Suara gorden yang dibuka paksa disusul oleh paparan cahaya matahari pagi membuat tidur Orion terganggu. Laki-laki itu lalu menggerakkan kepalanya agar dapat bersembunyi dari sengatan cahaya. Dia malas sekali untuk bangun pagi karena ini adalah weekend.
"Orion? Mama tahu kamu sudah bangun."
"Naaahhhh"
Orion mencoba kembali untuk tidur dengan membelakangi sinar matahari. Melihat laki-laki itu mencoba tidur kembali membuat Mama berjalan mendekati ranjang. Orion bisa merasakan dia duduk di tepi. Kemudian laki-laki itu merasakan selimutnya ditarik paksa.
Orion mengerang karena merasakan udara dingin secara tiba-tiba. Tanpa aba-aba, laki-laki itu merasa tergelitik di bagian leher dan punggung. Sebuah trik lama untuk memaksa seorang Rasi Orion bangun, dan sialnya cara itu selalu berhasil.
Laki-laki itu tertawa karena geli dan tubuhnya menggeliat sebagai respons. Tawa Orion masih menggema ketika Mama menangkup wajah laki-laki itu dan membersihkan kotoran di ujung matanya dengan tisu basah. Dia juga membersihkan area di sekitar mulut Orion yang terasa lengket akibat saliva miliknya sendiri.
"Peregangan sebentar ya?" Tanya Mama pada Orion. Laki-laki itu tidak merespon, dia akan tetap melakukannya walaupun Orion menolak. Mama mengambil tangan kanan milik Orion yang jari-jarinya selalu mengepal. Memijatnya dengan perlahan dan hati-hati.
"Kukunya sudah mulai panjang, sakit ngga?"
"Hhhnggghh." Orion merespon dengan suara parau. Oh, apakah laki-laki itu sudah mengatakan kalau dia tidak bisa bicara? Kalau belum, Orion akan memperkenalkan diri secara lebih detail.
Namanya adalah Rasi Orion. Ya, hanya 2 suku kata. Kata Mama, ketika hamil dia menyukai kisah legenda seorang pemburu bernama Orion yang dibunuh oleh kalajengking scorpio utusan Gaia karena membuatnya murka. Ah, ceritanya panjang sekali. Orion tak mengingatnya. Yang jelas rasi bintang Orion adalah rasi bintang tertua. Sama seperti Orion, yang merupakan anak pertama.
Kembali ke pembahasan awal mengapa Orion tak bisa berbicara. Alasannya adalah karena laki-laki itu mengidap Quadriplegic Cerebral Palsy. Dimana kelainan ini menyebabkannya memiliki keterbatasan untuk mengontrol fungsi gerak pada seluruh tubuhnya, termasuk kontrol di bagian wajah.
Itulah mengapa Orion kesulitan untuk berbicara. Tapi laki-laki itu punya alat untuk membantunya berkomunikasi. Namanya Assistive and Alternative Communication (AAC) yang sayangnya hanya bisa dioperasikan bila dia duduk di kursi roda.
Ketika Orion sedang berbaring di ranjang atau sofa depan televisi, laki-laki itu hanya merespon pertanyaan dengan beberapa respon singkat seperti ya atau tidak. Yah, lagipula tak banyak orang yang bisa Orion ajak mengobrol. Hanya Mama dan adiknya saja. Papanya?
Entahlah. Sepanjang eksistensinya yang bisa Orion ingat, dia tak pernah melihat pria yang seharusnya dipanggil Papa itu. Mama menolak membicarakannya. Orion paham, membicarakan tentang Papa di hadapan wanita itu sama saja dengan menabur garam diatas luka yang terbuka.
"Orion? Hei. Buka matanya." Kata Mama lembut sambil menepuk pipi Orion. Laki-laki itu melenguh, kemudian mengalihkan pandangannya. Sinar matahari menyakiti mata laki-laki itu dan dia tidak menyukainya.
"Come on! Bangun. Adikmu sudah selesai jogging masa kamu belum bangun."
"Eummhh." Orion melenguh. Dia malas sekali hari ini. Tapi Mama tetap memaksanya untuk bangun pagi dengan menegakkan tubuh Orion kemudian mengusap wajah laki-laki itu dengan tisu basah. Orion tidak suka bau yang dihasilkan benda itu.
Kesadarannya masih setengah ketika Mama melucuti celana dan mengganti popoknya yang ternyata sudah penuh. Sedari tadi benda itu memang terasa berat, Orion jadi enggan tidur telentang dan memilih untuk tidur menyamping.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unfinished Stories
Short Storya brain dumps contains of one shot and few ⚠️TW/CW : sickmale, paralysis, graphic stories. Mention of disease and sickness.⚠️ [Random updates] rahma Copyright 2022