Chapter 32

277 19 2
                                    

Hari ini adalah hari yang sangat Louis nantikan. Kemarin ia benar-benar menemani Vale seharian penuh, bahkan sampai mengabaikan semua pekerjaan yang tak henti-hentinya berdatangan. Vale sudah tak demam lagi sejak kemarin sore, hanya saja masih sedikit lemas, karena itu Louis menyuruhnya untuk beristirahat terus. Sampai pagi ini Vale benar-benar sudah sembuh, ia bahkan sudah bergerak aktif kesana-kemari membuat Louis sedikit khawatir, bagaimana jika mate nya jatuh sakit lagi?

"Aku akan pergi, mate. Jangan melakukan terlalu banyak aktivitas, lebih baik beristirahat lah saja," ucap Louis yang sudah berada di halaman.

"Lalu kapan kau akan kembali?"

"Mungkin sore atau malam nanti," jawab Louis ragu, sejujurnya ia tak tau kapan pastinya, ia akan kembali.

"Hmm .. baiklah. Segeralah kembali dan tepati janjimu untuk mengajakku ke bukit!"

Louis tersenyum lalu mengangguk, ia segera menaiki kuda karena tak mau membuat Brian menunggu lama disampingnya. Vale melambaikan tangan saat melihat kepergian Louis yang perlahan tak terlihat karena tertutupi pepohonan.

"Vale, segeralah kembali, aku tak mau Louis marah," ajak Luke dan Lucio.

Sebelum pergi Louis terpaksa menitipkan Vale kepada dua saudaranya itu. Mereka tak ikut sebab Louis berkata bahwa ini adalah urusan pribadinya dengan Liana. Bahkan Louis tak memberitahu Vale bahwa ia akan membunuh Liana.

Omong-omong mengenai Lucio, ia akan memulai pelatihannya dengan Mr. Gregory minggu depan. Wilone sudah meminta Mr. Gregory dan untungnya ia menyetujuinya. Mengenai Luke, ia masih bimbang dengan suruhan Wilone, memang benar ia harus menggantikan Lucio. Tetapi kemampuan pedang dan memanahnya sangat buruk dibanding Lucio.

"Pangeran Lucio .. Mr. Gregory mengirimkan surat untuk anda," ucap salah satu maid saat Lucio, Luke dan Vale memasuki kerajaan. Maid itu menyerahkan sebuah amplop bewarna krem. Lucio mengangguk lalu menerimanya dan segera membukanya.

Mr. Gregory.

Kau akan memulai pelatihannya minggu depan, tapi aku ingin menemuimu sekarang untuk membahas beberapa hal mengenai latihan yang akan kau jalani. Aku menunggumu di Lake greenhouse.

Itulah isi suratnya. Lake greenhouse adalah sebuah tempat di hutan yang terdapat danau serta disamping itu terdapat rumah kaca minimalis.

"Aku harus segera pergi," ucap Lucio.

"Kemana?" Tanya Luke.

"Lake greenhouse."

"Baiklah, segeralah pergi."

Lucio mengangguk lalu menuju ruangannya untuk mengambil mantel dan senjata yang biasanya ia bawa untuk jaga-jaga.

"Omong-omong apa yang ingin kau lakukan selama berada di sini, Vale?" Tanya Luke secara tiba-tiba.

"Emm .. entahlah aku belum menentukannya."

"Kutebak, itu karena kau tak pernah berada di luar kerajaan, bukan?"

"Kau tau hal itu," lirih Vale.

"Itulah resikonya jika kau menjadi mate Louis. Ia benar-benar akan menjagamu selama dua puluh empat jam penuh, tak akan membiarkanmu terluka walau hanya setitik, sangat protektif, dan yang terpenting adalah dia tak akan melakukan hal-hal yang sembrono sebelum menikah. Bisa dikatakan Louis sangat menjagamu lebih dari apapun."

Vale mengangguk, semua perkataan Luke benar adanya. Louis memang seperti itu, sangat mirip.

"Astagah! Aku terlambat berlatih!" Ucap Luke yang melihat jam di pergelangan tangannya.

"Kalau begitu pergilah berlatih."

"Tidak bisa, kau harus tetap bersama seseorang yang bisa menjagamu. Lucio sudah pergi."

Luke mulai mencari cara agar Vale tetap aman walaupun tanpanya. Di benaknya muncul suatu ide, menitipkan Vale kepada kedua orang tuanya bukan masalah besar, bukan? Anggap saja, ia temu rindu dengan mereka.

"Ayo, aku akan mengajakmu ke dunia manusia untuk bertemu dengan kedua orang tuamu," ajak Luke.

"Benarkah?!"

"Tentu, ucapkan dimana rumahmu."

"Jalan Everest nomor tiga puluh dua."

***

Brian dan Louis sudah membawa kedua pengawal yang berhasil Brian ancam itu. Mereka benar-benar menurut dengan Louis. Setelah sampai di depan kerajaan, kedua pengawal itu langsung memasuki kerajaan. Sebelum itu Louis sudah memberikan obat bius kepada mereka untuk dimasukkan kedalam minuman atau makanan yang biasa Liana konsumsi.

Tok .. tok .. tok

"Nona, ini minuman yang anda inginkan," ucap salah satu maid. Tanpa diketahui di minuman itu telah dicampur obat tidur dengan dosis sedang yang tak mengeluarkan bau. Mereka tak mau Liana tidur lama.

"Baiklah, letakkan."

Maid itu segera meletakkan cangkir berisi kopi itu lalu pergi. Liana membuang permen karet yang ia kunyah lalu meminum kopi itu tanpa rasa curiga. Dalam 2 menit, ia merasakan kantuk melandanya. Tak biasanya ia mengantuk. Setelah memastikan Liana sudah tertidur, kedua pengawal itu mengangkatnya dan memasukkannya kedalam karung lalu membawanya. Orang-orang pasti akan mengira bahwa itu adalah sampah, jadi mereka tak akan terlihat mencurigakan.

Setelah menunggu hampir 30 menit lamanya, kedua pengawal itu keluar dengan sebuah karung yang mereka bawa. Louis dan Brian langsung tersenyum senang. Setelah urusannya dengan kedua pengawal itu selesai, Louis dan Brian langsung melakukan teleportasi ke ruang bawah tanah kerajaan.

"Berjalan sempurna," ucap Louis yang diangguki oleh Brian. "Ikatlah dia, aku tak mau direpotkan olehnya nanti saat dia bangun."

"Baiklah."

Brian membawa sebuah tali tambang lalu mengeluarkan Liana dari karung itu dan mengikat tubuhnya dengan erat.

Tiga puluh menit berlalu, akhirnya Liana bangun dan pandangan pertamanya jatuh kepada Louis dan Brian yang sedang menatapnya sambil bersandar ke tembok.

"Sudah bangun tuan putri?" Tanya Brian penuh drama.

"K-kalian! Lepaskan aku!" Teriak Liana.

"Sangat berisik. Jika kau ingin hidup lebih lama, maka diamlah," ucap Louis.

"Kau bajingan! Sialan!"

"Memang," jawab Louis enteng. "Apalagi kepada orang sepertimu, aku harus menjadi seperti yang kau katakan."

Brian tersenyum setuju, Louis menyuruhnya mengambilkan pisau kesayangannya. Brian mengangguk lalu pergi meninggalkan Liana dan Louis.

"Jika kau ingin membunuhku, maka bunuh saja aku sekarang," ucap Liana. Tanpa diketahui tangannya yang terikat dibelakang sedang merogoh kantungnya mencari pisaunya. Setelah menemukannya ia memotong talinya dengan susah payah.

"Tidak-tidak, aku tidak akan membunuhmu dengan mudah, aku akan membuatmu tersiksa sehingga kau akan lebih memohon untuk kubunuh."

"Coba saja jika berhasil," ucap Liana sambil tersenyum sinis.

Dengan gerakan cepat pisau yang Liana genggam dengan kedua tangannya yang sudah bebas, menusuk perut dan bahu Louis beberapa kali. Louis yang belum siap pun langsung tumbang dan menahan sakit pada perut dan bahunya. Liana yang melihat kesempatan langsung berusaha melepaskan tali di kakinya.

Dor! Dor!

Suara senapan menggema ke seluruh ruangan. Brian adalah pelakunya, ia menembak Liana dengan cepat ketika mengetahui bahwa Louis tumbang. Liana menahan sakit pada kaki dan lengannya.

"Louis! Kau tak apa?" Tanya Brian panik melihat darah melumuri seluruh baju Louis.

----- n o t e -----

Jangan lupa vote and comments!
Supaya aku bisa cepet update!

Follow me on Instagram :
@literasimary_

ETHEREAL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang