Paviliun itu terlihat begitu cantik saat Nyonya Anita membawa Helena memasukinya. Dengan warna putih yang mendominasi, paviliun itu terlihat sederhana walaupun kesan mewah tidak dapat lepas dari deskripsi yang akan Helena berikan.
Pohon-pohon yang Helena tidak tau apa jenisnya mengelilingi paviliun dan melindungi bangunan itu. Pohon sama yang ia lihat di pinggir jalan setapak dari manor utama menuju paviliun tempatnya berada sekarang.
Beberapa hari lalu, Helena membuka laptopnya dan mendapat sebuah surel dari seseorang yang jelas-jelas adalah seorang asisten pribadi. Isinya yaitu sebuah penawaran untuk merawat seorang laki-laki yang mengidap Severe Traumatic Brain Injury.
Dengan beberapa pertimbangan, Helena menerima pekerjaan tersebut. Sebetulnya, ia bukan seorang wanita yang perlu bekerja untuk hidup. Kekayaan keluarganya cukup untuk membuatnya sarapan di Roma dan makan siang di California.
"Nyonya Besar menunggu Anda di dalam, Nona." Ucap Nyonya Anita sambil menunjukkannya suatu ruangan dalam paviliun tersebut yang Helena tebak sebagai sebuah kamar. Nyonya Anita mengetuk ruangan tersebut, meminta izin untuk masuk dan memberi tahu sang Nyonya Besar bahwa tamunya sudah datang.
Helena menegakkan caranya berjalan. Memastikan pakaiannya terlihat rapi dan layak untuk menemui Nyonya Besar. Sebuah formal jumpsuit berwarna coklat nude yang ia padukan dengan blazer berwarna hitam terlihat pas di tubuh Helena. Pun dengan handbag buatan Dolce and Gabbana menambah kesan mewah penampilan Helena saat ini.
Saat pintu itu terbuka, dapat Helena lihat wanita seumuran ibunya sedang duduk di sofa sambil menyeduh teh dengan sebuah tea set yang sangat cantik. Aiyana Hutomo.
Wanita yang ada di hadapannya adalah Aiyana Hutomo, seorang sosialita kelas berat yang pada masa mudanya merupakan seorang model internasional. Sejak menikah, dia tidak pernah terlihat kembali ke dunia modelling. Kehidupan pernikahannya tidak pernah tersorot media.
Tentu saja beberapa kabar burung selalu terdengar mengelilingi kehidupan seseorang seperti Aiyana Hutomo. Yang terbaru adalah kabar yang tersebar diantara para sosialita tentang anak bungsu Aiyana yang meninggal akibat kecelakaan. Helena tidak tau itu benar atau tidak, tapi siapa peduli. Masyarakat kalangan atas tidak pernah mengklarifikasi desas desus ataupun gossip.
"Ah, terima kasih Nona Helena sudah bersedia datang. Silakan duduk."
Seperti yang Helena harapkan dari seorang kalangan atas. Penuh tata-krama dan sopan santun. Sesaat setelah Nyonya Anita keluar dan menutup pintu, Nyonya Besar Aiyana menuangkannya teh yang berbau chamomile.
"Saya harap Nona tidak keberatan dengan teh chamomile. Atau apakah Anda menginginkan yang lain?" Nyonya Aiyana menawari Helena.
"Ah, sama sekali tidak, Nyonya. Saya suka teh chamomile." Ujar Helena. Nyonya Aiyana menuangkan the dengan senyum yang sangat cantik. Pantas saja ibunya mengoleksi beberapa majalah dengan sampul Aiyana Hutomo. Helena juga dengan senang hati akan menjadi salah satu fangirl Aiyana Hutomo jika ia telah hidup pada masa itu.
Nyonya Aiyana menyesap tehnya dengan anggun. Helena ikut menyesap tehnya. Sangat enak.
"Anda sudah membaca rekam medis yang asisten saya kirimkan tempo hari bukan?"
Nyonya Aiyana memulai percakapan dengan serius dan tanpa basa basi. Helena mengangguk. Meletakkan cangkirnya kembali ke meja sebelum menjawab.
"Benar Nyonya. Saya telah membacanya. Severe Traumatic Brain Injury. Disebabkan oleh syok anaflatik akibat alergi pada zat anestesi. Saat ini, pasien sedang berada dalam fase Minimally Conscious. Untuk itu, Anda menawari saya pekerjaan ini. Untuk merawat kerabat Anda."
KAMU SEDANG MEMBACA
Unfinished Stories
Short Storya brain dumps contains of one shot and few ⚠️TW/CW : sickmale, paralysis, graphic stories. Mention of disease and sickness.⚠️ [Random updates] rahma Copyright 2022