Chapter 27

296 21 1
                                    

Setelah beberapa waktu membaca daftar itu, Brian akhirnya menemukan nama "Liana Lauriel". Brian tersenyum bangga pada dirinya sendiri.

"Kira-kira kapan Liana Lauriel kemari?" Tanya Brian.

"Emm .. dari tanggal terakhir dia kemari, maka dia akan kemari lagi .. empat hari lagi."

Dalam hari Brian bersorak senang, jika empat hari berarti dirinya dan Louis bisa membuat rencana bukan? Tetapi Brian masih harus memata-matai Liana, tentang dimana ia tinggal.

***

Saat ini Brian sedang menuju kerajaan Adelard, tentu untuk berbincang dengan Louis. Ia harus melaporkan semua hasil yang ia dapat hari ini.

"Louis!" Panggil Brian yang melihat Louis berada di pintu gerbang kerajaan, mungkin ia baru datang atau baru akan pergi.

"Ada apa?"

"Aku sudah mendapatkan informasinya."

"Ayo berbincang didalam."

Brian mengangguk lalu bersama dengan Louis memasuki halaman kerajaan. Louis segera turun dari kudanya diikuti dengan Brian.

"Informasi apa?" Tanya Louis sembari berjalan dan melepas sarung tangannya.

"Liana akan pergi ke pabrik kamper empat hari lagi."

Perkataan Brian otomatis menghentikan langkah Louis. Louis menoleh dan menatap Brian tak percaya. Informasi yang sangat ia nantikan akhirnya ia dapatkan. Ia tak bisa langsung mengepung Liana di pabrik itu karena Louis tidak ingin menimbulkan keributan dan lagipula ia harus mengetahui dimana selama ini Liana tinggal.

"Bagus, mulai lakukan tugas keduamu. Besok sampai lusa pergilah ke pabrik itu lagi untuk berjaga-jaga mungkin dia akan kesana besok. Apa lagi yang kau dapatkan?"

"Aku pergi ke gubuk, aku curiga jika Liana memang pergi ke gubuk terlebih dahulu, karena aku menemukan mantel hitam disana lalu disekitar gubuk terdapat bau darah, aku mengikuti bau itu tetapi ditengah jalan bau nya menghilang dan aku hanya menemukan pisau yang kemungkinan digunakan untuk menusuk Lucio."

Dahi Louis mengernyit lalu sedetik kemudian ia mengangguk. Sepertinya gadis itu memang masih pemula atau sengaja? Kenapa ia harus meninggalkan jejak berupa darah?

"Baiklah, aku akan memulai tugasku selanjutnya. Kalau begitu aku akan pergi."

Louis mengangguk dan setelah melihat kepergian Brian. Louis segera menuju ke ruangannya. Masalah akhir-akhir ini membuatnya merasa terbebani dua kali lipat, apalagi dengan statusnya yang akan menggantikan posisi Wilone, kini semua urusan yang ditujukan ke ayahnya diubah ke dirinya. Bahkan tak jarang kepalanya merasa pusing dan tubuhnya merasa lelah dengan semua ini. Untungnya ia memiliki mate yang selalu menjadi alasan mengapa Louis masih mampu melakukan semuanya, senyumannya setiap pagi membuatnya merasa semangat dan ocehannya setiap malam seperti menjadi dongeng untuknya.

"Apa yang sedang kau lakukan, mate?" Tanya Louis sambil memeluk Vale dari belakang, saat memasuki kamar ia melihat Vale berdiri di depan jendela dengan membawa sebuah buku dan pensil."

"Menggambar?" Balas Vale.

Louis mengernyitkan dahinya, ia tak tau jika Vale bisa menggambar. Selama ia mengamati Vale, ia belum pernah melihat Vale menggambar sekalipun. Louis membalikkan badan Vale sehingga Vale menatapnya.

"Kau bisa menggambar?" Tanya Louis ragu.

"Tentu!" Jawab Vale tak terima karena Louis meremehkannya.

Louis terkekeh sesaat lalu mengacak-acak rambut Vale sehingga membuat sang empunya merasa kesal. Padahal rambutnya sudah ia tata serapi mungkin, tetapi Louis sangat suka menghancurkannya. Secara tiba-tiba Louis menarik Vale kedalam pelukannya. Vale diam membiarkan Louis menyalurkan rasa lelahnya, Vale tentu tau seberapa banyak pekerjaan yang dimiliki oleh Louis beberapa minggu terakhir ini, apalagi setelah kejadian waktu itu.

"Bagaimana hari ini?" Tanya Vale sembari mengelus punggung Louis perlahan.

"Beberapa pekerjaan menumpuk, membuatku tak bisa beristirahat hari ini, lalu ada rapat dengan para perdana menteri yang membosankan." Louis mengadu seperti seorang anak kecil ini yang mengadu kepada ibunya. Vale mendengarkan cerita Louis sambil tersenyum.

"Sangat melelahkan ya? Bagaimana jika aku membantumu menghilangkan lelahmu?" Tawar Vale yang membuat Louis menatap bingung.

Tanpa aba-aba, Vale berjinjit dan mengecup pipi Louis sekilas membuat Louis diam tak bergerak karena saking terkejutnya.

"Sangat nakal," ucap Louis lalu menjawil hidung Vale.

"Tapi manjur bukan?"

"Sangat .. terimakasih nona Adelard," bisik Louis membuat pipi Vale merona.

Kini jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, Louis sudah terlelap dengan bantuan Vale tentunya, tetapi Vale belum tertidur, ia asik memandangi wajah Louis sembari mengelus wajah lelaki yang memeluknya dengan erat ini.

Entah mengapa takdir mempertemukannya dengan Louis, seorang vampire. Pada awalnya ia selalu bertanya-tanya mengapa takdir tak mempertemukannya dengan seorang manusia saja? Tetapi begitulah takdir, sangat mustahil untuk bisa ditebak.

Dulunya Vale sangat membenci Louis pada awalnya, tapi ia tak menyangka bahwa hari demi hari, perasaan yang ia tak inginkan pada awalnya muncul perlahan. Haruskah ia berterimakasih pada takdir yang sudah mempertemukan dirinya dengan Louis? Tentu saja harus, ia harus berterimakasih dengan cara menjalani apa yang sudah menjadi takdirnya tanpa perlu mengomel.

Vale tentu tau tau kapan perasaan ini muncul tetapi ia bersyukur dengan segalanya saat ini. Louis itu seperti bintang .. bintang takkan mampu menggantikan matahari tetapi ia mampu menerangi dan menghiasi langit malam agar terlihat lebih indah, dia tidak selalu terlihat, namun dia akan selalu ada.

"Inilah kenyataan bahwa, aku telah jatuh cinta kepadanya .. Louis Xavier Adelard."

----- n o t e -----

Jangan lupa vote and comments!
Supaya aku bisa cepet update!

Follow me on Instagram :
@literasimary_

ETHEREAL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang