7-C

861 27 1
                                    

Kelas 7-C, itu adalah tulisan yang menggantung di pintu. Tulisan yang sama terdapat pada perjanjian kontrak yang dia dapatkan satu bulan lalu.

Bentuk kelasnya sama seperti kelas kebanyakan. Luas dan tingginya pun sama. Yang membedakan adalah isi di dalamnya.

Tidak ada meja ataupun kursi yang ditata berderet memenuhi ruangan. Kelas itu nampak kosong, menyisakan satu ruangan lebar. Ada lemari setinggi 80 cm di sudut ruangan. Pun beberapa rak buku dengan tinggi serupa berada di pojok. Yang paling mencolok adalah beberapa matras yang disandarkan pada dinding.

Tidak terlihat seperti kelas 7 pada umumnya. Ruangan itu masih nampak sepi bahkan ketika jam sudah menunjukkan pukul 07:00.

Martha melanjutkan langkahnya menuju kantor guru. Menemui sang Kepala Sekolah.

Wanita itu mengetuk pintu yang terbuka. Membuat seorang wanita lainnya yang tengah berfokus pada bukunya menoleh.

Tatapan asing wanita itu dapat Martha rasakan. Namun, ketika dia mengatakan ingin bertemu Kepala Sekolah, wanita bersanggul itu segera menampilkan senyum.

Wanita itu bahkan mengantar Martha menemui sang Kepala Sekolah. Dapat ia asumsikan, bahwa kabar kepindahannya ke sekolah ini sudah diketahui oleh seluruh staff pengajar.

Martha berbincang cukup lama dengan Kepala Sekolah sebelum wanita paruh baya itu mengantarnya menemui seseorang.

Namanya Bu Ratri. Kata sang Kepala Sekolah, beliau akan membimbing Martha mengenal kelas yang akan ia masuki nanti.

Tentu Martha sudah mengetahui sekilas tentang kelas 7-C. Yah, sekolah ini tidak memiliki banyak kelas. Pun muridnya tergolong sedikit dan dikelompokkan sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing.

Kelas 7-C adalah kelas yang hanya berisikan 4 murid. Dan semuanya laki-laki pengidap severe cerebral palsy berusia 12-13 tahun. Mereka tidak bisa bicara, atau melakukan sesuatu dengan mandiri. 100% dependent.

Tapi, Martha tentu perlu tahu tentang siapa-siapa saja yang akan menjadi muridnya nanti. Karena ini akan menjadi sebuah pengalaman yang panjang dan menantang.

Jadi, Bu Ratri mulai mengambil sebuah album foto. Menunjukkan isinya pada Martha dan bercerita tentang pengalamannya mengajar anak-anak berkebutuhan khusus.

Wanita paruh baya itu menunjuk pada suatu foto. Seorang anak laki-laki duduk bersandar pada sebuah kursi roda yang saat itu matching dengan kaus yang dia kenakan. Nampaknya foto ini diambil oleh salah satu orangtuanya ketika akan berangkat sekolah. Karena di belakangnya ada sebuah bus bertuliskan Yayasan Cendekia, yaitu nama yayasan tempat Martha mengajar sekarang.

 Karena di belakangnya ada sebuah bus bertuliskan Yayasan Cendekia, yaitu nama yayasan tempat Martha mengajar sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Namanya Dovarian Hayde Michaelson. Blasteran Indonesia-Amerika. He's the box of joy. Sangat mudah dibuat senang oleh orang lain. Agak nakal memang, tapi ruangan akan terasa sangat hidup bila dia di dalamnya."

Unfinished StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang