38. Promise, right?

2.1K 306 99
                                    

"Aku bisa menggunakan senapan angin dad, kan? Maksudku, bukannya aku pernah tetapi—"

"Markie," suara Taeyong Lee terdengar, dengan tekanan menunjukkan bahwa ia memperingatkan Mark.

"Tapi papa! Ini— aku... maksudku aku bisa membantu! Aku berjanji aku bisa—"

"Markie, baby," suara Taeyong kembali terdengar di ikuti dengan helaan napas kecil. "Tapi sungguh, bagaimana bisa kau berpikir kau punya kesempatan untuk menggunakan senapan angin ayahmu, Minhyung Lee?"

"Uh, oh, the Korean full name, I'm in trouble—"

"Yes, Markie, the Korean full name, kau sangat tahu itu," suara Taeyong memotong kalimat Mark dengan tekanan. Remaja yang baru saja merasa terintimidasi karena di panggil dengan nama lengkap Korea-nya, menelan ludah susah payah, namun tidak meruntuhkan keinginannya.

"T—tapi— ini adalah kesempatan bagus untukku—"

"Markie, tidak kesempatan bagus disini jika pada akhirnya kau terbunuh," sambar Taeyong kepada putra sulungnya, yang seketika membuat Mark segera terdiam.

"Love, aku kira kau sedikit terlalu kasar kepada Markie," Johnny—suami Taeyong Lee—mendekati suaminya dan meremas pelan pundak Taeyong, memberinya sedikit rasa nyaman dan sedikit melepaskan ketegangan yang tadi sempat lewat.

"Tapi itu adalah fakta, Johnny. Semua inferno ini adalah hal yang jelas tidak bisa di hadapi oleh Markie atau remaja mana pun lagi!" Taeyong memijat pelan pelipisnya dan napasnya kembali memburu, ketegangan itu kembali menggerogotinya.

"Well, putra kita hanya mencoba untuk menolong ad—"

"Tidak akan ada gunanya, Johnny. Markie tidak akan berguna dan bahkan hanya akan menjadi beban untuk mereka. Aku tidak mungkin membiarkan putraku pergi keluar menghadapi hal-hal diluar nalar seperti itu entah dia manusia atau bukan! Bahkan aku tetap ingin melarang Duckie untuk pergi!" Suara Taeyong sedikit meninggi, dan Johnny menangkup pipi Taeyong agar berhadapan dengannya dan bertatapan langsung dengan kedua bolamata Johnny.

"I know, love. Tapi Duckie ingin pergi, harus pergi. Karena Duckie bisa dan memiliki kemampuan—"

"But it's fucking dangerous, Johnatan!"

Oops, umpatan dan nama lengkap adalah kombinasi terburuk yang menunjukkan bahwa Taeyong Lee benar-benar murka. Dan takut. Tentu saja Taeyong Lee takut. Bagaimana tidak? Putra bungsunya akan segera menghadapi sebuah kekacauan yang mungkin bisa mengguncang dunia, mengambil nyawanya dan juga nyawa semua orang. Orang tua mana pun pasti akan menjadi gila seketika.

Johnny merengkuh erat suaminya tersebut ke dalam pelukan dan mengusap punggungnya perlahan, merasakan bahwa bahu Taeyong bergetar yang menyatakan bahwa pria tampan tersebut menahan tangisnya.

Johnny mengusap dan mengecup pelan kepala Taeyong kemudian memberi isyarat kepada putra sulungnya yang sedari tadi berdiri canggung di hadapan mereka untuk kembali ke kamarnya. Mark berangkat dari tempatnya dengan tatapan ragu dan lintasan rasa kecewa, namun Johnny akan memikirkan hal tersebut setelah ini. Karena sekarang ia butuh menenangkan Taeyong terlebih dahulu.

"Sshhh... jika kau berbicara seperti itu, Duckie pasti akan sangat marah padamu, love," untuk sekian menit Johnny membuka suara dengan berbahasa Korea. Bukan karena supaya kedua putranya tidak mengerti, karena Johnny selalu merasa ketika ia berkomunikasi menggunakan bahasa ibu bersama suaminya, ia merasakan intimasi mereka bertambah. Dari hati ke hati.

"Kau tahu Duckie akan melakukan apa pun untuk menyelamatkan Renjun, bukan? Dan kaulah yang paling tahu perasaan frustasi Duckie selama ini karena ia tidak mampu menolong teman-temannya seperti yang ia harapkan. Dan sekarang, Duckie mampu," bisikan itu masih disertai dengan usapan ringan pada kepala Taeyong Lee dan entah sejak kapan tubuh mereka telah bergerak perlahan, bergoyang dengan sangat lembut.

CANINESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang