Jeongyeon 2015 (JeongMi 2)

242 36 38
                                    

Pagi ini kami semua diminta untuk datang ke auditorium. Kata Sana, ini rutinitas setiap bulannya, apalagi ini masih di semester awal kami masuk sekolah.

Pandanganku tanpa sengaja mengedar mencari sosok laki-laki yang belakangan ini menggangguku... si peramal amatir. Sejenak aku berpikir kenapa aku malah mencari kehadirannya? Ya... Entahlah. Memang dasae wanita, susah ditebak.

Beberapa saat mencari, aku tidak menemukannya dimanapun. Tak berapa lama ku dengar Nayeon berdecak sebal.

"Ck... Dia lagi." Aku menoleh ke arahnya penuh tanya.

"Hm??"

"Itu Jeongyeon di depan. Selalu saja sengaja datang terlambat bersama yang lain. Memberi pengaruh buruk saja." Dia menunjuk dengan matanha yang mengarah ke depan kanan auditorium.

Ternyata nama si peramal amatir itu Jeongyeon...

"Oh... Lalu kenapa kau tidak bilang Chayeoung untuk berhenti dekat dengan dia?"

"Biarkan saja, masih masa SMA..." Aku tersenyum karena tak menyangka dengan jawaban Nayeon yang begitu santai. Padahal sebentar tadi dia terlihat kesal.

Setelah dari auditorium, kami berjalan bersama menuju kelas dan tentu ada Jimin mengikuti kami dari belakang. Aku berpikir, apa dia tidak punya teman laki-laki lain?

"Jeongyeon itu ketua basket dan dari department practical music. Dia itu terkenal bukan karena ketua basketnya, tapi terkenal karena kenakalan dan kejahilannya." Sana menjelaskan sembari kami duduk di bangku kami yang bersebelahan.

---------

Pulang sekolah supirku tidak bisa menjemputku karena harus mengantar orang tuaku ke bandara. Mamaku ada seminar di Tokyo dan papa menemaninya karena sedang libur praktik. Oh iya, aku ini biasa berangkat naik bis, tapi kalau pulang sekolah terkadang di jemput supir. Padahal aku sudah bilang papa dan mama agar aku naik bis saja, tapi mereka kasihan padaku. Takut lelah katanya.

Sudut mataku terlirik melihat Jeongyeon dengan sepedanya menghampiriku. Ah sial... Pasti ingin aku mau dibonceng olehnya.

"Naik bis?" Tanyanya dan aku hanya mengangguk singkat sebagai jawaban.

"Aku temani ya."

"Hah? Sepedanya?" Entah apa yang merasukiku menjawab seperti itu seakan aku setuju dia mau menemaniku.

Ku lihat dia tersenyum lebar. Cukup manis, melebih manisnya senyuman kekasihku yang jauh di negri sana.

"Gampang." Lalu kulihat dia mengedarkan pandangannya.

"Tidak usah, aku duluan." Belum aku melangkah, dia memanggil Tzuyu yang kebetulan lewat, sepertinya ia ingin jajan di warung snack depan sekolah.

Jadi tidak jauh dari gerbang sekolah ada sepasang suami istri menjual eomuk dengan berbagai varian rasa dan biasanya akan sangat ramai saat pulang sekolah. Dia menitipkan sepedanya pada Tzuyu. Ku lihat Tzuyu membeei hormat padanya layaknya tentara. Dasar aneh, mau saja disuruh-suruh.

"Ayo!" Dia menarik tanganku... Lebih jelasnya menarik ujung lengan jas seragamku.

Kami pun naik ke dalam bus. Suasana bus terbilang cukup sepi karena ini belum jam pulang kantor. Kalau jam pulang kantor bisa-bisa aku tidak dapat tempat duduk seperti sekarang dan... dia duduk di sebelahku.

"Maaf menarik ujung lengan jasmu. Aku takut kau teriak kalau aku menarik tanganmu. Nanti aku dikira penculik."

"Ini pertama kalinya duduk denganmu, disebelahmu." Aku mendiaminya dan mengeluarkan HP-ku mencari game untuk menghabiskan waktu dari pada mendengarnya berceloteh.

"Mina..." Dia memanggilku tapi aku pura-pura tidak mendengarnya.

"Kau cantik." Aku cukup terkejut dengan ucapannya yang blak-blakan.

"Gomawo." Jawabku mencoba ramah karena kata mamaku, jika ada yang memuji sebisa mungkin jawablah dengan ramah.

"Tapi aku belum mencintaimu. Tidak tahu kalau sore nanti." Lanjutnya yang membuat otakku membeku seketika.

"Apa-apaan sih?!" Tidak ada lagi keramahan untuknya. Dia hanya tersenyum bodoh, aku pun berbalik memainkan HP-ku lagi.

"Aku mau ramal lagi... Kau akan segera tahu namaku."

"Sudah tahu! Tidak usah sok meramal!!"

"Oke-oke."

Akhirnya pemberhentianku tiba dan aku turun. Dia juga ikut turun, aku kira dia akan mengkutiku sampai rumah. Tapi aku salah, dia memilih berpamitan padaku dan langsung kembali naik bus arah berlawanan untuk kembali ke sekolah. Dasar baka!

Sebelum pergi dia kembali bicara.

"Kau tahu tidak semua murid di SOPA itu payah."

"Hah? Kenapa?"

"Cuma aku yang tahan dapat hukuman detention. Bye, Mina." Dia tersenyum sebelum menyebrang dan sumpah demi apapun itu tidak penting. Aku berbalik meninggalkannya.

"Baka." Bisikku pelan saat telah berjalan jauh dari halte.

---------

Sesampainya dirumah tanpa membersihkan diri, aku langsung duduk di sofa kamarku sambil berbincang dengan kekasihku. Oh ya nama kekasihku itu Bambam, dia sedang sibuk di Jepang. Aslinya dia itu orang Thailand tapi sejak kecil sudah tinggal dan pindah di Jepang bersama orang tuanya yang memiliki perusahaan disana.

Biasanya dia sibuk. tapi hari ini dia tiba-tiba ingin berbicara di telpon. Katanya dia sedang sempat dan rindu pada suaraku.

Pembicaraan kami selesai saat bibi memanggilku untuk makan malam. Ya, makan malam sendiri hari ini.

Kembali ke kamar tiba-tiba aku teringat ucapan si peramal amatir.

'Kau cantik. Tapi aku belum mencintaimu, tidak tahu kalau sore nanti.'

Ck... Dengar ya kau Jeongyeon. Aku tidak akan suka padamu karena aku sudah punya kekasih!

Seketika aku ingat ucapan Bambam. Dia akan ke Korea saat ulang tahunku nanti. Sejujurnya aku tidak se-excited itu.

---------

Alarm HP-ku berbunyi tepat saat aku membuka mata. Ku lakukan rutinitas anak muda zaman sekarang yaitu langsung meraih benda persegi panjang bukannya bangun lalu mandi.

Ku buka aplikasi pesanku

'Pemberitahuan... Sejak kemarin sore, aku sudah mencintaimu.'

Kira-kira begitu isi pesannya. Tak perlu ku ragukan lagi, tentu itu dari si peramal amatir aneh, Jeongyeon.

Baka!















Aku belum mencintaimu, gak tahu kalau sore















TBC

Lover Boy: One Shoot Kapal Jeongyeon || Jeongyeon X TwiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang