Varo terus saja mencari keberadaan kakak keduanya itu. Namun hingga saat ini ia tak melihat presensi sang kakak. Ponselnya kembali berdering, panggilan masuk dari Raka untuk yang kedua kalinya.
"Lo dimana?"
"Gue masih di sekitaran sekolah, nggak tau deh dimana ini"
"Share lokasi lo sekarang!" Varo dengan cepat mengirimkan titik lokasi dimana ia berada saat ini. Tak lama, Raka datang dengan nafas terengah.
"Feeling gue dia masuk gang situ" tunjuknya pada salah satu gang yang tak terlalu besar.
"Kenapa?"
"Nggak tau. Yang gue liat, disana nyeremin banget"
"Sial!"
Varo segera berlari menyusuri gang yang ditunjukkan oleh Raka. Saat ini, Raka sangat bersyukur diberi kelebihan yang tak orang lain miliki. Meski terkadang itu sangat mengganggunya, namun kini semua itu sangatlah membantu. Karena perasaannya yang begitu was - was dan takut, ia berhenti sejenak. Menelpon Vano dengan cepat. Beruntung panggilannya pun dijawab dengan cepat.
"Van, mending lo susul gue kesini. Gang nanas samping sekolah. Cepetan. Ortu lo juga ajak kesini!" Kemudian ia menutup telponnya, dan lanjut berlari menyusul Varo yang sudah jauh di depan. Sampai kemudian ia mendengar suara Varo yang terdengar sangat ketakutan. Semakin cepat ia langkahkan kakinya. Betapa terkejutnya ia ketika di depan matanya sendiri, sahabatnya Vale sedang berusaha untuk mengais oksigen dengan susah payah. Varo berada di sampingnya, berusaha untuk menyadarkan Vale. Tunggu, bukan hanya itu yang ia lihat. Ia melihat sosok lain, Vano. Ada disana dengan tatapan yang cukup tajam mengarah pada Vale. Tangannya mencengkram leher Vale. Tentu Varo tak melihat itu.
Ia mengatur nafas sebisa mungkin ketika sosok itu melirik ke arahnya. Seolah berkata jangan ikut campur! Bagaimana bisa ia diam saja, disaat temannya itu sedang berusaha untuk mempertahankan hidupnya? Raka terpaku di tempat tak mendengar apapun, bahkan samar - samar ia melihat Varo berteriak kepadanya. Namun semuanya hampa, hanya dengungan kecil yang terdengar di telinganya. Berulang kali mencoba membuat dirinya sadar kembali, namun ia tak bisa. Tenaganya tak cukup kuat untuk menahan semua ini. Pandangannya semakin berbayang. Ia masih melihat Varo yang bergerak panik, masih berusaha menyadarkan Vale. Dapat ia lihat, tenaga Vale pun sudah mulai berkurang.
Teman - teman yang lain pun datang. Ia melihat itu, namun tak lama pandangannya semakin kabur. Badannya limbung. Beruntung, ketika ia terjatuh ada Tristan di belakangnya.
"Ka.. Raka lo kenapa?"
Raka masih bisa dengan samar melihat Tristan dan Hari di dekatnya. Ia masih sadar, sangat sadar. Namun yang ia pikirkan saat ini hanyalah Vale. Sebisa mungkin ia alihkan pandangannya ke arah Vale. Ingin berteriak pada semua orang bahwa disana, Vale sangat kesakitan. Namun tenaganya sudah tak tersisa. Ia hanya terdiam, dan kemudian menangis.
"Ka!! Raka lo kenapa nangis Ka?!" Hari kelewat panik. Sambil mengusap air mata Raka yang terus saja mengalir, ia pun mengusap surai Raka dengan lembut.
"Ka.. Sadar Ka.. Lo kenapa? Apa yang terjadi sama kalian?" Tak sadar Hari ikut menangis.
Raka berusaha melawan kantuk yang tiba - tiba saja menyerangnya. Sulit untuk menjaga dirinya agar tetap sadar. Tristan kemudian berpindah posisi ke belakang tubuh Raka. Menahannya dari belakang, menyandarkan punggung Raka pada dadanya.
"Ka.. Tarik nafas Ka.." ucap Rafli
Sebisa mungkin ia menguatkan dirinya. Ketika ia membuka mata, terlihat satu sosok wanita paruh baya berusaha melepaskan cengkraman lengan Vano pada Vale. Menyayat bagian kiri tubuh sosok itu dengan kuat hingga ia terhempas. Wanita itu masih berusaha melawan Vano. Darah pun berceceran, membuat Raka seketika mual dibuatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Triple Trouble
FanficGimana ya rasanya kalau kita punya kembaran yang beda - beda sifat?