Sheila berada di dalam kelas menikmati pelajaran matematika yang menjadi favorit nya. Dia dengan sengaja melirik ke bangku tempat Frezia duduk. Yang tempatnya jauh di depan sebelah kanan. Kebetulan mereka berdua sudah pisah tempat duduk setelah kejadian waktu itu. Sheila yang memutuskan untuk pindah ke belakang dengan alasan tidak ingin di ganggu dulu.
Mata tegas dengan wings liner itu membidik tajam Frezia dengan segala pergerakannya. Jari lentik memegang bolpoin yang ia mainkan berputar-putar. Tidak ada ekspresi apapun di wajah ayu Sheila. Hanya dia dan Tuhan yang tahu apa yang di pikirkan gadis itu. Sebuah rencana? Yang melibatkan seseorang di depan sana, atau apa?
Kriiingggg
Bel istirahat berbunyi membuat Sheila memutuskan pandangannya. Dia bergegas keluar kelas melewati tempat Frezia duduk. Tidak menoleh sedikitpun gadis itu hilang dibalik pintu. Sedangkan Frezia merasa sedih oleh tindakan Sheila yang menjauhinya. Dia menyusul keluar dan menatap punggung kecil Sheila yang semakin lama semakin menjauh.
Frezia mendengus lesu, biasanya Sheila selalu menatapnya dengan ceria dan cerah namun sekarang yang ada hanyalah raut datar dan angkuh. Tidak bisa di biarkan, dia harus secepatnya meminta maaf kepada Sheila.
Langkah kaki Sheila berhenti di sebuah taman yang terletak di belakang sekolah. Ia duduk di kursi panjang yang ada di sana. Netranya bergulir melihat buku kecil yang ia bawa di tangannya. Bibir pink alami itu menipis, ia memandangi sebuah foto yang tertempel di dalam buku tersebut.
"Darren." Panggil Sheila pelan. Ibu jarinya mengusap pelan foto yang menampilkan visual Darren. Perlahan cairan bening jatuh melewati pipi mengenai foto itu.
"Apa gue bisa Ren?, apa gue bisa lakuin semua itu?" Tanya Sheila dengan suara serak.
"Gue gak mungkin nyakitin orang yang gue sayang, tapi gue juga sayang sama lo!?".Air mata Sheila mengalir deras, ia semakin terisak.
Sheila tidak tahu ia akan berakhir seperti apa nanti, kalau kembali ke tubuh aslinya tidak mungkin karena tubuh Sheila sudah di makamkan. Ada dua kemungkinan, hidup sebagai Sheila selamanya atau mati. Tentu keputusan itu ada di tangannya sendiri.
Sebuah lengan kekar memeluk Sheila dari samping membuat ia tersentak. Gadis itu menatap galak pada pemuda yang sudah duduk di sampingnya.
"Jadi lo kenal sama Darren?" Tanya Aster datar. Melirik buku yang Sheila pegang.
Mata Sheila melotot, ia buru-buru menutup buku kecil tersebut dan memasukkan ke dalam saku seragamnya.
"Bukan urusan lo!". Balas Sheila ketus.
Ceroboh banget sih lo Shei!
Gerutu Sheila di dalam hati. Bohong jika dia tidak panik."Ada hubungan apa lo sama dia Shei?" Tanya Aster sedikit menuntut. Tatapan matanya pun tidak setenang tadi. Kilatan amarah tercetak jelas disana. Bagaimana mungkin Sheila bisa kenal dengan Darren, teman masa lalu Aster.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHEILA : The Judgement Day (Sudah Terbit)
FantasíaShela Aghatasiva, Queen Racing geng motor terkenal di Bandung di kabarkan meninggal dunia. Tidak sedikit yang syok mendengar berita tersebut, terutama inti The Lions. Disisi lain seorang gadis terbaring koma di atas ranjang rumah sakit akibat percob...