Hari Jumat sepulang sekolah, Vale telah berencana untuk pergi ke Bandung. Kedua saudaranya pun telah mengetahui hal itu. Mereka tak banyak bertanya mengapa hanya Vale yang diminta oleh eyang untuk pergi. Vale menduga, Vano dan Varo telah mengetahui alasannya. Saat ini mereka sedang berjalan menuju kelas, setelah tadi diantar oleh Pak Rudi sampai gerbang depan sekolah.
"Pokoknya lo hati - hati ya dijalan. Gak ada gue yang jagain soalnya" ujar Varo
"Iyaa, lo udah ngomong berapa kali hari ini"
"Ya jaga - jaga aja. Lo kan si paling tiba - tiba. Jatoh lah, kepleset lah, hape ketinggalan, tas nyangkut. Banyak deh"
"Lo seneng banget ya nge-spill kecerobohan gue"
"Ya masalahnya lo kagak tobat - tobat kak"
Vale merengut kesal. Sedangkan Vano yang berada di tengah keduanya hanya sesekali tertawa. Semua ucapan Varo memang benar adanya. Vale itu ceroboh, jika tidak ditemani pasti ada saja keributan yang ia perbuat.
"Varo bener, dek. Kamu harus hati - hati ya? Nggak ada kita loh disana, cuma ada eyang aja"
"Ya emangnya kenapa? Pak satpam eyang kan ada"
"Kan nggak standby dek"
"Ih kalian tuh ya, sumpah deh. Bikin gue takut tau nggak sih? Nih masalahnya ya dari malem gue--" Ucapan Vale pun terhenti ketika tiba - tiba Celli muncul di hadapan mereka.
"Van, boleh minta tolong? Tadi Tristan bilang, tugas kelompok gue lagi di print di koperasi. Gue nggak tau koperasi dimana. Kalau boleh, gue mau minta anter" ujar perempuan itu
"Sekarang banget Cel?"
"Mmm, nggak sih. Abis istirahat mapelnya"
"Yaudah, nanti gue sebelum ke kantin nganter lo dulu"
"Makasih, Van. Gue duluan ya" Celli melambaikan tangannya kemudian berlalu ke kelasnya. Ya, dia menjadi teman baru untuk Tristan. Temannya itu baru bercerita sekilas, karena ia sedang sibuk dengan kegiatan sekolahnya.
"Baik banget lo sama cewek. Giliran gue minta anter kadang susah" Vale menggerutu dengan bibir membentuk pout andalannya. Sedetik kemudian, bibirnya ditarik kecil. Siapa lagi pelakunya kalau bukan sang adik. Vale langsung menepis lengan Varo
"Ih, jorok banget lo!"
"Ngomel mulu berisik" ia kemudian melenggang pergi, mendahului kedua kakaknya
"Abaaang, liat tuh adiknya. Masa kayak gitu sama gueee?" ia cemberut. Rasa kesalnya sudah berada di ambang batas. Padahal, ini masih pagi.
"Sorry dek, kali ini gue dukung Varo. Jelek, manyun terus" Vale kemudian melangkahkan kakinya sambil sesekali terkikik geli
"Dih?? Abang?? Kok gituu??" Vale kemudian berlari mengejar Vano, yang berujung mereka saling kejar - kejaran.
Sesuai dengan rencana, istirahat siang Vano mengantar Celli menuju koperasi siswa. Sedangkan Vale dan Varo akan menuju kantin terlebih dahulu. Di tengah perjalanan, Vale tiba tiba ingin buang air kecil.
"Var gue kebelet, pipis dulu ya?"
"Yaudah sana. Ngapa ngomong ke gue?"
"Ya gue ngasih info aja nyet. Sensi amat"
"Sini hape lo, ntar nyemplung berabe"
Vale dengan segera memberikan ponselnya pada Varo. Kemudian ia sedikit berlari menuju toilet siswa di arah kanan jalan.
"Vale, gue duluan ya?!" Varo sedikit berteriak, yang kemudian di jawab Vale dengan acungan jempol seraya masih berlari
"Ketuker sih gue sama dia. Kelakuannya udah kayak bungsu aja anjir"
.
Di kantin, Vano hanya melihat adik bungsunya seorang diri sedang bermain game lengkap dengan tiga porsi nasi goreng dengan es jeruk yang masih utuh. Vano mendudukkan diri di hadapan Varo.
"Dek, Vale kemana?"
"Ke toilet" jawab Varo seadanya
"Kapan?"
"Tadi"
"Tadi? Tadi kapan yang jelas" desak Vano
"Ya pas gue kesini bang"
"Kok lama banget !?" Nada bicaranya mulai cemas
"Loh, iya ya? Kok lama?"
"Lah lo gimana sih? Masa kakaknya pergi lama nggak di cariin?"
"Dih? Kok nyalahin gue bang?" Varo jadi ikut ngotot. Ia menyimpan asal ponselnya yang sedang ia pakai untuk bermain game itu. Tak peduli ia akan kalah pada match kali ini. Ia kesal bukan main
"Lagian lo juga lama banget nganter si Celli. Modus aja kan lo?"
"Jangan asal ngomong! Dia kan baru, pasti masih bingung sama sekolah kita"
"Ya masa sampe lama begitu? Kan tinggal nunjukkin doang?"
Suara mereka terdengar lantang, saling bersahutan satu sama lain. Orang - orang di sekitar mulai menaruh atensi pada mereka. Tak lama, Raka datang berlari menghampiri mereka. Raut wajahnya tak bersahabat
"Woy!! Vale woy!!"
Kedua kakak beradik yang sedang beradu argumen itu pun seketika terdiam. Menaruh perhatian penuh pada Raka
"Adek gue kenapa?!"
"Dia pingsan di toilet"
"Hah?!" Kompak keduanya. Vano langsung berlari, diikuti Varo dan Raka. Pengunjung kantin yang lain pun sama terkejutnya.
Sampai di toilet, terlihat Tristan dan Rafli sedang berusaha menyadarkan Vale. Menepuk - nepuk kecil pipinya. Segera Vano mengambil alih posisi Tristan.
"Dek.. Dek.. Ini abang"
Vale tak bergerak sedikitpun. Rafli memegang pergelangan tangan Vale, nadinya terasa lemah.
"Van ke RS aja, buruan"
"Gue aja, gue yang gendong dia. Cepet bang!" ucap Varo
Mereka semua terburu - buru membawa Vale ke rumah sakit terdekat. Tak sempat mengabari guru, bahkan ayah dan bunda mereka. Yang jadi fokus utama hanya satu, menyelamatkan Vale.
Di perjalanan, Vano menyetir dengan tangan yang gemetar. Disampingnya ada Raka yang melihatnya dengan cemas. Ia terus saja melirik ke arah Vano dan Vale di belakang yang ditemani Varo secara bergantian. Tristan, Rafli dan Hari menyusul di belakang dengan menggunakan motor masing - masing.
"Kak, sumpah nggak lucu lo begini.. Bangun ayo kak.. Gue takut banget" lirik Varo. Ia mengusap kening kakaknya itu. Peristiwa menakutkan seperti ini terjadi untuk yang ke sekian kalinya, di hadapan matanya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Triple Trouble
FanfictionGimana ya rasanya kalau kita punya kembaran yang beda - beda sifat?