Epilogue

1.8K 119 5
                                    

Mengenai staycation di Bandung, eyang bersungguh - sungguh akan perkataannya. Dan saat ini keluarga kecil Martin serta teman - teman dari ketiga anaknya berada di salah satu villa asri di Bandung.

"Mantap kieu, sejuk" ujar Rafli.

"Asli, emang mantep sih. Tempatnya bagus, view-nya juga cantik" imbuh Tristan.

"Guys, ayo makan dulu. Udah disiapin" Vano datang menghampiri Tristan dan juga Rafli yang sedang berada di halaman depan villa. Mereka kemudian mengikuti Vano, menuju taman belakang. Mereka sedang makan bersama disana.

"Ayo cepet nak, kita mau mulai makan" ucap eyang. Rafli dan Tristan hanya tersenyum kikuk. Malu dan sungkan. Mereka berdua membuat acara makan - makan ini sedikit terhambat.

"Raka, lo jangan diem aja anjir. Ngomong dong" bisik Varo, yang kebetulan berada di samping kanan Raka. Sedangkan di samping kiri Raka merupakan tempat duduk Vale.

"Diem, gue abis kaget liat sesuatu"

"Ssstt, jangan diomongin Ka.. Nantinya marah" ucap Vale pelan. Varo dibuat merinding mendengar obrolan kedua orang ini. Sebuah keputusan yang salah telah memilih duduk di samping Raka, ditambah pula di dekat Vale.

.

Ketika Vale hendak membuang sampah ke bak penampungan yang berada di luar villa, bulu kuduknya merinding tiba - tiba.

"Aduh please lah ya, ini mau buang sampah doang jangan aneh - aneh dong tolong.."

Dan benar saja, ketika ia melirik ke arah kanan ia melihat sesuatu yang cukup menyeramkan. Tak terlalu jelas memang, namun bagi Vale tetap saja menakutkan. Refleks, ia memejamkan matanya dalam hitungan detik. Bersamaan dengan itu, Vano datang dari arah belakang,

"Dek.." sambil penepuk pundaknya pelan. Sontak Vale langsung berteriak

"AAAAA BUNDAAA"

Ia berlari masuk kembali ke dalam villa tanpa melirik siapa yang baru saja memanggilnya itu. Kresek sampah pun ia lempar begitu saja.

"Adek kenapa sih?? Kok larii??" Vano dibuat heran. Ia kemudian mendengus, mengambil kresek sampah itu dan membuangnya ke bak penampungan.

Setelah selesai dengan tugasnya, Vano menghampiri Vale yang sedang duduk memeluk Varo. Matanya terpejam. Terlihat pula Varo berusaha melepaskan pelukan kakaknya itu.

"Abang, ini adek lo kenapa sih?"

"Ya mana gue tau. Orang gue panggil langsung ngibrit"

Vale yang mendengar obrolan kedua saudaranya langsung membuka mata. Melepaskan pelukannya pada Varo kemudian berucap,

"OH JADI YANG BARUSAN ABANG??"

"Ya lo pikir siapa dek?"

"Mbak mbak.." ucapnya pelan

"Hadeeeh mulai dah, serem ah gue gak mau ikut - ikutan" ucap Varo kemudian bergegas menuju kamar tidurnya. Vale merengut, kemudian mengikuti langkah Varo

"Adek tungguin. Gue mau tidur bareng lo pokoknya!"

"Gak mauuu" teriak Varo

"Ih harus mauuu"

Teriakannya semakin lama semakin tak terdengar. Kemudian datang Hari dari arah dapur. Melihat dengan heran ke arah Varo dan Vale yang saling berteriak satu sama lain.

"Itu dua kurcaci pada kenapa sih? Berisik tau teriak - teriak. Untung beda villa ini sama orang tua lo"

"Biasa, si Vale lagi manja aja sama adeknya" Dan Hari hanya menggeleng gelengkan kepalanya.

"PS kuy" ajak Hari sambil menjentikkan jarinya, kemudian melakukan wink

"So imut banget sialan haha kuy lah"

.

"Si Celli kemana ya bang? Kok dia nggak keliatan lagi sekarang.." ucap Vale ketika mereka sedang berada di lab kimia, sedang melakukan beberapa pengujian zat disana.

"Fokus anjir, jangan mikir kemana - mana" jawab Varo sedikit berbisik

"Ya gue penasaran aja, pindah sekolah kali ya dek?"

"Mana gue tau, nggak ngurusin juga. Lagian ngapain sih masih dipikirin orang jahat begitu. Paling bener emang dia jangan kesini lagi dah, trauma gue"

Setelah ucapan itu, gelas neraca yang berada digenggamannya Vale terlempar dengan keras dan kemudian pecah. Sontak, siswa yang lain termasuk ibu guru menoleh ke arahnya.

"Kenapa ini bisa pecah Vale?" tanya bu Irma, guru kimia mereka

"Ke senggol bu. Maaf ya, nggak sengaja"

"Ya sudah, segera panggil petugas kebersihan ya" kemudian Bu Irma kembali ke depan menuju mejanya sendiri. Vano yang melihat kegaduhan itu langsung bertanya

"Kenapa bisa pecah?"

"Bukan gue, noh si mbak"

"Ya elo ngapain maksudnya?"

"Dia mau rebut gelas neraca yang gue pake. Sama gue ditahan, gue bilangin gak boleh. Eh malah kayak gitu, nih tangan gue kerasa panas sekarang"

"Here we go again.." ucap Varo jengah.

Jam istirahat mereka bertujuh berkumpul di kantin. Memesan beberapa makanan berat, dan juga cemilan kecil.

"Val, lo abis pecahin gelas neraca Bu Irma ya?" tanya Hari

"Punya sekolah anjir, Bu Irma Bu Irma aja lo" jawab Rafli

"Ya kan mapel dia itu. Tau nggak? Info si mbaknya nyampe loh ke kelas gue"

"Kok bisa sih Har?" tanya Vale

"Gak tau. Ada anak kelas lo yang nguping kali pas lo bilang si mbak. Ngeh mungkin dia maksudnya mbak yang lain"

"Bentar lagi viral dah lo" ujar Varo sambil mengunyah mie ayam di hadapannya

"Dih ogah banget viral gegara begituan"

"Tapi serius Val, lo masih liat yang aneh - aneh gitu ya?"

"Ya masih sih dikit - dikit. Nggak tau nih mbak - mbak ngikut mulu. Dateng darimana ya?" gumamnya. Kemudian ia melanjutkan, "Ya udah lah, asal nggak ganggu gapapa deh"

Ekspresi Vale berbanding terbalik dengan kelima temannya—Kecuali Raka. Mereka yang tak terbiasa akan hal itu masih saja merinding setiap kali Vale ataupun Raka berbicara tentang hal - hal menyeramkan. Namun, benar apa yang diucapkan Vale. Selama mereka tidak mengganggu, ia dan teman - temannya akan baik - baik saja.


-End

Triple TroubleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang