The Worst

1.4K 128 5
                                    

Kabar menurunnya kondisi Vale dengan cepat sampai di telinga sahabat - sahabatnya. Ketika mendengar kabar Vale dipindah ke ruang intensif, mereka benar - benar shock. Sambil makan di kantin sekolah, mereka saling mengobrol mengungkapkan kekhawatiran masing - masing.

"Sakit apa sih sebenernya itu anak? Ngeri banget gue sampe masuk ICU segala" ujar Hari

"Gak ngerti deh, gue juga bingung. Padahal malem tuh gue masih mabar sama Varo. Sempet nanya juga kabar Vale gimana, dia bilang masih dirawat tapi masih sadar kok dia. Lah tiba tiba malah drop sampe nggak sadar" jawab Tristan

"Ada yang jail nggak sih? Curiga banget gue" Rafli menambahkan

"Maksudnya?"

"Ya aneh aja sih kata urang"

"Elo ya, apa apa dibawa mistis mulu. Parno nih gue" ujar Hari

"Belom ada kabar lagi dari Vano, Tris?" tanya Raka

"Not yet. Gue nggak berani nanya duluan, sungkan. Takut ganggu mereka"

"Gue sih setuju sama Rafli. Kayaknya ini bukan sakit yang biasa deh. Gila ya kalo sampe kecurigaan gue bener, emang nggak waras sih itu orang"

"Same tought. Gue juga agak curiga sama itu sih sebenernya"

"Haduh, ngeri banget siah Valeee Valeee" Rafli bergidik ngeri.

.

"Iya bu, harus masuk ICU kata dokter. Vale belum sadar ini"

"Kasihannya cucuku. Kalian yang sabar ya le. Tenangin Ratna, dia pasti terpukul" Saat ini, Martin sedang melakukan panggilan telpon dengan eyang. Ia baru sempat mengabari kondisi anaknya barusan. Terlalu kalut sampai lupa memberi kabar.

"Ratna nggak berenti nangis bu. Dari kemaren malem sampe sekarang murung terus"

"Yo wajar le. Namanya juga anak lagi sakit, pasti begitu. Ditenangkan saja. Dua cucuku yang lain gimana?"

"Aku suruh pulang semalem. Mereka sekolah hari ini"

"Tapi sehat - sehat kan?"

"Sehat, bu"

"Ya sudah. Besok ibu kesitu, naik kereta pagi"

"Hati - hati, bu. Nanti aku minta Pak Rudi buat jemput ibu di stasiun"

Panggilan pun berakhir. Martin kembali ke depan ruangan tempat anaknya dirawat. Terlihat Ratna masih saja menangis. Menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Segera ia memeluk istrinya itu, memberikan sedikit kekuatan agar ia tegar menghadapi semua ini.

"Na.. Jangan nangis terus, nanti capek"

"Vale kasian yah.. Dia di dalem sendiri.. Nggak bisa ditemenin" ucapnya parau

"Ini kan kita temenin dari sini, masih keliatan kan Valenya tuh. Udah ya, kamu harus sabar. Kita sama - sama berdoa, biar Vale bisa sehat lagi. Hmm?"

Ratna hanya mengangguk. Air matanya masih saja turun, tak sanggup menghadapi kenyataan yang ada di hadapannya. Tak pernah terbayang jika ia akan ada di posisi ini. Duduk di depan ruang intensif, seraya berharap sang anak dapat segera pulih.

.

Ketika jam istirahat tiba, seperti biasa Vano dan yang lainnya berkumpul di kantin. Bahasannya masih sama, tentang Vale.

"Kalian yang kuat ya. Pasti dia cepet sehat lagi. Yakin gue" ujar Tristan sambil mengusap pundak Vano

"Makasih, Tris. Makasih juga kalian udah doain adek gue"

"Sekarang kondisinya gimana?" tanya Raka

"Masih belom sadar kata ayah. Dengue Shock Syndrome. Komplikasi dari DBD yang dia alami sebelumnya. Dari hasil lab, kadar trombositnya dibawah 100.000. Ya emang dokter udah kasih tau ke ayah kondisi terburuknya. But still, ketika itu terjadi kita kaget banget. Emang itu anak pas dibawa ke RS juga udah mulai lemes. Pucet banget, ngeluh pusing juga dia"

"Oh God.. Vale.."

"Yang bikin gue miris, dia tuh nafas aja susah. Itu sekarang dibantu pake ventilator. Gue bener - bener kalut banget. Pikiran gue kacau banget" imbuh Vano

"Udah coba hubungin eyang lo, Van?" tanya Raka

"Udah. Beliau mau kesini, katanya pake kereta pagi"

"Gue yakin, udah ada eyang kesini itu anak sehat lagi"

"Maksudnya, Ka?" Hari merasa heran dengan ucapan Raka

"Yang kemaren gue bilang. Ini pasti ada sangkut pautnya sama orang iseng itu"

"Suudzon wae anaknya teh" ucap Rafli

"Fakta, bro. Gue yakin banget."

"Guys, Vano tadi udah jelasin secara medis. Dan kalian masih nggak percaya itu? Kalian bercanda? Udah udah kita lanjutin makannya, bentar lagi jam istirahat abis" pungkas Tristan.

Vano tiba - tiba merasa tak enak hati ketika mendengar ucapan Raka barusan. Bener gak sih yang Raka bilang? Apa mungkin orang itu penyebabnya?

.

Ketika eyang sampai di rumah sakit, ia langsung menuju kamar Vale. Menemui anak dan menantunya yang sedang duduk di depan ruang ICU.

"Ibu.." Ratna langsung saja memeluk ibu mertuanya itu

"Yang sabar.. Vale pasti kuat" Ratna kembali menangis di pelukan eyang. Perasaannya tak menentu. Jiwanya seolah melayang entah kemana. Setelah cukup tenang, eyang mengurai pelukannya. Kemudian dilanjutkan dengan Martin yang mencium tangan eyang.

"Perjalanannya gimana bu? Nyaman?"

"Gimana bisa nyaman, lho. Cucuku lagi nggak sadar begini mana bisa tenang hatiku.." Martin tersenyum kecut. Mereka secara bersamaan menatap nanar pada pintu masuk ruang ICU. Terdapat kaca kecil disana, sehingga syukurnya mereka masih bisa melihat Vale meskipun dari jauh.

"Vano sama Varo masih di sekolah?"

"Masih, bu. Kayaknya sebentar lagi juga pulang. Aku suruh mereka pulang dulu ke rumah. Nanti malem kalau mau kesini baru boleh. Takut kecapean juga"

"Hmm.. Suruh di rumah saja. Bilang eyang yang akan temani mereka. Hari ini biarkan jangan kesini dulu."

.

Di rumah, Vano dan Varo berkumpul di ruang keluarga bersama eyang. Mereka berdua bercerita tentang kegiatan sekolah, meskipun suasananya tak seceria biasanya.

"Cucu cucu eyang yang paliiing ganteng, sekolahnya gimana? Lancar"

"Cucu eyang kan cuma tiga, laki - laki semua ya jelas ganteng" jawab Varo

"Dek, kalau jawab yang sopan. Maaf eyang" Vano langsung mengalihkan tatapannya dari sang adik ke arah eyang yang disayanginya

"Gak apa apa, kan memang begitu kenyatannya. Eyang cuma punya kalian bertiga, limited edition"

"Di sekolah kami baik eyang, nggak ada masalah besar. Ya paling tugas aja yang banyak hehe" jawab Vano

"Dikerjakan sedikit - sedikit, jangan nunggu mepet baru dikerjakan lho. Nggak baik"

"Vale tuh eyang yang suka begitu"

Setelah ucapan Varo itu, situasi mendadak hening. Menyadari sang topik utama sedang tak bersama mereka. Varo terbiasa menjaili Vale. Marahnya terlalu lucu, katanya.

"Eyang.. Vale bakal sembuh kan?"

"Iya.. Di doakan saja ya"

"Nggak ada yang jahatin dia kan eyang?" tanya Varo langsung

"Jahat gimana?"

Varo hanya menggeleng. Ia terdiam, kemudian memeluk lembut eyang. Rupanya cucuku sudah tau..







Chapter ini spesial buat temen - temen semua yang masih bersedia baca ceritaku. Terima kasih banyak. I'll do my best. See you on the next chapter👋

Triple TroubleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang