J - part 3

1.3K 59 1
                                    

Akhir-akhir ini memang hujan lebih sering mengguyur Kota Magelang. Hawa yang dingin karena letaknya yang dikelilingi pegunungan ditambah sejuknya air hujan, membuat semua orang ingin bermalas-malasan.

Tak terkecuali dengan Hardi. Pria 52 tahun itu sibuk menutup semua pintu rumahnya yang menghubungkan akses dengan luar. Udara dingin dengan cepat menyeruak masuk ke dalam rumahnya sesaat setelah hujan turun. Dia juga menghidupkan lampu untuk menerangi beberapa ruangan.

Hujan siang kali ini sepertinya akan lebih lebat dibanding kemarin. Hardi dapat melihat pohon-pohon bergerak ditiup angin kencang. Pria itu tiba-tiba merasa khawatir. Pasalnya, sang istri tengah berada di Jogjakarta, mengunjungi anak tengahnya yang sedang berkuliah disana. Istrinya pergi bersama anak sulung dan menantunya.

Hardi mengeluarkan ponsel, mengabari bahwa Magelang tengah dilanda hujan lebat. Pria itu meminta agar mereka jangan pulang terlebih dahulu dan menunggu hujan reda. Apabila mereka sedang dalam perjalanan pulang, Hardi meminta mereka untuk berhati-hati.

Sebuah balasan datang tak lama kemudian. Dari Jaydan, anak sulungnya. Mereka sedang makan di restoran dan akan pulang sekitar jam 5 sore. Dia melampirkan sebuah gambar berisi foto mereka yang tengah makan. Jaydan juga menanyakan apakah dia sudah makan atau belum. Hardi hanya menjawab dengan emoticon jempol. Ia masih terus online, membaca pesan WhatsApp yang belum sempat dijamah.

Hardi mungkin akan tetap bermain ponsel apabila suara lenguhan yang cukup keras tidak terdengar di telinganya. Ia menaruh ponselnya sembarangan. Setengah berlari menuju sebuah kamar dimana suara tersebut berasal.

 Setengah berlari menuju sebuah kamar dimana suara tersebut berasal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dapat Hardi lihat pemilik suara itu telah membuka matanya. Kepalan tangannya yang kaku dia masukkan ke mulut, mengunyahnya. Tubuhnya berkeringat walaupun diluar sedang dilanda hujan lebat. Anaknya itu seperti tengah didera kesakitan yang hebat.

"Jamie, hei, tangannya jangan digigit, nak." Hardi berucap sambil menjauhkan kepalan tangan Jamie dari mulutnya.

Jamie menurut saja ketika Hardi menjauhkan tangannya. Mungkin karena tahu itu ayahnya yang berbicara padanya. Laki-laki itu kembali melenguh, tapi tidak sekencang tadi.

Hardi mengusap wajah Jamie yang dihiasi peluh dengan tangannya. Rambut dan tubuhnya juga basah karena keringat. Pria itu teringat kalau Jamie belum diubah posisinya sejak pagi, tidak, mungkin sejak malam tadi. Pun dengan pakaian dan selimutnya. Hardi hanya memeriksa anaknya itu sekali setelah istrinya pergi pukul 8 tadi, dan dia melihat Jamie tengah tertidur pulas.

Pria itu merutuki dirinya sendiri mengingat kemungkinan kalau Jamie sudah bangun sedari tadi. Anaknya itu mungkin kesakitan dan merasa tidak nyaman sejak beberapa menit atau bahkan beberapa jam yang lalu, dan Hardi tidak menyadarinya. Dia bahkan tidak terpikir untuk memeriksa monitor di dapur yang menampilkan keadaan Jamie. Sungguh Hardi adalah ayah yang buruk.

Tapi sesungguhnya Hardi lupa bahwa Jamie berada di rumah. Lupa bahwa alasannya berada dirumah dan tidak pergi ke Jogja bersama istrinya adalah Jamie. Bukannya pria itu lupa bahwa ia memiliki anak bernama Jamie, namun Hardi lupa bahwa kondisi anak bungsunya itu tidak lagi sama. Hardi masih merasa kalau Jamie adalah anak yang sehat, yang mungkin sekarang masih berada dimanapun yang ia mau. Studio, cafe, atau manapun itu. 

Unfinished StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang