Chapter 34

793 35 3
                                    

Hari-hari tanpa Louis sangat membosankan untuk Vale. Louis juga tak kunjung bangun dan membuat Vale semakin ingin menangis terus-menerus.

Saat ini Vale berada di kamar Louis dan mengenggam tangan Louis yang hangat. Vale mencoba tersenyum, tetapi air matanya malah terjatuh ke pipinya.

"Louis, apa kau ingat besok adalah hari ulang tahunku dan apa kau ingat janjimu untuk mengajakku ke bukit lalu melihat bintang bersama? Baiklah, lupakan soal itu," ucap Vale tersenyum miris. "Hari ini sarapannya lezat, namun aku merasa tak menginginkannya. Hari ini perasaanku masih sama seperti kemarin, hampa. Dan sepertinya aku memiliki minat baru, yaitu aku ingin belajar memanah, apa boleh? Aku sangat kagum saat melihat latihan Luke."

Vale terdiam beberapa saat lalu menghela nafas lelah. Setiap hari, Vale mendatangi kamar Louis dan menceritakan seluruh hal yang ia alami hari itu. Walaupun ia tau itu akan berakhir dengan tak ada balasan. Tetapi setidaknya, ia sudah menceritakan semuanya kepada Louis tentang bagaimana perasaannya, harinya, apa yang ia makan, dan lainnya.

***

3 hari telah berlalu, namun tak ada tanda-tanda bahwa Louis akan bangun. Padahal besok adalah hari ulang tahun Vale ke 18. Seharusnya ia senang, namun, tanpa adanya Louis apa gunanya?

Seluruh keluarga Adelard juga turut prihatin dengan keadaan Louis, mereka berharap Louis segera bangun. Apalagi Vale yang terus bersedih seperti ini, membuat mereka merasa bersalah. Kedua saudara Louis juga beberapa kali menanyakan kepada Sean dan Sein tentang kapan Louis akan bangun.

"Sean, Sein, kapan Louis akan bangun?" Tanya Lucio.

"Tidak bisa dipastikan, jika keadaannya terus menurun seperti saat ini, mungkin dia akan bangun lebih lama, namun jika keadaannya stabil, kemungkinan dia akan segera bangun," jelas Sean.

"Tapi ini sudah tiga hari, dan kondisinya terkadang stabil, namun terkadang menurun," ucap Luke.

"Itulah penyebabnya, kita harus menunggu kondisinya stabil," balas Sein.

***

Kantung mata Vale menghitam, ia tak bisa tertidur selama 3 harian ini. Tak jarang ia selalu menangis saat melihat Louis. Ia merindukan lelaki ini lebih dari apapun. Ia rindu dengan segala gurauan nya, cuek nya, kehangatannya, dan senyumannya.

"Vale, ayo makan, kau tidak mau bukan Louis marah karena melihatmu tak terurus?" Ajak Mauren secara halus. Vale menggelengkan kepalanya lalu menatap Louis hampa.

"Apakah dia akan bangun jika aku mau makan?" Tanya Vale yang tentu Mauren tak bisa menjawabnya.

Ia juga tak tau kapan Louis akan bangun, namun keadaan Vale lebih memprihatinkan, gadis ini hanya mau makan satu kali sehari. Biasanya jika ada Louis, Vale akan makan lebih dari 3x.

"Ayo, makan dan kita tunggu dia bangun, hm?" Tawar Mauren dan Vale mengangguk.

Malam ini langit terlihat cerah seolah-olah menyambut ulang tahunnya besok. Vale membuka jendela dan menatap langit yang penuh akan bintang. Tangannya bergerak keluar seolah-olah ingin menggapai salah satu bintang itu.

"Kau belum tidur, Vale?" Tanya Mauren.

"Belum, mom."

"Segeralah tidur, besok hari ulang tahunmu, bukan? Tidurlah dan berharaplah bahwa Louis akan bangun besok."

"Aku sudah mengharapkan hal itu setiap saat, mom."

Mauren terdiam sejenak lalu tersenyum sesaat. Ia mengajak Vale duduk di pinggir kasur Louis, lalu Mauren mengelus rambut Vale dengan lembut.

"Terkadang apa yang kamu harapkan, tak bisa terjadi hanya dalam satu malam. Harapan yang kamu inginkan dan sebutkan setiap saat, sama seperti sepeda yang dikayuh, dia akan sampai pada waktunya, sama seperti harapanmu, ia akan terwujudkan pada saatnya," nasihatnya. Mauren bukannya tak sedih, ia sangat sedih melebihi apapun melihat kondisi putranya yang terbaring lemah. Namun, ia tak dapat melakukan apapun juga.

"Lalu kapan waktunya akan datang?" Tanya Vale.

"Entahlah, tapi yang perlu kau ketahui, Louis sedang berjuang untukmu, ia sedang berjuang untuk bertahan dan bangun," ucap Mauren sambil melihat Louis.

Perkataan Mauren setidaknya membuat hati Vale menghangat, benar apa yang dikatakan Mauren. Louis pasti akan bangun dan saat ia bangun, Vale pastikan ia akan berada di dekatnya, menjadi orang pertama yang dilihatnya.

***

Hari ini tepatnya Vale berusia 18 tahun. Pagi-pagi benar, para maid sudah mendadaninya dan memakaikannya gaun yang sangat indah. V-neck and sleeveless grey prom dress, itulah nama dress yang ia gunakan. Dress yang memperlihatkan sedikit belahan dadanya dan salah satu paha mulusnya. Mauren yang memilihkan dress itu untuknya. Niatnya mereka akan mengadakan pesta di dalam kerajaan.

"Vale, kemarilah," panggil Wilone. Vale segera berjalan ke arah Wilone dan Mauren. Hanya senyum palsu yang dapat Vale tawarkan di wajahnya.

"Ada apa, mom, dad?" Tanya Vale.

"Ini adalah pelatih Luke, bukankah kau ingin berlatih panah? Dia bisa mengajarimu bersama dengan Luke," ucap Wilone memperkenalkan sang pelatih. Vale tersenyum lalu berjabat tangan.

Mereka saling berbicang, tetapi Vale tetap diam dan menyimak. Ia ingin melihat bagaimana keadaan Louis. Karena itu Vale memilih undur diri dan menuju kamar. Louis tetap terbaring, tak ada tanda-tanda bahwa ia akan bangun. Vale duduk perlahan di bibir kasur lalu mengenggam tangan Louis dengan erat. Ia mencium kening Louis sesaat, menyalurkan kerinduan yang teramat dalam.

"Hari ini adalah ulang tahunku, mom dan dad mengadakan pesta, dibawah sangat ramai, namun entah mengapa rasanya sepi bagiku. Apa kau tak berniat bangun dan mengucapkan selamat ulang tahun untukku?" Tanya Vale lirih, bahkan air matanya ingin terjatuh, tetapi ia tak membiarkan air mata sialan ini jatuh pada hari ulang tahunnya dan merusak make up nya.

Tok .. tok .. tok

"Vale, apa kau di dalam?" Tanya Mauren dari luar. "Segeralah keluar dan menyapa beberapa tamu dibawah."

"Baik, mom," ucap Vale.

Vale menghela nafas sedih, lalu beranjak berniat keluar kamar, tetapi saat ia baru beranjak, tangannya ditarik sehingga Vale terjatuh tepat diatas tubuh Louis. Mata Vale membulat dan berusaha menegakkan tubuhnya. Mata Louis yang awalnya tertutup, terbuka sempurna. Mata bewarna biru laut itu terbuka!

"L-louis," panggil Vale tak percaya.

"Hm?"

Masa bodo dengan semuanya, air mata Vale terjatuh. Louis mengangkat tangannya berusaha menghapus air mata Vale.

"Kau sangat jahat!" Ucap Vale sambil memukul dada Louis pelan.

"I'm sorry. Apa pesta dibawah masih terasa sepi, mate?" Bisik Louis sambil mengeratkan pelukannya.

"Tidak lagi," jawab Vale sebelum menyadari sesuatu yang aneh. "Kapan kau bangun?!"

"Sekitar dua jam yang lalu."

"Louis!" Teriak Vale tak terima, Louis menjauhkan telinganya dan terkekeh.

Louis tersenyum, lalu mengecup bibir Vale yang cemberut karena ulahnya, Louis hanya mengecupnya sesaat. Ia mengelus rambut Vale yang sudah tertata rapi itu.

"Happy birthday," ucap Louis. "Sepertinya kau sudah berada di usia yang aku inginkan."

"Usia yang kau inginkan?" Tanya Vale tak mengerti.

"Usia untuk menikahimu."

----- n o t e -----

CERITA ETHEREAL SUDAH TAMATT! TERIMAKASIH BUAT SEMUA READERS YANG SUDAH MAU MEMBERIKAN VOTE DAN KOMEN!

Sampai jumpa di cerita selanjutnyaa! Jangan lupa vote and comments!

Follow me on Instagram :
@literasimary_

ETHEREAL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang