Chapter 31

260 20 2
                                    

Suara berisik menyambut indra pendengaran Vale. Dua hal yang Vale rasakan setelah bangun pagi ini adalah dingin dan pusing.

"Sean, kenapa efeknya belum menghilang?" Tanya Louis.

"Efeknya akan tetap ada di dua belas jam pertama sejak hari ini dimulai. Tepatnya dimulai sejak pukul satu pagi sampai dua belas siang," jelas Sean yang berdiri di dekat pintu. Sean mengecek jam tangannya. "Sekarang masih pukul sepuluh pagi, efeknya akan hilang dua jam lagi."

Louis menyugar rambutnya dengan jarinya. Sejak tadi malam, ketahuilah bahwa Louis sungguh khawatir dengan keadaan Vale. Bahkan ketika Sean datang, Louis tetap tak mau bergerak dari samping Vale.

Tadi malam tepat waktu Louis melakukan mating, langit malam berubah menjadi lebih gelap bahkan bulan tak lagi terlihat, suara petir ada dimana-mana, Badai cuaca yang ekstrem dan hujan sampai badai pasir.

"Apa kau tau tadi malam aku tersedak makanan gara-gara suara petir? Mungkin aku bisa mati jika aku makan sangat banyak," lirih Luke yang menemani Louis di kamar. Mauren dan Wilone ingin menemani, namun mereka harus pergi ke kerajaan werewolf bagian barat. Akhirnya yang ada di kerajaan hanyalah Louis, Lucio dan Luke.

"Bisakah kau ulang kejadiannya?" Balas Louis membuat Lucio tersenyum tipis. 

Luke memandang kedua saudaranya dengan penuh dendam.

"Apa kau kira hidupku adalah video sehingga bisa kau replay?"

"Mungkin."

Lucio memandang kedua saudaranya lalu menghela nafas. Selama ini, Lucio memang yang paling jarang beradu bicara dengan keduanya.

"Louis," panggil Vale lirih membuat Louis segera menghentikannya adu bicaranya lalu mendekati Vale.

"Bagaimana keadaanmu?" Tanya Louis sambil mengelus rambut Vale yang perlahan berubah menjadi blonde brown.

"Apa yang kau lakukan tadi malam, Louis? Aku takut denganmu."

Louis sudah mengira ini akan terjadi, mate nya akan takut dengannya. Kedua saudaranya memilih keluar dari kamar dab membiarkan Louis bersama Vale.

"I'm sorry, mate. Aku harus melakukan itu untuk membuatmu menjadi milikku seutuhnya. Aku harus menandaimu."

Vale menghela nafas lalu mengangguk mengerti, ia sedikit kecewa karena Louis tak memberitahunya sebelumnya.

"Louis, kenapa mataku sangat perih?" Tanya Vale yang mengucek matanya. Louis menahan tangan Vale lalu mengambilkan kaca. Vale mengaca dan terkejut melihat warna matanya yang berubah menjadi biru laut seperti Louis. Rambutnya pun berubah secara perlahan. Dalam satu kedipan, warna matanya kembali semula yaitu hazelnut. "Ada apa dengan diriku?"

"Itu efeknya, mate. Itu menandakan bahwa aku sudah berhasil memberikan sebagian jiwaku ke tubuhmu."

Vale mengangguk pelan lalu berusaha menghalau cahaya matahari yang menyilaukan matanya.

"Apa terlalu silau?" Tanya Louis yang dijawab dengan anggukan Vale. "Aku akan menutup jendelanya."

Louis segera beranjak dan menutup jendela.

"Apa ada yang kau butuhkan lagi? Bagaimana perasaanmu?"

"Aneh."

"Tak apa, aku akan selalu disini, efek itu akan menghilang satu jam lagi."

Satu jam Vale dan Louis lalui dengan keheningan, tak ada yang membuka pembicaraan. Rambut dan warna mata Vale sudah tak berubah-ubah. Mereka kembali ke warna semula. Dan Louis tentunya sangat lega, mengetahui bahwa efek itu sudah berakhir dan menyisakan demam yang sudah turun.

"Demam mu sudah turun, mate," ucap Louis setelah menempelkan punggung telapak tangannya ke dahi Vale.

"Tanganmu dingin, Louis."

"Maafkan aku. Duduklah, aku akan mengambilkan makanan terlebih dahulu."

Vale mengangguk dan berusaha duduk dengan bantuan Louis. Ia bersandar kepada head board kasur. Pusing nya sudah hilang, tetapi ia masih kedinginan walau tak separah tadi.

Di dapur beberapa maid sedang sibuk berkutat dengan makanan yang Mauren perintahkan. Sebelum pergi Mauren memerintahkan beberapa maid agar membuatkan sup dan air jahe yang dicampur madu untuk Vale tepat jam makan siang ini. Louis hanya turun untuk mengambilnya lalu kembali ke kamar.

Louis membuka pintu dengan kakinya karena kedua tangannya sibuk memegang nampan.

"Makanlah, setelah itu minum obatmu," ucap Louis.

"Cepat sekali," ucap Vale. Tampaknya belum sampai 15 menit, Louis sudah kembali.

"Mom tadi memerintahkan beberapa maid untuk membuatkanmu makanan ini."

Setelah bangun, Vale benar-benar menjadi pendiam. Bisa dikatakan Vale sedang bingung dengan jati dirinya yang sebenarnya dan masih banyak yang ia bingungkan. Ia tak marah kepada Louis, ia hanya memerlukan waktu untuk berpikir.

"Bagaimana rasanya?" Tanya Louis.

"Sedikit hambar dan pahit."

Dahi Louis mengernyit, yang membuat makanan ini adalah kepala maid yang sudah bekerja selama puluhan tahun lamanya dan keluarga mereka tak pernah mengomentari masakannya karena selalu lezat. Ah benar! Louis sangat bodoh! Mate nya sedang sakit pantas saja ia tak dapat merasakan makanannya.

"Setelah kau benar-benar sembuh aku akan mengajakmu ke bukit."

"Benarkah?" Tanya Vale senang tak main. "Apakah aku bisa melihat langit malam juga?"

"Tentu, aku akan membawamu seharian penuh."

"Aku sangat tak sabar!"

"Kalau begitu cepat habiskan makananmu dan sembuh."

Vale mengangguk senang, sejak lama Vale sangat ingin pergi ke bukit untuk melihat langit malam tetapi Louis selalu melarangnya dengan alasan banyak hewan liar. Louis hanya memandang matenya lalu terkekeh, ia mengusap rambut Vale perlahan.

"Berjanjilah kau akan mengajakku pergi ke bukit!" Tuntut Vale sambil menyodorkan jari kelingkingnya.

"Aku berjanji," balas Louis sambil menautkan jari kelingkingnya ke jari Vale.

----- n o t e -----

Jangan lupa vote and comments!
Supaya aku bisa cepet update!

Follow me on Instagram :
@literasimary_

ETHEREAL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang