gue ngerti" jawab Raka. Ia menyimpan gitar kesayangannya di tas khusus, kemudian melanjutkan kalimatnya
"Ya sebenernya gue gak sengaja denger Vano nyanyi pas mau ke toilet. Dia lagi cuci tangan di wastafel depannya. Refleks gue nengok, soalnya suaranya lembut. Tipe gue banget. Ya gue samperin, gue todong collab and done. Kalian liat sendiri kan penampilannya keren?"
"Ko di rumah lo diem diem aja bang?" ucap Vale
"Ya emang kenapa?"
"Dih kenapa cenah. Nih dua adek lo sampe bengong. Bisa banget ya lo ngagetinnya" timpal Rafli
"Kata gue kalian harus bikin video di IG sih, biar famous. Lumayan cuy, bisa dapet duit" ujar Hari
"Duit mulu sih"
"Eh Raf, apa - apa tuh sekarang butuh duit. Ya bener lah omongan gue"
Vano tiba - tiba berdiri. Merangkul kedua adiknya bersamaan. Mengusap kecil lengan keduanya kemudian berucap
"Ini special performance buat kalian. Adek - adek gue yang paling gue sayang"
"Agak cringe ya bang, tapi gapapa. Gue seneng." Ujar Vale seraya mengeratkan rangkulan diantara mereka. Ke empat temannya yang lain pun bergabung saling merangkul. Malam ini, mereka menjalin hubungan persahabatan yang baru.
.
Kegiatan terakhir pun telah usai. Kini mereka telah sampai di sekolah. Satu persatu para siswa turun dari bis. Mengambil barang bawaan mereka dari bagasi kemudian saling berpencar mencari keluarga yang menjemput. Begitupun ketiga anak Martin. Vale paling bersemangat, karena ia akan bertemu dengan Ratna. Anak itu terlampau rindu pada bundanya.
"Bundaaa" ia berlari menerjang Ratna. Meninggalkan kopernya begitu saja
"Kak, woi koper lo nih? Maen tinggal aja anjir"
"Udah, sini gue yang bawa"
"Elah, tinggalin aja bang. Biarin ilang"
"Mulai deh jailnya. Kemaren pas kemah kalian akur loh"
"Yaudah lah gue yang bawa. Kasian lo keliatan capek" Pada akhirnya Varo mengalah. Ia menyeret dua koper, di kanan dan kirinya. Sebelum adiknya itu beranjak, Vano berucap
"Makasih udah bantuin abang, dek"
"Hmm" Vano hanya terkekeh. Kedua adiknya ini selalu membuat ia gemas sendiri.
.
Di perjalanan, Vano dan Varo tertidur. Hanya tersisa Vale yang masih terjaga, pandangannya datar melihat ke luar jendela mobil. Ratna yang duduk di depan pun menyadari itu.
"Kakak kok nggak tidur?"
"Nggak ngantuk bunda" Vale mengubah arah pandangnya pada bundanya sambil tersenyum kecil
"Kenapa?"
"Hngg?"
"Kenapa nggak ngantuk? Kakak baik kan?"
"Baik bunda, aku cuma belom ngantuk aja"
Ratna hanya mengangguk. Sedikit melirik Martin, pun Martin melakukan hal yang sama. Mereka takut terjadi sesuatu lagi pada anak tengahnya itu. Tak lama, Ratna pun ikut tertidur setelah semalaman begadang membuat cookies untuk ketiga anaknya.
"Eh anjir" ujar Vale kecil, namun sang ayah masih mendengarnya. Sambil melirik melalui spion tengah, Martin berucap
"Kenapa kak? Ada apa?"
"Eh nggak yah, ada yang lewat aja barusan hehe akunya kaget"
"Mending tidur aja ya, macet juga ini di depan. Kamu pasti capek"
"Nanti ayah sendiri?"
"Nggak apa - apa, tidur aja"
Vale menuruti apa yang ayahnya ucapkan. Sebetulnya, Martin sudah menduga bahwa Vale melihat sesuatu. Namun, ia tak mau menunjukannya dengan jelas. Maka, ia menyuruh anaknya itu tidur.
.
Malam hari, keluarga kecil Martin dibuat kalut ketika Vale lagi - lagi terserang demam yang cukup tinggi. Martin sempat menduga hal ini terjadi karena sesuatu yang dilihat Vale ketika diperjalanan pulang.
"Bundaaa.. Kenapa mangga nya pait banget?"
"Ini manis loh kak. Udah bunda cobain tadi"
"Nggak mau, mau diganti aja buahnya"
"Mau diganti apa? Melon mau ya?"
"Nggak, nanti pait lagi aku nggak mau"
Di sisi lain, Varo dan Vano yang sedang duduk di sofa kamar Vale saling berbisik.
"Ni anak aman kan bang? Masa iya mangga segitu manisnya dibilang pait banget?"
"Ya namanya juga lagi sakit dek. Wajar aja"
"Dih emang lo pernah liat dia kayak begini? Nggak biasanya tau bang"
Benar. Hal ini tidak pernah terjadi pada Vale sebelumnya. Memang nafsu makannya selalu menurun ketika sakit, namun tak sampai seperti ini. Dek, apa yang udah lo liat?
KAMU SEDANG MEMBACA
Triple Trouble
FanfictionGimana ya rasanya kalau kita punya kembaran yang beda - beda sifat?