19. Blue

6.8K 959 185
                                    

Notes; untuk chapter kali ini, spesial dari sudut pandang Jaemin! Yeeey!!!! *author heboh sendiri* oke, enjoy!

••••

Jaemin mengerang saat ia mendengar suara ponselnya berdering dengan kuat. Remaja tujuh belas tahun tersebut membuka sebelah matanya dan melihat jam digital di atas nakas. Masih pukul setengah enam pagi.

Ugh, siapa yg meneleponnya di pagi-pagi buta begini?

Jaemin menggerutu dalam hati. Ia awalnya membiarkan saja ponselnya berdering acuh. Ia tidak ingin di ganggu siapa pun. Ia masih mengantuk. Namun ponselnya terus berdering berkali-kali membuatnya menggeram dan akhirnya menggapai ponsel tersebut lalu mengangkatnya tanpa melihat siapa yg meneleponnya.

"Halo?!"

"Nana?"

Jaemin mengerjap lalu ia berbalik dari posisi tertelungkup, kemudian ia menghidupkan lampu meja di atas nakasnya dan bersandar di dinding. Tentu, alpha muda tersebut tahu benar siapa yg meneleponnya.

"Nana?"

Panggilan di seberang kembali terdengar. Jaemin menghela nafasnya. Ia mengerti, jelas. Perkara pasangannya menelepon Jaemin di pagi yg bahkan matahari belum terbit. Itu adalah alasan diamnya Jaemin sedari kemarin.

Pasalnya, Renjun akan berangkat ke Shanghai hari ini. Dan Jaemin sudah berusaha keras untuk melarang Renjun—pun alasannya melarang sangatlah absurd dan tidak masuk akal—tapi Jaemin tetap bersikukuh. Juga hal lainnya, yaitu; mencoba ikut Renjun.

Tentu saja Doyoung tidak setuju. Bagaimana pun Jaemin bisa menyusahkan keluarga Nakamoto saja dan menjadi beban. Lagipula Doyoung mengatakan Jaemin hanyalah kekasih pemuda bernama Huang Renjun, bukan suami. Pun jika suami juga tetap tidaklah masuk akal. Jadi intinya, tak ada alasan yg mendukung Jaemin untuk mengikuti Renjun. Tapi Jaemin hampir menggeram pada ayahnya jika tak di peringati Jeno. Namun Jaemin adalah Jaemin. Ia mengeluh keras-keras yg terdengar hampir mirip lolongan, dan mengatakan bahwa hubungannya dan Renjun lebih dari sekedar sepasang kekasih—yang akhirnya mendapat pukulan keras dari Doyoung.

Jaemin meminta dukungan Jeno, namun saudara yg lebih tua empat jam darinya itu hanya tersenyum senyuman khasnya dan menepuk bahunya. "This time I can't help you, buddy." Dan Jaemin menepis tangan Jeno.

Ia fikir, mungkin Renjun akan bisa membantunya, namun Renjun sendiri menolak tegas bahwa Jaemin tidak perlu ikut. Renjun mengingatkan Jaemin bahwa ia hanya pergi selama seminggu dan ia akan kembali setelahnya. Renjun sempat mengatakan, "This isn't the end of the world, I will come back, Nana."

Tapi Jaemin meninggikan suaranya dan rasa amarah membakar di dadanya. "To hell with that! Of course this is the end of world. At least, for me. Dan sekarang aku tahu bahwa aku tidaklah sepenting itu di hidupmu seperti kau di hidupku." dan itu membungkam Renjun karena kaget, lalu Jaemin segera pergi saat itu juga—saat itu di kafetaria sekolah—dan pulang kerumah tanpa pamit.

Itu terjadi dua hari yg lalu.

Dan kemarin saat ia di sekolah, ia berusaha sekuat mungkin menghindari Renjun—juga Jeno dan Donghyuck—meski pun setiap kali ia melihat tubuh kecil pasangannya berjalan mendekat yg ia ingin lakukan hanyalah meraupnya dalam pelukan Jaemin dan tidak pernah melepaskannya.

Namun Jaemin sekuat tenaga menahan instingnya untuk selalu di dekat mate karena ia ingin menunjukkan pada mereka bahwa ia tidaklah main-main.

Sepanjang hari ia tahu Renjun mencoba untuk menggapainya karena ia terus mencium aroma khas milik Renjun di sekitarnya. Namun ia akan cepat-cepat memanfaatkan abilitasnya yg meningkat pesat untuk menjauh. Jujur saja, saat melihat ekspresi kecewa Renjun yg melihatnya menjauh, itu cukup membuat hati Jaemin tercubit dan ia merasakan serigalanya melolong pedih.

CANINESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang