Everything hurts.
Semuanya terasa sangat menyakitkan di sekujur tubuh Jung Jaemin. Dari atas kepala hingga ujung jari kakinya semua terasa sakit. Seolah tubuhnya tercabik dan tulang belulangnya remuk redam.
Tubuhnya tidak berhenti bergetar, juga gejolak dalam perutnya kian tidak berhenti. Bukan, bukan. Bukan rasa gejolak bagai ribuan sayap kupu-kupu yg menabrak dinding perutnya dan membuat rasa tergelitik nyaman.
Ini adalah rasa gejolak yg sangat tidak nyaman serta menyakitkan. Seolah isi perutnya di aduk dengan kasar dan ia ingin memuntahkan semua isinya hingga rasa tak menyenangkan itu hilang. Dan ia berharap dengan ia memuntahkan rasa tak nyaman tersebut, rasa sakit di sekujur tubuhnya ikut pudar dan terbawa muntahan tersebut.
Namun, tidak semudah itu.
Alih-alih menghilang, rasa sakit tersebut semakin menjadi-jadi. Merambat dan melebar ke seluruh tubuh, hingga jari-jari kakinya mengkerut karena ngilu yg sudah tak tertahankan. Jaemin merasa ia seperti baru saja dilindas oleh truk bermuatan seribu ton.
Suhu tubuhnya tak lagi panas, melainkan sedingin es. Dingin yg mampu membuatnya menggertakkan giginya karena menggigil; layaknya membeku. Namun gertakan giginya pun bukan hanya karena ia menahan suhu tubuhnya yg terus menurun.
Gertakan di giginya ia lakukan tanpa sadar karena ia mencoba menahan rasa perih di sekujur tubuhnya. Terutama di dadanya. Rasanya bagai tertusuk ribuan jarum. Ah, tidak, bahkan lebih buruk. Seperti disayat oleh pisau belati. Rasanya seperti di kuliti hidup-hidup dan ia tak mampu bernafas.
Paru-parunya bagai tersumbat sehingga ia tak bisa dengan leluasa menarik dan membuang nafasnya. Seolah sesuatu mengganjal dan berefek penuh pada seluruh tubuhnya.
Ia tak tahu apa-apa, namun semuanya terasa sakit, perih, dan yg ia sudah tak sanggup lagi.
Jaemin tak mampu berfikir karena rasa sakit didadanya yg kian menggerogotinya tak sempat untuk membuatnya berfikir barang sedetik. Kenapa? Kenapa sakit sekali?
Ia bahkan tak mampu mengingat karena yg menjadi titik fokus pada dirinya hanyalah rasa perih. Sungguh, ia ingin menghentikan rasa sakit di sekujur tubuhnya ini. Namun ia tak mampu melakukan apa pun. Ia tak mampu bergerak. Bahkan hanya untuk menggerakkan satu jarinya.
Semuanya terasa sakit.
Jantungnya seolah dihujam berkali-kali dengan belati tajam. Dihujam, dikoyak dan dihancurkan hingga porak poranda. Benar, Jaemin sadar inti dari rasa sakitnya adalah pada jantung dan hatinya. Tapi kenapa?
Ia bahkan tak mampu membuka matanya, alih-alih untuk melihat apa yg sedang terjadi di sekitarnya. Ia juga tak bisa mendengar apa pun karena telinganya berdenging nyaring dan yg ia mampu dengar satu-satunya adalah lolongan serigalanya.
Ah, ya. Serigalanya.
Jiwanya yg sudah berubah penuh menjadi serigala dengan kasta seorang pemimpin, Alpha. Namun saat ini serigalanya nampak sangatlah lemah. Jaemin tak mampu merasakan tenaganya. Dan Jaemin bahkan bisa membayangkan seekor serigala berbulu seputih salju yg tergeletak tak berdaya dengan nafas yg terputus-putus.
Ah, Jaemin mampu merasakan kesedihan dan kepiluan serigalanya sangat telak. Lolongan pelan yg menjorok pada rintihan, sangat, sangat pilu. Seolah meminta tolong pada siapa pun. Atau sebenarnya sudah menyerah karena tak mampu menanggung rasa sakit yg terus datang tanpa henti, bertubi-tubi hingga nafas terakhir.
Serigalanya sekarat.
Jaemin mampu merasakan bahwa sedikit demi sedikit serigalanya menyerah dan tak ingin berjuang. Tapi kenapa? Berjuang untuk apa?
KAMU SEDANG MEMBACA
CANINES
Fiksi PenggemarTeen Wolf AU. Or not really. -JAEMREN -NOHYUCK Update tiap......kapan ya👀