12. Day 8.2.

872 135 127
                                    

"Astaga, ikan gue!" Seorang Pria berseru histeris, dia yang baru masuk segera berlari dengan tergopoh-gopoh dan mengeluarkan sepatu di dalam aquarium tanpa pikir panjang.

"Sepatunya siapa ini?"

Athena langsung menunjuk Iris, gadis itu mengangguk santai. Memang sepatunya, 'Kan?

Eh tapi, kenapa pria ini—
"Pak Andra bapaknya Lembayung?"

Gadis itu terkejut mengetahui sebuah fakta yang tidak pernah dirinya duga sebelumnya. Artinya Lembayung adalah anak dari pemilik Artemis High school, 'Kan?

Andra yang bersiap mengomel kembali mengatupkan bibirnya. Agaknya pria itu lebih terkejut melihat salah satu muridnya berada di rumahnya.

"Maaf, Papi ... jangan marahin Thena ya? Itu sepatunya kakak ini." Bocah itu memasang wajah memelas.

"Lo yang sengaja lempar," balas Iris tidak mau kalah.

"Bohong! Thena nggak sengaja!" sangkalnya.

Iris memutar bola matanya, entah ajarannya siapa. Padahal bocah kecil kan terkenal dengan kejujurannya, tapi kenapa dia justru ngibul dan mengkambing hitamkan dirinya?
Untung anak kecil.

"Berani sumpah pocong nggak lo?" Alis Iris meruncing, matanya menyipit tajam dengan tangan berkacak pinggang.

Athena melebarkan matanya yang mulai berkaca-kaca. "P–pocong?"

"Iya, lo kalau bohong bisa mati."

Andra yang sedang sibuk memeriksa ikan-ikannya mengalihkan pandangan. Pria itu mendengus kasar. "Kamu tau dengan siapa kamu berbicara, kan?" tanyanya heran. "Bisa kamu mengalah saja sama anak kecil?" imbuhnya.

"Ngalah dan biarin bocil ini jadi tukang ngibul dan suka bikin fitnah?" Gadis itu melipat tangannya. "Saya sih tau bapak cuma duduk di singgasana, nggak ngajar, tapi kalau didik anak sendiri seharusnya bisa lah," sarkasnya.

Rahang Andra langsung mengeras, sementara Athena sudah menangis di belakang tubuh pria itu.
"Saya lebih tau dalam hal mendidik anak daripada kamu!" balasnya.

Sepasang matanya balas menatap obsidian Iris dengan tatapan tajam. Sudut bibirnya tertarik membentuk senyum merendahkan. "Justru kamu yang nggak pernah dididik orangtua, 'Kan?"

Jemari Iris terkepal, ia mengedikkan dagunya sebelum beranjak untuk duduk di depan televisi.
"Kayaknya pacar gue punya ortu yang freak, kasian," gumamnya.

***

"Mami rasa kamu tau, penolakan dan perlawananmu sama sekali nggak akan pernah berpengaruh apapun," ujar Diana dengan tatapan meremehkan.

Lembayung menuangkan segelas air putih dan meminumnya dengan rakus.

"Mami berhasil nikah sama Andra  walaupun kamu menentangnya."

"Mami juga beneran cabut semua fasilitas kamu meskipun kamu sempat protes."

"Sekarang seharusnya kamu sadar, jangan menentang ataupun melawan, karena percuma ... usaha kamu bakalan sia-sia, Bay." 

Wanita dengan setelan elegan itu menyandarkan tubuhnya setelah kalimatnya berakhir.

"Saya baru sadar ternyata mami yang saya hormati menjadi sepicik ini." Cowok itu tersenyum masam.
Semuanya benar-benar telah berubah.

Kalimat Lembayung tidak ditanggapi oleh Diana.
Padahal wanita di depannya adalah ibunya, dan di sini adalah tempatnya lahir dan tumbuh, tapi mengapa Lembayung tidak merasa nyaman ataupun dekat?

Mengangkat kepalanya, cowok itu menghela napas. "Saya harus apa biar mami mengurungkan niat buat jual rumah nenek?" tanyanya lirih.

"Kenapa sih kamu justru suka sama gubuk reyot kayak gitu? Di sini lebih layak kamu tinggalin!" Diana berdiri, wanita itu menggeleng. "Nggak ada penawaran. Mami udah bilang, usahamu itu sia-sia!"

Paket 30 Hari(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang