3 | Busan

5.3K 551 8
                                    

Usai diusir Jennie bingung mau kemana. ia terus melangkah tanpa arah dan tujuan sambil melamun seperti orang kehilangan akal.

Pengen tinggal di Jeju tapi uangnya gak cukup beli tiket pesawat. belum lagi biaya makan, sewa kontrakan dan biaya lainnya.

Ditengah lamunan, netranya tak sengaja menangkap spanduk liburan ke Busan.

"Busan? Apa aku tinggal disana saja" gumam Jennie baru kepikiran. Mumpung jarak Seoul ke Busan dekat jadi dia tidak membutuhkan banyak uang agar sampai ke sana.

Butuh waktu 4 jam untuk sampai ke sana jika menempuh perjalanan darat. tepat pukul 1 siang hari Jennie sampai di kota terbesar kedua Korea Selatan.

"Kota baru dan awal yang baru" gadis itu mendongak ke langit biru sembari memejamkan mata menikmati angin Busan.

Gemuruh perut keroncongan Jennie berbunyi meminta diisi makanan dan berakhirlah ia di sebuah warung sederhana milik wanita paruh baya.

"Pesan sup ayam satu Ahjumma"

Selesai makan Jennie melanjutkan perjalanan mencari kontrakan untuk tempat ia berteduh. Ahjumma pemilik warung tadi menyarankan kepada Jennie sebuah apartemen yang letaknya tak jauh dari kedai miliknya.

"Aku yakin harganya pasti mahal" pesimis Jennie memandang bangunan tinggi kokoh di hadapannya.

Langit yang awalnya cerah seketika berubah menjadi gelap dengan gerombolan awan hitam di atas sana. Jennie berlari menembus rintik hujan demi tiba di lantai dua apartemen kecil tersebut.

Sedikit menyeka rintikan hujan di rambut hitam kecoklatan bergelombang miliknya sebelum menghubungi nomor telepon si pemilik kontrakan.

"Not bad" ucap Jennie setelah masuk.

Memang tak sebesar dan semewah mansionnya dulu tapi interior dan ruangannya cukup besar untuk mereka tinggal berdua

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Memang tak sebesar dan semewah mansionnya dulu tapi interior dan ruangannya cukup besar untuk mereka tinggal berdua.

Jennie mendudukkan dirinya di bibir ranjang. Pandangannya menjelajahi seluruh interior rumah.

"Tumbuhlah dengan sehat diperut Mommy nak. Mommy janji akan mempertahankanmu sampai lahir meski dunia ini terlalu kejam untukmu" Jennie terkekeh lalu tanpa izin air matanya berjatuhan.

Karena lelah gadis itu tertidur pulas sampai matahari berganti gelap. Setelah bangun ia segera membersihkan diri.

Untuk makan malam ia memesan gofood. setelahnya bersantai di depan tv menonton drama kesukaannya.

Ponsel yang dari tadi ia matikan dia hidupkan kembali dan dipenuhi pesan serta telepon dari Jisoo. Tanpa berniat menelpon balik atau sekedar berbalas pesan gadis itu justru melempar ponselnya ke kasur.

"Apa aku bisa melewati semuanya sendiri" Jennie bertanya-tanya pada dirinya lewat pantulan layar hitam tv.

"Bagaimana nanti jika aku kalah sama keadaan. Aku memang bilang gapapa tapi aku gak pernah bilang ini gak sakit" racau Jennie berlinangan air mata. Entah sejak kapan ia selemah ini. biasa dimanja oleh keluarga membuatnya tumbuh menjadi anak manja.

"Hidupku hancur dan harus menjadi seorang ibu diusia yang masih sangat muda" harapan yang Jennie rancang sejak kecil hancur berserakan dalam sekali jentikan.

Tak pernah ia pungkiri hal fatal ini terjadi dalam perjalanan hidupnya.

"Semua ini gara-gara cowok BRENGSEK itu" teriak Jennie menjambak rambut panjang miliknya.

Pernah suatu hari ia ingin terjun di sungai Han untuk bunuh diri namun seorang wanita menyelamatkannya dan menasehati Jennie agar sabar dalam menjalani kehidupan.

Erangan pilu menyesakkan dada itu perlahan berganti isakan kecil. Dengan kasar ia hapus air mata yang membasahi pipinya lalu berkata,

"Sudah cukup menangisnya Jen, saatnya untuk bangkit dan tunjukkan pada dunia bahwa kau wanita yang kuat"

.

.

.

Jennie dibangunkan oleh mual karena morning sickness nya. Hal rutin paginya sebelum memulai aktivitas.

"Kehamilan ini benar-benar menyiksaku" lemas Jennie membasuh mulutnya di wastafel kamar mandi.

Habis sarapan ia pergi ke pasar untuk berbelanja bahan dapur dan baru setelah itu memikirkan rencana mencari pekerjaan.

Nasib beruntungnya baru sekali melamar ia langsung diterima walau pekerjaannya disana sebagai cuci piring sebuah restoran.

Prang

"Yak! Apa kau tidak pandai bekerja" hardik atasannya melihat Jennie memecahkan piring untuk kesekian kalinya.

"Maaf pak tangan saya licin" gagap Jennie menundukkan kepala.

"Maaf maaf, kau pikir maaf mu bisa mengembalikan kerugian ku" gadis bermata kucing itu hanya bisa menggumamkan kata maaf.

"Sekarang keluar dari restoran ku"

"Tapi pak,-" bantahan Jennie langsung ditolak oleh tunjukkan tangan si bos.

Dengan langkah gontai Jennie terpaksa angkat kaki. Hari pertamanya bekerja tidak berjalan baik.

Sudah 3 toko yang ia kunjungi namun lagi-lagi Jennie melakukan kesalahan hingga menyebabkan kerugian besar dan untungnya mereka tidak meminta ganti rugi dan hanya memecatnya.

Terlahir dari keluarga konglomerat yang selalu dilayani maid 24 jam membuat Jennie menjadi manja dan tak tahu pekerjaan rumah. Dampaknya sekarang baru ia rasakan di masa-masa sulit seperti ini.

"Lihatlah Mommy mu yang payah ini. mengerjakan pekerjaan kecil aja dia tidak bisa" ucap Jennie berbicara dengan bayinya membuat ia dipandang aneh oleh orang-orang sekitar.

"Sebelum membuat kekacauan lagi lebih baik aku pulang dan berlatih dulu"

Akhirnya ia memutuskan pulang untuk istirahat dan mempersiapkan diri untuk besok. Tidak masalah mau kerja apa yang penting halal dan dirinya tidak kelaparan.

Selangkah lagi menuju apartemen, Jennie tak sengaja melihat pedagang Corndog Mozarella terparkir di pinggir jalan.

"Baby mau itu ya? Tapi Mommy gak punya uang sayang" ucap Jennie menatap sendu perutnya yang masih rata.

Uang tabungannya sudah habis untuk menyewa kontrakan selama 2 bulan dan membeli kebutuhan pokok.

"Hey nak, kemarilah" seseorang memanggilnya dan menyuruhnya ke sana.

"Ada apa buk?" Jennie bertanya dan dijawab senyuman hangat oleh si wanita paruh baya.

"Kebetulan kami sedang berbagi makanan jadi ini untukmu" dengan wajah bingung Jennie menerima uluran tangannya.

"Serius buk" tanya Jennie memastikan.

"Iya" ujung bibirnya terangkat ke atas. merasa bersyukur atas nikmat yang diberikan Tuhan.

"Kamsahamnida" Jennie membungkuk 90° lalu masuk ke apartemen dengan hati berbunga-bunga.

"Apa maksudmu Eomma, kita jualan bukan berbagi makanan" protes anaknya atas tindakan sang ibu.

"Tidak ada salahnya bersedekah nak" sang anak melongos sementara sang ibu tersenyum tipis. Ia tidak sengaja mendengarkan ucapan Jennie tadi dan hal itulah yang mendorongnya melakukan itu.


TBC

Gimana, lanjut?

The Best Mom ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang