Chapter 14

517 37 2
                                    

Sejak tadi Louis terus berada disamping Vale sembari mengenggam erat tangannya. Luka Vale sudah diobati dan kini ia sedang tertidur setelah menangis tanpa henti. Louis berbaring sambil menyingkirkan rambut-rambut yang menutup wajah Vale, ia tersenyum kecil saat tadi Vale memeluknya dengan erat karena obat yang begitu perih saat menyentuh lukanya. Gadis ini benar-benar sudah luluh padanya.

"Louis." Suara serak milik Vale terdengar lirih.

"Apa masih sakit?" Tanya Louis. Vale menggeleng pelan, perlahan ia berusaha duduk dengan dibantu Louis. "Minumlah, aku tau kau haus setelah menangis tadi," lanjutnya sambil memberikan segelas air putih.

Louis tentu tau apa yang diinginkan Vale, dengan senang hati Vale menerimanya dan meneguknya sampai habis. Louis menerima gelas yang sudah kosong itu lalu meletakkan di nakas sampingnya.

"Panah, siapa yang mengirim?" Tanya Vale.

"Entahlah, aku akan mencarinya. Selama itu, aku akan menjagamu lebih ketat dari biasanya. Tetaplah didekatku dan kau aman."

Vale mengangguk, tentu saja setelah kejadian tadi ia harus selalu didekat Louis. Biasanya ia bukan gadis yang penakut, namun kali ini benar-benar berbahaya untuknya. Apalagi setelah melihat panah yang sebenarnya. Ternyata panjangnya tidak sependek yang ia tonton di film. Sangat panjang, tajam, tipis, dan terbuat dari besi yang mahal. Andaikan saja ia dapat mengambil panah itu, pasti ia akan segera menjualnya dengan harga mahal. Karena panah itu tampaknya cocok diberi label "Limited Edition." Tapi tunggu .. sampai kapan ia akan terus mendapatkan gangguan seperti ini? Apakah seseorang sedang bercanda dengannya? Jika bercanda tidak harus menggunakan kekerasan seperti ini seharusnya. Jika bercanda seharusnya ia ikut senang bukannya malah merasa takut.

***

Saat ini Louis sedang berada di ruangan Wilone bersama dengan Lucio dan Luke. Wilone sengaja mengumpulkan mereka untuk membahas masalah.

"Tepat pada saat penyerangan Vale, dad mendapatkan surat ini," ucap Wilone sembari menyerahkan amplop bewarna hitam. Louis yang penasaran segera mengambilnya dan membacanya.

"There is no eternal life. Wait for the show that I will make later .."

Itulah isi surat yang dikirimkan tadi. Louis membaca dengan seksama. Siapa yang mengirim ini?

"Siapa yang mengirim?" Tanya Luke yang ikut membaca isi suratnya. Tak ada yang bisa menjawabnya, mereka juga tak tau siapa yang mengirim, tidak ada nama pengirim di surat. Tulisan itu pun sangat asing di mata mereka.

"Putri Evelina?" Tebak Lucio. Tangan Louis mengepal, rahangnya mengeras. Bisa jadi putri Evelina, sudah Louis katakan sebelumnya bahwa gadis itu sangatlah licik. Kenapa tak terpikirkan di otaknya sejak tadi?

"Jangan mengambil kesimpulan berdasarkan tebakan Louis. Kau harus mencarinya sendiri," ucap Wilone.

Setelah dari ruangan Wilone, Louis langsung pergi menuju ruang laboratorium. Panah itu berada disana, Louis yang membawa dan menyuruh meneliti panah itu.

"Bagaimana?" Tanya Louis kepada peneliti.

"Terdapat sebuah racun yang berada di ujung panah, racun ini berasal dari tumbuhan beracun yang ada di hutan Vlaura. Namun, bagaimana bisa mereka mendapatkan racun itu? Sedangkan saat kita memasukinya saja, kita bisa langsung meninggal."

Kalau begini seseorang itu benar-benar ingin membunuh Vale kemarin. Tidak salah tebakan Lucio, pasti putri Evelina. Kerajaan mereka juga dekat dengan hutan Vlaura.

"Bagaimana dengan lainnya? Apa kau menemukan sesuatu?"

"Tidak ada, bahkan sidik jari pun tidak ada, sepertinya dia sudah ahlinya dalam melakukan ini. Panah ini juga merupakan panah yang dibuat sendiri bukan membeli. Karena itulah panah ini tidak akan bisa ditemukan dimanapun."

Louis mencoba mengambil panah itu dengan tangan yang sudah dilapisi dengan sarung tangan karet. Ia meneliti panah itu, memang panah ini sangat berat tetapi mematikan. Omong-omong ia belum pernah melihat panah yang dilapisi bahan logam selama di dunia immortal ini.

"Bahannya dilapisi logam."

"Logam Rhodium tepatnya," jawab peneliti itu dengan cepat. "Rhodium adalah logam paling mahal di dunia, dan juga sangat langka."

"Bagaimana bisa ia mendapatkan bahan langka ini?"

Tunggu .. ada satu hal yang baru ia sadari, tebakannya salah! Pasti bukan putri Evelina, gadis itu bahkan tidak bisa menggunakan pedang, bagaimana bisa ia menggunakan panah yang berat seperti ini? Pasti ada pelaku lain dibalik ini.

***

Seharian ini Louis terus memikirkan siapa dalang dibalik ini semua. Panah itu berasal dari bukit yang jaraknya jauh dari kerajaan lalu bagaimana cara dia mengetahui bahwa Vale dan Mauren sedang berada di luar kerajaan, penglihatan seorang vampire dan werewolf tak setajam itu karena jaraknya terlalu jauh.

Bukit? Benar .. ia harus memeriksanya sendiri kesana! Louis mengecek keadaan diluar, rupanya masih sore hari. Ia harus segera pergi sebelum petang. Akan susah mencarinya jika sudah gelap. Louis segera mengambil mantel hitamnya dan pedang untuk berjaga-jaga lalu mencium kening Vale sejenak. Vale tertidur lagi sejak siang, Louis pun membiarkan gadis ini tidur.

"Aku akan segera kembali, mate."

Louis menutup pintu perlahan agar Vale tak terbangun. Agak susah untuknya pergi jika Vale bangun, mate nya itu pasti akan merengek untuk ikut atau tak memperbolehkannya pergi. Jika pun boleh ia pasti akan di interogasi sampai malam.

"Kau mau kemana?" Tanya Lucio yang baru saja ingin lewat.

"Bukit."

"Memeriksa dan mencari dalangnya?" Tebak Lucio, Louis mengangguk lalu segera pergi. Tetapi sebelum itu Lucio berkata, "Aku ikut denganmu."

Langkah Louis berhenti lalu menoleh ke Lucio yang tetap menatapnya datar. Louis menghela nafas sejenak lalu mengangguk. Lucio segera pergi ke kamarnya yang tak jauh jaraknya. Ia segera mengambil mantel, Quiver atau yang biasa disebut tas busur panah yang sudah berisi 10 anak panah lalu ia sampirkan di punggung, serta busur yang ia pegang.

"Kau hanya membawa sepuluh anak panah?" Tanya Louis.

"Ya, itu sudah lebih dari cukup untuk seseorang yang sudah handal."

"Oke, ayo pergi sebelum petang."

Lucio mengangguk lalu mengikuti Louis mulai dari dalam sampai keluar kerajaan. Mereka menuju kandang kuda dan mengeluarkan kuda milik mereka. Louis sedikit mengelus kuda itu sebelum menungganginya, memastikan bahwa ia ingin bekerja sama dengan sang kuda, mungkin? Louis dan Lucio segera menunggangi kuda dan segera keluar area kerajaan. Jika perjalanan dengan berjalan kaki butuh waktu 2 jam lamanya, maka dengan kuda mereka bisa sampai dalam 45 menit.

"Ditengah bukit ada gubuk?" Tanya Lucio yang melihat sebuah gubuk diatas bukit. Louis mendongak, benar ada sebuah gubuk, tapi ia tak tau gubuk itu masih ditempati atau tidak.

"Kita kesana terlebih dahulu."

----- n o t e -----

Jangan lupa vote and comments!
Supaya aku bisa cepet update!

Follow me on Instagram :
@literasimary_

ETHEREAL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang