7. Day 5.2

935 146 162
                                    

BRAKK!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BRAKK!

Pintu seperti akan dirubuhkan sekarang juga. Wanita dengan make up tebal itu membuang jaket yang tersampir di bahunya, hingga baju minim dengan sobek di beberapa bagian tertentu benar-benar terekspos.

Iris yang sedang bermain ponsel menoleh kaget, sepasang matanya langsung bersitatap dengan mata Hera yang kini sudah mengucurkan air mata, Wanita itu tidak kalah kaget melihat keberadaan putrinya.

Tangannya terulur menghapus air matanya dengan kasar, dia berjalan terburu-buru, menahan isak tangis.

Gadis yang biasanya cuek dengan sang ibu kini bangkit, kakinya melangkah mengejar untuk bertanya. "Her!" panggilnya dengan lantang. Ia menahan memegang gagang pintu, mencegah Hera yang berniat mendekam di sarangnya.

"Minggir!" Hera berkata dengan suara parau.

Tatapan Iris kembali meneliti penampilan mamanya yang bisa dikatakan jauh dari kata baik. Wanita itu terlihat seperti korban pemerkosaan, tapi dipikir-pikir juga tidak mungkin. Apakah klien Hera bermain kasar?

Bulu kuduknya langsung meremang, Iris menggeleng beberapa kali untuk mengusir pikiran konyolnya. "L–lo kenapa?" tanyanya canggung.

Mendapat pertanyaan seperti itu dari putrinya membuat Hera kembali akan menangis. Ia mengadahkan kepalanya, menahan air matanya yang hampir tumpah ruah.

"Minggir, Njing! Lo tuli?" ditariknya lengan Iris agar gadis itu menyingkir dari pintu.

Menghela napas, Iris menatap nanar pintu kamar yang telah tertutup rapat.

Kakinya bergerak menendang pintu tersebut dengan emosi. "Nggak usah bikin gue khawatir ya, bangsat!" hardiknya.

Tidak mau mendengar tangisan yang membuat hatinya teriris, ia beranjak pergi dengan wajah murung.

Dia wanita yang telah mengalami banyak kesulitan dalam hidupnya. Membesarkannya sendirian, hidup dengan caci maki dan hinaan, dipandang rendah dan dan selalu rendah.

Dia tidak pernah menyerah, dia pembohong hebat yang menyembunyikan rasa sakitnya dan bersikap seolah-olah dia yang paling kuat di dunia ini.

Namun, dia memang wanita yang paling kuat.

"Maaf, Ma."

Kalimat sederhana itu bahkan tidak bisa Iris katakan langsung dihadapannya. Mereka selalu bersama, tapi tetap saja. Ada sebuah pagar tak kasat mata yang menciptakan jarak hingga membuatnya jauh dan malu untuk bersikap layaknya ibu dan anak seperti pada umumnya.

Kenapa kita harus hidup kayak gini? Kenapa harus pekerjaan mengerikan itu dari banyaknya pekerjaan yang lain?

Tok tok!

Lamunan Iris buyar ketika melihat seorang cowok yang berdiri di tengah-tengah pintu yang memang sudah terbuka lebar.

"Saya boleh masuk?" tanyanya dengan senyum cerah seperti yang sudah-sudah.

Paket 30 Hari(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang