Chapter 20

358 20 0
                                    

Saat ini Raja Vilip tengah berada diruang kerja miliknya sembari memijat kepalanya yang pening.

Pintu diketuk oleh seseorang membuat Raja Vilip mendongak dan mendapati seorang gadis seusia putri Evelina. Tanpa ijin gadis itu langsung duduk didepannya dengan angkuh.

"Nanti pangeran Louis dan pangeran Lucio akan kemari. Aku harap kau tidak membocorkan siapa diriku, dad," ucapnya yang membuat Raja Vilip meneguk ludahnya kasar dan segera mengangguk mengerti.

"Dad mengerti."

Gadis itu segera keluar, Raja Vilip menatap nanar punggung gadis itu yang perlahan menghilang, gadis yang ia rawat sedari kecil dan sudah ia anggap sebagai putri kandungnya sendiri. Selang beberapa menit pangeran Louis dan Lucio masuk. Raja Vilip dengan cepat menetralkan raut wajahnya seperti terkejut dengan kehadiran dua pangeran dari kerajaan Adelard ini.

"Aku tak menyangka kalian akan datang, seharusnya beritahu terlebih dahulu agar aku bisa menyiapkan sajian untuk kalian," ucap Raja Vilip.

"Kami tak memerlukan sajianmu, kami hanya perlu jawabanmu Raja Vilip," balas Louis dingin. "Gubuk diatas bukit adalah milikmu, bukan?" Lanjutnya.

"Ya itu milikku."

"Kenapa kau menghilangkan mantranya? Ahh .. atau mantranya memang sudah tak bekerja?"

Raja Vilip bergumam sejenak, bagaimana bisa Louis mengetahui gubuk itu sedangkan yang mengetahui gubuk itu hanyalah keluarga kerajaan. Di benaknya sudah tersimpan ribuan jawaban.

"Mantranya memang sudah tidak bekerja sejak satu minggu yang lalu, Louis."

"Lalu mengapa kau tak memberinya mantra lagi? Bagaimana jika ada makhluk lain yang memasuki gubuk itu?"

"Tak masalah, lagipula aku memang tidak pernah mengunjungi gubuk itu dua tahun terakhir ini."

"Kau memang tak mengunjunginnya, tetapi bagaimana dengan seseorang yang tak pernah kau tunjukkan kepada dunia?" Tanya Lucio.

Raja Vilip yang sedang meminum teh langsung terbatuk-batuk setelah mendengarnya. Rasa panik melandanya, tak mungkin! Tak mungkin seseorang bisa mengetahui hal ini selain dirinya!

"A-apa maksudmu pangeran Lucio?"

***

Seorang gadis berada di ruangan gelap berukuran 4x4 meter. Gadis itu mengenakan dress bewarna merah darah  ketat dan hanya sepanjang pahanya, warna dress itu senada dengan warna lipstiknya. Rambutnya yang sepanjang punggung ia gerai dan dengan gaya angkuhnya ia duduk di kursi kebanggannya.

Hanya ada satu kursi dan satu meja diruangan itu. Di pojok ruangan selalu terdapat kamper, sebab ia sangat benci dengan bau tak sedap lainnya. Sembari menatap layar didepannya yang menunjukkan ruangan ayahnya, ralat! Ayah tirinya! Ia tersenyum licik sambil meminum segelas darah yang berada di tangannya. Setelah meminumnya ia memutar kaki gelas itu perlahan dengan jari lentiknya.

Ia meletakkan gelas itu lalu beranjak dan segera mengambil jubah bewarna hitam dengan kupluk yang menutupi wajahnya. Pertunjukan sebenarnya akan segera dimulai, lebih baik ia nelakukan pemanasan terlebih dahulu bukan?

"Aku akan segera ketahuan dengan begini aku bisa segera menunjukkan pertunjukan yang sebenarnya," ucapnya dengan senyuman sinis. "Valeria Cadenza, aku akan segera datang kepadamu dengan membawa buah tangan, namun apa yang seharusnya kubawakan untukmu? Ah benar! Serial romansa Before we go yang sangat kau cintai."

***

Kini Vale sedang bersama Mauren, ia berniat menemaninya merajut syal sekaligus belajar membuatnya.

"Mom kenapa sangat sulit? Rasanya aku sudah tak mampu untuk merajut ini," ucap Vale lelah. Padahal ia hanya merajut sepanjang 5 cm, tetapi entah mengapa tangannya seperti mau patah. Mauren tertawa sejenak, Vale sangat mirip dengan dirinya dulu. Saat awal merajut ia juga hanya berhasil merajut sepanjang 5 cm itupun sangat berantakan
.
"Kau sangat mirip dengan mom dulu, sayang."

"Benarkah??"

"Tentu!"

Mauren asik menceritakan sambil merajut sedangkan Vale mendengarkan dengan saksama. Luke datang dan menghentikan kegiatan mereka berdua, dia baru saja kembali dari latihannya.

"Mom, dimana dua saudara kulkas itu?" Tanya Luke. Dua saudara kulkas adalah julukam yang diberikan oleh Luke untuk Louis dan Lucio. Sifat mereka berdua sangat dingin seperti kulkas, jadi jangan salahkan Luke yang memanggilnya dengan nama itu.

"Mereka pergi ke bukit," jawab Vale yang diangguki Mauren.

"Ohh, baiklah!"

Luke pergi kembali ke kamarnya untuk membersihkan dirinya yang lengket karena keringat. Sedangkan Mauren dan Vale kembali melanjutkan pembicaraannya. Tetapi benang yang digunakan Mauren habis sehingga mereka menghentikan pembicaraannya.

"Astagah, benang mom habis. Sebentar ya sayang, mom akan mengambil benang pengganti," ucap Mauren lalu beranjak.

"Aku saja mom! Dimana ruangannya?" Tanya Vale yang membuat dahi Mauren mengernyit seketika.

"Baiklah, tolong ambilkan diruangan perlengkapan di lantai 4. Setelah sampai cari laci nomor 11 dan ambil benang bewarna ungu muda."

"Oke mom!"

Vale segera menaiki tangga menuju lantai 4. Sejak tadi Vale berada di lantai 2 bersama Mauren. Untung saja anak tangga tidak terlalu banyak.

Setelah sampai dilantai 4, Vale segera mencari ruang perlengkapan yang tak jauh dari tangga. Ruangan itu terletak di tengah dari lantai ini. Vale melangkahkan kakinya menuju pintu ruangan itu lalu membukanya. Pandangan pertamanya jatuh pada ruangan yang begitu bersih. Tak ada debu sama sekali disini! Ia mengira ruang perlengkapan akan sangat kotor. Diruangan ini banyak terdapat perlengkapan, seperti pedang berbagai ukuran, panah dan anak panah, tombak, baju besi, dll. Oke! Hentikan pemikiran randommu Vale! Sekarang segera cari laci lalu mengambil benang.

"Laci nomor sebelas," lirihnya lalu menunduk dan berjalan perlahan. Ia melewati laci nomor 1 sampai 10. Nah! Ini dia! Dengan cepat ia membuka laci itu. Lagi dan lagi Vale membulatkan matanya. Sangat banyak benang didalam sini dengan beraneka warna. "Bagaimana bisa aku menemukannya jika benangnya sebanyak ini?" Gumamnya.

"Aku bisa membantumu," ucap seseorang dari arah pintu. Vale menoleh dan mendapati seseorang menggunakan jubah hitam yang menutupi seluruh tubuhnya termasuk wajahnya.

"Siapa kau?" Tanya Vale, seingatnya tak ada mate yang menggunakan baju seperti ini.

Kupluk gadis itu terdorong oleh angin yang berasal dari jendela belakang Vale. Wajahnya mulai terlihat dan menatap Vale dengan tatapan kejam. Mata Vale langsung membola terkejut setelah melihat wajahnya.

"Liana?"

----- n o t e -----

Jangan lupa vote and comments!
Supaya aku bisa cepet update!

Follow me on Instagram :
@literasimary_

ETHEREAL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang