7 | Memories

4.9K 515 6
                                    

Selepas malam itu Jennie menjadi lebih banyak diam dan menyendiri. Ia tidak enak dengan rekan dan bosnya karena sudah membuat kekacauan.

"Jennie-ya mwohae?" Jessica datang meletakkan segelas jus mangga di meja tempat Jennie bermenung.

"Cuman ngeliat angin buk" jawab Jennie nyeleneh membuat Jessica mengulum bibirnya.

"Gak baik banyak melamun apalagi bermain dengan pikiran sendiri" Jennie menatap wajah Jessica. Ia dapat melihat ketulusan dibalik bola mata indahnya.

"Maaf sudah membuat kekacauan buk" Jessica menggeleng kepala.

"Kau berhak marah dan membela diri Jen, mereka sudah sangat keterlaluan. Jika aku jadi dirimu maka aku juga melakukan hal yang sama" Jennie tersenyum tipis mendengar Jessica membelanya.

                              ~•••~

Hyunbin menggeram ketika membaca sebuah artikel di internet tentang Jennie.

"Sudah pergi masih saja membuat malu" hardiknya menggebrak meja sampai kertas-kertas dokumen di mejanya berserakan di lantai.

Sebuah postingan foto siluet Jennie dengan seorang pria di ranjang di post oleh seorang oknum yang tidak bertanggungjawab.

"Cepat hapus semua berita itu lalu cari siapa yang sudah menyebarkannya" titah Hyunbin pada anak buahnya.

Dari kecil Hyunbin memang tidak suka dengan Jennie karena gadis itu sering sakit-sakitan dan selalu dapat peringkat terakhir di sekolah. Berbeda dengan Jisoo yang selalu menjadi juara kelas dan kesayangan para guru.

Padahal tanpa dia ketahui sebenarnya Jennie anak yang cerdas namun tak ia perlihatkan akibat sikap sang ayah yang suka membanding-bandingkan dirinya dengan Jisoo.

Barulah di jenjang SMA Jennie rajin belajar sampai menjadi juara kelas dan sekolah. tetapi hal itu tidak membuat Hyunbin puas dan malah memaksanya mengikuti les tambahan dan berbagai lomba.

Bukan salahnya terlahir dengan fisik lemah. Gadis itu lahir prematur dengan kondisi jantung bocor. saat itu keuangan Hyunbin lagi sulit dan ia terpaksa menghabiskan semua uangnya untuk pengobatan Jennie sampai bayi itu tumbuh sehat sampai sekarang.

Tak jarang ia mengungkit masalah itu pada Jennie ketika mereka sedang berselisih dan saat Jennie bertanya berapa biayanya Hyunbin tak bisa menjawab.

Berita itu sampai ke tangan Jennie. gadis itu mematikan ponselnya lalu menyimpannya ke dalam saku celana.

Mendongak menatap rindang dan hijaunya pepohonan di taman cafe dengan pandangan kosong.

"Appa pasti sangat membenciku"

"Dasar anak tak berguna! Tidak bisakah kau membuatku bangga? Lihat kakakmu, dia selalu mendapat nilai bagus di sekolah sedangkan dirimu?" Hyunbin menginjak-injak raport Jennie dengan sepatunya sampai tak berbentuk.

"Dari kecil pun kau selalu menyusahkanku. kau pikir makan dan biaya sekolahmu itu tidak mahal? Aku membesarkanmu bukan untuk menjadi PECUNDANG!" Jennie kecil yang masih memakai seragam sekolah menunduk dalam-dalam mendengar amarah sang ayah.

Dan saat itu yang merangkulnya hanya sang ibu. Yejin senantiasa menyemangati Jennie dan menjadi rumah berpulangnya.

Ketika liburan semester Jennie sengaja ditinggalkan di rumah sendirian atau mungkin diajak tapi diabaikan oleh Hyunbin.

"Appa, Jisoo mau berenang" pinta Jisoo kecil sembari membawa papan seluncur miliknya.

"Baiklah, putri Appa sudah siap untuk surfing" Jisoo mengangguk antusias. dengan cepat Hyunbin menggendongnya ke tepi pantai dan mengajaknya bermain.

Jennie yang lagi bikin istana pasir pura-pura cuek dan tidak mendengar padahal dalam hatinya pengen diajak main juga.

"Nini lagi buat apa nak" Jennie sontak mengalihkan pandangannya dari Hyunbin ke Yejin yang dari tadi memandangnya sendu.

"Istana Rapunzel Eomma" Yejin terkekeh geli sembari menyisir rambut tebal sang anak dengan jemarinya.

Nini atau yang akrab di sapa Jennie itu memang penyuka film Disney.

Jennie berdiri dari duduknya lalu mengambil sebuah hewan laut yang terdampar.

"Eomma Eomma lihat ada Patrick" antusias Jennie memperlihatkan hasil temuannya pada sang ibu.

"Bintang laut" tanya Yejin dibalas gelengan cepat oleh Jennie.

"Patrick Eomma bukan bintang laut" sewot Jennie mengerucutkan bibirnya membuat pipinya menggembung lucu.

"Iya iya Patrick" Yejin mengalah dan mengiyakan saja celotehan si bungsu.

"Eomma ayo kita buat rumahnya kasihan Patrick kedinginan"

"Haha" tawa Yejin meledak sementara Jennie mengerjap lucu memandang lugu sang ibu.

"Dia tidak akan kedinginan nak karena dia tinggal di air. sekarang ayo kita kembalikan ke tempatnya" Yejin menggandeng tangan Jennie kecil ke tepi pantai untuk meletakkan bintang laut itu.

"Huh" lenguh Yejin ketika Jennie mengangkat kedua tangannya.

"Dendong" Yejin tersenyum tipis lalu mengangkat tubuh mungil Jennie.

"Eomma" Yejin berdehem.

"Jangan benci Nini" Yejin mematung ditempat mendengar ucapan putrinya. Ia lirik Jennie yang tengah bersandar dibahunya lalu mendaratkan sebuah kecupan hangat.

"Eomma tidak pernah membencimu sayang" Jennie mengangguk kecil lalu mencari tempat ternyaman untuk tidur dipelukan Yejin.

Setitik bulir mata lolos di mata kucingnya. Kenangan masa kecilnya memang kelam tapi indah berkat cahaya sang ibu.

"Aku merindukanmu Eomma, maafkan aku sudah membuatmu malu" Jennie menunduk hingga air mata itu tumpah ruah membasahi wajahnya.

Dugh

"Aigoo, si kecil ini tidak bisa membiarkan Mommy nya menangis" kekeh Jennie mengusap air matanya kemudian beralih mengelus perutnya.

"Arra, Mommy tidak menangis lagi. Mommy hanya kangen dengan halmeoni mu"

Sempat terjadi hening panjang karena sang empu kembali melamun.

"Dulu halmeoni mu yang selalu membela Mommy dari harabeoji namun untuk kali ini tidak lagi karena kesalahan Mommy sudah terlalu fatal" lanjut Jennie bercerita sementara beberapa pasang telinga sedang menguping dibelakang.

"Kau akan menjadi satu-satunya orang yang menyayangiku di masa depan. berjanjilah nak"

"Tuh kan giliran ditanya malah diem. jawab dong hey!" Jennie mencolek-colek perutnya sampai si kecil itu merespon.

"Gitu kan pinter" gelak Jennie merasa terhibur oleh gerakan yang dibuat sang anak.





TBC

The Best Mom ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang