catastrophe - part 1

1.4K 55 4
                                    

(n) an event causing great and often sudden damage or suffering.





















































Bunyi dari jam waker membangunkan Lakhsmana dari tidurnya yang tak begitu nyenyak. Dia mengerjapkan matanya sebentar sebelum mulai untuk duduk. Pria 30 tahunan itu melirik sebentar ke arah kanannya. Kosong. Istrinya pasti sudah berangkat sejak tadi. Entah dimana wanita itu berada sekarang. Mungkin mengejar penerbangan ke Paris atau Milan.

Lakhsmana meregangkan tubuhnya sebentar lalu kemudian turun dari ranjang dan menuju kamar mandi. Guyuran air dingin membantunya untuk lebih sadar. Dia juga memiliki jadwal penerbangan ke Pulau Kalimantan hari ini. Mungkin Lakhsmana akan berada disana sekitar 3-4 hari.

Pekerjaannya sebagai seorang konsultan pengawas menuntut laki-laki itu siap kapan saja untuk meninjau proyek pembangunan yang dia tangani. Pun pekerjaan istrinya-Amala-sebagai seorang inventory planner membuat wanita itu lebih sering menghabiskan waktunya di luar negeri dibandingkan rumahnya sendiri.

Hubungan mereka terasa hambar akhir-akhir ini seiring meningkatnya karir yang keduanya geluti. Lakhsmana beberapa kali ditunjuk menjadi team leader untuk beberapa proyek pembangunan nasional. Pun dengan Amala yang sering bepergian keluar menjelang seasonal launch.

Mereka sudah selayaknya dua orang asing yang hanya berbagi tempat tinggal. Bukannya sepasang suami istri.

Selesai dengan kegiatan mandinya, Lakhsmana mulai memakai kemeja dan celana kain. Istrinya mungkin bisa menyiapkan bahan dan pakaian untuk ratusan orang, tapi wanita itu sama sekali tak pernah menyiapkan pakaian untuk suaminya kenakan akhir-akhir ini. Pathetic.

Lakhsmana kemudian keluar dari kamar dan menuju suatu ruangan. Ketika pria itu membuka pintu, tak dapat dia temukan siapapun disana. Tumben sekali.

"Papa ngapain?"

"Oh udah mandi ternyata. Papa kira belum bangun. Sarapan bareng ya?"

"Okay. Tunggu sebentar aku mau ganti baju."

Pria itu lalu beranjak dari sana menuju ruang makan. Sudah ada sarapan yang disiapkan oleh pekerja di rumahnya. Lakhsmana menarik satu kursi dan mulai mendudukinya. Dia kemudian mengeluarkan ponselnya untuk memeriksa beberapa pekerjaan.

Lakhsmana memasukkan kembali ponselnya ketika mendengar suara kursi yang ditarik. Itu pasti anaknya-Kama. Setelah keduanya berada dalam posisi duduk, mereka mulai memakan sarapan dengan hening.

"Papa, bisa pulang jam 5 hari ini? Kalau ngga bisa juga ngga apa-apa sih."

"I'm very sorry boy. Papa hari ini harus ninjau proyek yang ada di Kalimantan."

"Ahh. It's okay. Got it."

Ada nada kekecewaan dalam ucapan Kama yang dapat Lakhsmana tangkap. Dirinya merasa sedikit bersalah. Jarang sekali Kama bertanya tentang hal ini.

"Memangnya kenapa?"

"Nope. It's just my birthday. It's okay, Papa. Not a big deal. Lagipula, Mama juga ngga di rumah."

Lakhsmana terkesiap. Seakan ada sesuatu yang baru saja menyakiti dirinya. Bagaimana bisa dia melupakan hari kelahiran putra tunggalnya?

"Kama, look. Habis Papa pulang, kita bisa liburan satu minggu kalau kamu mau."

"Beneran, ya? Ngga diganggu kerjaan?"

"Of course. I can guarantee that."

"Sama Mama?"

Unfinished StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang