Matahari masih berada diatas kepala ketika Lala memarkirkan mobilnya di garasi. Jadwal kuliahnya lagi-lagi dibatalkan karena dosen yang berhalangan untuk hadir. Kuliah yang seharusnya 3 SKS hanya menjadi 1.
Lala rasanya ingin mengumpat karena selain boros bensin untuk pulang-pergi, dia juga sebal karena kuliah 1 SKS sehari berarti mengotori bajunya. Belum lagi kemungkinan adanya kelas pengganti yang biasanya diminta dosen pada saat hari libur. Kan dia jadi merelakan jadwal tidur extra-nya untuk kuliah.
"Adek pulang." Sapa Lala pada penghuni rumahnya setelah melepas sepatu dan kaus kaki. Tidak ada jawaban dari sana. Ayahnya masih bekerja, pun dengan kakak sulungnya. Kakaknya yang lain mungkin sedang tidur sehingga tak mendengar sapaan Lala.
Perempuan itu kemudian berpikir untuk memeriksa keadaan kakaknya sebelum masuk ke kamar. Lala belum sampai ke depan kamar kakaknya ketika melihat laki-laki itu duduk di depan meja makan dengan plester penurun panas yang menempel di dahinya. Makes sense why he doesn't answering.
"Kok cepet banget pulangnya? Biasanya jam 5 baru nyampe rumah." Tanya Juan pada Lala.
"Kelasnya dibatalin tiba-tiba. Dosennya lagi penelitian ke luar negeri."
Bibir Juan hanya membentuk huruf O, kemudian laki-laki bertubuh bongsor itu berdiri sambil membawa kotak obat dan menaruhnya kembali ke tempat semula.
Omong-omong, Juan bukan kakaknya. Dia adalah seorang homecare nurse yang sudah setahun lebih bekerja pada keluarganya untuk merawat kakak kedua Lala.
Perempuan itu kemudian menjatuhkan barang bawaannya pada kursi terdekat sebelum mendekati sang kakak yang terduduk lesu di kursinya. Kepalanya menunduk dengan lidah yang menjulur keluar ditemani beberapa benang saliva yang membuat dagunya licin.
"Kak, aku pulang." Kata perempuan itu sambil berjongkok di samping kursi roda kakaknya untuk mensejajarkan pandangan. Namun percuma karena rambut lebat laki-laki itu yang menutupi hampir separuh wajahnya.
Tidak ada tanggapan dari Leon, laki-laki yang Lala panggil kakak itu. Dokter memang berkata kalau Leon memiliki masalah pendengaran yang cukup serius akibat meningitis. Penyakit serupa yang membuatnya mengalami cedera otak serius dan meninggalkan tubuhnya tanpa fungsi yang berarti sejak usianya menginjak 10 tahun.
Sesekali, Leon memang bereaksi terhadap rangsangan suara. Seperti menoleh ketika namanya dipanggil, mengeluarkan suara ketika seseorang berbicara dengannya, dan bahkan melakukan beberapa perintah sederhana ketika diminta.
Namun sepertinya kali ini laki-laki itu sedang tidak dalam kondisi yang memungkinkan untuk menanggapi apapun atau siapapun. Jadi Lala membiarkannya. Perempuan itu menyeka saliva di ujung dagu milik Leon dengan handuk kecil yang tersampir di dadanya, kemudian membawa kepala kakaknya untuk bersandar pada headrest.
Lala kemudian mengubah mode kursi roda kakaknya menjadi recline sehingga kepala Leon tidak tertunduk. Laki-laki itu mengerang ketika posisinya diubah, mungkin karena merasa pusing. Lidah Leon bergerak seakan ingin mengucapkan sesuatu, namun tak ada yang keluar setelahnya kecuali lelehan saliva juga lidahnya yang kembali menjulur keluar.
Perempuan itu kembali mengusap saliva yang keluar dengan handuk. Lala kemudian membelai halus rambut kakaknya yang semakin panjang. Dia akan meminta Juan untuk memangkasnya nanti.
Sentuhan Lala mungkin cukup untuk membuat Leon menyadari siapa yang berada di dekatnya. Kedua mata laki-laki itu kemudian berfokus sepenuhnya pada sang adik. Leon lalu melenguh, yang ditanggapi Lala dengan sebuah pertanyaan, "Kenapa kak? Pusing ya, adek ubah posisinya tiba-tiba? Maaf ya."
Leon menggerakkan kepalanya membelakangi adiknya, seakan berkata tidak. Tubuh laki-laki itu justru menggeliat tak nyaman dalam duduknya. Tangan kanannya yang kaku kemudian dia bawa ke depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unfinished Stories
Short Storya brain dumps contains of one shot and few ⚠️TW/CW : sickmale, paralysis, graphic stories. Mention of disease and sickness.⚠️ [Random updates] rahma Copyright 2022