27# Setelahnya

557 87 20
                                    

Mengingatkan kembali bahwa ini hanya cerita fiksi hasil karangan saya sendiri, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan nyata dari setiap tokoh yang ada dalam cerita.

Jadilah pembaca yang bijak !!
Selamat Membaca♡












Hajun menatap kosong tumpukan tanah merah yang beberapa hari ini jadi tempat favoritnya berkunjung, dia belum mampu mengikhlaskan cinta pertamanya yang lebih memilih dipeluk bumi.

Baru lima hari, jadi luka Hajun masih basah dan belum bisa buat nerima kata-kata semangat atau apapun, lelaki itu bahkan masih belum mau mengaggap nyata kematian cinta pertama nya.

Seperti sekarang, remaja itu memilih bolos sekolah dan berakhir duduk disamping gundukan tanah yang masih bertaburan bunga.

"Gak bosen kan? Semoga enggak yah." Hajun senyum walaupun dadanya sesak. "Hari ini masih sama, atau mungkin hari-hari kedepannya bakal tetap sehambar ini buat gue?" Lirih Hajun.

Tangan lelaki itu menaruh bunga matahari kesukaan si cantik, tadi Hajun sempat membelinya didepan gerbang.

"Maafyah kalo gue cuma mampu beliin setangkai terus, tadinya gue niat pengen kaya biar bisa beliin bunga sebanyak yang lo mau tapi lo malah pergi, jadinya... Gue gak punya cita-cita."

"Ri, gue mau cerita." Hajun menarik nafas. "Kayaknya Bunda gue udah tahu kalo gue sakit, soalnya sekarang dia kayak merhatiin banget semua tentang gue. Masa tiba-tiba banget kamar gue dirombak, semuanya diganti." Ujarnya dengan nada heran.

"Bukannya gak seneng, gue seneng banget pas liat semua saudara gue iri tapi yang bikin gue gak suka tuh, pas liat mata cantik Bunda natap gue sendu."

"Gue berasa jadi luka buat dia, gue berasa jadi beban yang terus nyusahin dia."

Hajun menunduk, anak yang memakai jaket itu tidak memperdulikan sengatan matahari yang mulai tinggi.

"Bunda juga cerita kalo dia temenan sama mama lo, tenyata dunia emang sesempit itu yah? Padahal kalo kita lanjut barengan, pasti gak bakal susah minta izin hehe." Hajun mengusap tengkuknya malu.

"Mama lo malah ngenalin keluarga lo yang lain, gue baru tahu juga kalo lo punya adek. Kok gak pernah bilang? Mentang-mentang adeknya cakep, jadi gak pernah diceritain." Dengus Hajun.

"Tapi tenang aja, lo tetap pemenang buat gue." Lelaki itu terkekeh geli.

Memang nampak gila jika diperhatikan, tapi Hajun menikmatinya. Dia, merasa hidup saat berbicara disamping gundukan tanah itu.

"Ri, gue suka sama lo.. udah jadi sayang sih, tapi gue nya aja yang terlalu takut sama kenyataan. Bukan karena lo sakit, tapi karena gue udah diberi contoh buruk dalam hubungan oleh keluarga gue sendiri, makanya... Gue ngerasa gak bisa buat bangun hubungan serius."

Hajun kembali menunduk, jemarinya dia pakai untuk mencabuti rumput liar yang asal tumbuh.

"Sekalinya ada yang bisa bikin gue yakin sama hubungan, eh.. malah mati duluan." Ujar Hajun, tidak lupa juga dia melirik tulisan nama perempuan itu dengan sinis.

Jika si gadis pemilik gunukan tanah itu tengah melihat kelakuan lelaki yang sering datang ketempat tidur terakhirnya kini, maka sudah dipastikan dia akan tergelak sampai terpingkal.

Setelahnya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang