"Jangan camberut gitu dong, Hera." Suara ibunya terdengar, wanita itu mengelus rambutnya dengan sayang. Hera tahu, ibunya amat sangat merasa bersalah.
Tapi Hera juga agak sedikit sebal. Ya, siapa yang tidak sebal saat pindah sekolah di pertengahan semester? Udah mah ngurus berkasnya lama, ribet, dia juga harus ketinggalan UTS di sekolahnya yang lama maupun yang baru. Kok bisa? Iya, soalnya berkas Hera dicabut sebelum UTS dan mulai di daftarkan ke sekolah barunya setelah UTS.
Hera pun harus rela sekolah Negeri yang dia impikan dari SMP ditinggalkannya begitu saja ke sekolah swasta--yang walaupun bagus tapi tetap ada rasa tidak rela.
Meninggalkan kota kelahirannya tentu sangat berat. Bukan karena dia telah memiliki banyak teman disana--dia punya beberapa--tapi lebih karena ketika minggu kedua bulan Agustus, dia tidak lagi bisa mengunjungi toko roti dekat SMP-nya dulu.
Toko itu selain menyediakan roti paling enak sejagat raya, dia juga menyimpan kenangan yang Hera simpan sendiri. Tidak yakin apa seseorang juga menyimpannya disana.
Dengan muka yang masih cemberut, Hera mengikuti ibunya keluar dari mobil. Dia terlampau tahu ibunya merasa sangat bersalah untuk ini. Tapi mau bagaimana lagi, hubungan Ibu dan Ayahnya sudah tidak dapat diselamatkan.
Dan Hera memilih untuk mengikuti Ibunya kembali ke kota kelahiran wanita itu. Kota kecil yang terletak di lereng pegunungan itu tidak buruk. Bahkan lebih bagus daripada Jakarta sana. Tidak ada macet, banjir, dan isu-isu lainnya yang sering melanda ibukota sana.
Hera dan Ibunya diarahkan untuk menuju ke bagian administrasi sekolah. Agak memakan waktu karena prosedur yang ribet, tapi karena Tantenya adalah salah satu staff disini, maka urusannya sedikit dipermudah. Sedikit.
Ibunya tinggal di bagian administrasi karena masih harus mengurus beberapa dokumen, termasuk transkrip nilai rapor, dan dokumen lainnya.
Sementara Hera sudah diantar oleh salah satu staff untuk menuju ke salah satu kelas. Sekarang sudah jam 8:30. Pembelajaran di kelas sudah berlangsung, jadi koridor sudah kosong.
Hera dan staff yang mengantarnya berdiri di sebuah ruang kelas bertuliskan XI-MIPA-3. Staff itu mengetuk pintu yang tertutup. Tak berapa lama, pintu itu kemudian terbuka. Menampakkan seorang wanita seumuran ibunya.
Wanita yang seorang guru itu menatap Hera sebentar. Staff yang mengantar Hera berbicara padanya. Menjelaskan alasan mengapa ia menginterupsi pembelajaran guru itu. Hera bergidik ngeri. Raut wajah guru itu sangat tidak bersahabat. Pasti beliau guru killer yang ditakuti banyak muridnya.
Setelah staff yang mengantarnya pergi, Hera diminta masuk oleh wanita itu. Keadaan kelas jadi sangat hening ketika dia memasukinya. Hera jadi merasa macam Miss Indonesia karena semua mata tertuju padanya.
Bagaimana tidak menarik perhatian? Rambut brunette asli milik Hera terlihat sangat mencolok diantara rambut hitam milik kebanyakan masyarakat Indonesia. Belum lagi kulitnya yang putih dan sedikit kemerahan.
Guru killer yang Hera intip namanya ternyata bernama Nursari Raharjanti itu menyuruhnya memperkenalkan diri.
"Halo semuanya. Nama saya Hera Amelia Moreau. Senang bisa bergabung di MIPA-3."
Sahutan-sahutan yang tak dapat Hera mengerti itu membuatnya hanya tersenyum canggung.
Bu Nursari menyuruh Hera duduk di bangku paling belakang karena hanya itu bangku yang tersisa. Duduk sendirian karena semuanya sudah berpasangan.
Saat Hera sudah duduk di bangkunya, pelajaran kembali dilanjutkan.
"Hai Hera. Pindahan dari mana?" Tanya seorang perempuan yang duduk tepat di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unfinished Stories
Short Storya brain dumps contains of one shot and few ⚠️TW/CW : sickmale, paralysis, graphic stories. Mention of disease and sickness.⚠️ [Random updates] rahma Copyright 2022